Berita Aceh Barat

Redam Konflik Gajah & Manusia di Aceh Barat, BKSDA dan BPBD Pasangi GPS

“Pemasangan dilakukan oleh BKSDA karena itu merupakan kewenangan mereka. Gajah yang dipilih akan dibius terlebih dahulu, untuk keselamatan...

Penulis: Sadul Bahri | Editor: Nurul Hayati
Foto/dok BPBD.
PANTAU JEJAK GAJAH - Tim BPBD Aceh Barat saat mencari jejak keberadaan kawanan gajah liar di kawasan Lawet, Kecamatan Pante Ceureumen, Sabtu (26/7/2025) untuk proses pemasangan GPS Collar di salah satu gajah liar. 

“Pemasangan dilakukan oleh BKSDA karena itu merupakan kewenangan mereka. Gajah yang dipilih akan dibius terlebih dahulu, untuk keselamatan semua pihak,” tambah Ronal.

Laporan Sa'dul Bahri | Aceh Barat

SERAMBINEWS.COM, MEULABOH - Ketegangan antara manusia dan alam liar kembali mencuat di pedalaman Aceh Barat.

Kawanan gajah liar yang kerap turun gunung dan merusak kebun sawit warga, membuat banyak petani cemas akan masa depan mata pencaharian mereka.

Sebagai respons konkrit, Tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Barat dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) melakukan terobosan Langkah penanganan dengan pemasangan GPS collar di salah satu gajah liar, yang berlangsung sejak Sabtu (26/7/2025) di kawasan tiga desa tetangga di Kecamatan Pante Ceureumen.

Langkah ini merupakan bagian dari strategi mitigasi jangka panjang, untuk memantau pergerakan kawanan gajah yang selama dua bulan terakhir telah mendominasi tiga desa, yakni Lango, Lawet, dan Canggai.

“Kita sedang menunggu kedatangan tim BKSDA hari ini untuk melakukan pemasangan GPS di salah satu gajah dari kawanan gajah liar tersebut,” kata Plt Kepala BPBD Aceh Barat, Teuku Ronal Nehdiansyah, kepada Serambinews.com, Sabtu (26/7/2025) yang ikut serta dalam kegiatan pemasangan GPS di Gajah liar.

Disebutkan, bahwa pemasangan GPS di leher gajah ini bukan sekadar proyek teknologi, tetapi harapan baru bagi masyarakat yang hidup berdampingan dengan ancaman.

Dengan alat pelacak tersebut, posisi gajah dapat dipantau secara real-time atau setiap waktu, melalui aplikasi khusus, sehingga tim di lapangan bisa langsung merespons jika kawanan mendekati pemukiman atau perkebunan.

“Pemasangan dilakukan oleh BKSDA karena itu merupakan kewenangan mereka. Gajah yang dipilih akan dibius terlebih dahulu, untuk keselamatan semua pihak,” tambah Ronal.

Rencananya, satu GPS akan dipasang untuk setiap kawanan.

Tim BPBD Aceh Barat saat mencari jejak keberadaan kawanan gajah liar di kawasan Lawet, Kecamatan Pante Ceureumen, Sabtu (26/7/2025) untuk proses pemasangan GPS Collar di salah satu gajah liar
Tim BPBD Aceh Barat saat mencari jejak keberadaan kawanan gajah liar di kawasan Lawet, Kecamatan Pante Ceureumen, Sabtu (26/7/2025) untuk proses pemasangan GPS Collar di salah satu gajah liar (. Foto/dok BPBD.)

Baca juga: Demi Gajah, Prabowo Tambah Hibah Lahan di Aceh jadi 90.000 Hektare

Dengan begitu, seluruh kelompok bisa dilacak berdasarkan pergerakan pemimpinnya.

Langkah ini diharapkan menjadi titik balik, dalam upaya pengendalian gajah liar secara berkelanjutan.

Sementara akibat konflik gajah dengan manusia, banyak petani di Lango, Lawet, dan Canggai terpaksa menangggung kerugian, akibat sebagian kebun kelapa sawit mereka yang porak-poranda diinjak dan dimakan kawanan gajah liar.

Dengan adanya GPS collar, pemerintah daerah berharap bisa lebih sigap mengarahkan kawanan gajah menjauh dari permukiman dan kawasan pertanian.

Upaya ini juga dirancang seiring dengan edukasi masyarakat agar tidak melakukan tindakan yang dapat memicu agresi satwa liar, seperti membakar lahan atau menggunakan suara keras untuk mengusir gajah.

“Kami ingin ada keseimbangan antara pelestarian satwa dan perlindungan ekonomi warga,” ujar Teuku Ronal.

Pemasangan GPS collar ini hanyalah langkah awal.

Namun, bagi masyarakat Aceh Barat, langkah ini membawa angin segar bahwa di tengah tantangan hidup berdampingan dengan satwa liar, masih ada ikhtiar untuk mencari solusi damai.

Warga yang tidak mampu mengatasinya tentu harus pasrah, jika batang-batang sawit muda dirusak.

Meski kebun kelapa sawit tersebut, merupakan modal masa depan keluarga mereka.

“Kalau dibiarkan terus seperti ini, habis kebun warga kami yang saat ini sudah sangat porak-poranda akibat gajah. Padahal itu satu-satunya penghasilan,” kata Keuchik Canggai, Kecamatan Pante Ceureumen, Teuku Sulaiman.

Baca juga: Lagi, Gajah Liar Beraksi di Aceh Barat, Kini Obrak-abrik Kebun Kelapa Sawit Warga di Woyla Timur

Dalam laporan warga, kerusakan ekonomi ini tak hanya bersifat jangka pendek.

Hilangnya hasil panen sawit berdampak pada ketahanan ekonomi keluarga, kemampuan menyekolahkan anak, hingga kebutuhan pokok harian.

Dikatakannya, bahwa selama ini hanya terlihat secara langsung ada satu ekor gajah liar jantan yang kerap bergerilya ke kampung-kampung selama ini.

Menurutnya, satu ekor gajah tersebut terpisah dengan kelompok lainnya.

Diakuinya, memang banyak kawanan gajah liar di daerah tersebut.

Namun, satu ekor tersebut yang setiap saat masuk ke pemukiman warga.

“Soal kerusakan kebun kelapa sawit, saat ini memang sudah nyaris habis akibat kawanan gajah tersebut, dan menurut kami efektifnya kawanan gajah tersebut direlokasi saja supaya benar-benar aman, dan tidak cukup dengan pemasangan GPS saja,” tutup Teuku Sulaiman.(*)

Baca juga: Prabowo-Mualem: Gajah, Ekosistem Leuser, dan Pembangunan Berkelanjutan Wilayah Tengah Aceh– Bagian 6

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved