Breaking News

Liputan Eksklusif Aceh

2.311 Istri di Aceh Gugat Cerai Suami, Sebagian Akibat Judi Online

Sepanjang 1 Januari hingga 30 Juni 2025, Mahkamah Syar’iyah di 23 kabupaten/kota di Aceh menerima 2.923 perkara perceraian.

|
Editor: mufti
COVER KORAN SERAMBI INDONESIA
HEADLINE KORAN SERAMBI INDONESIA EDISI SELASA 20250729 

PENGANTAR: 

Sepanjang 1 Januari hingga 30 Juni 2025, Mahkamah Syar’iyah di 23 kabupaten/kota di Aceh menerima 2.923 perkara perceraian. Dari jumlah itu, istri yang menggugat cerai suami masih menjadi pemohon terbanyak. Angka tersebut terbilang cukup tinggi, mengingat Aceh identik dengan negeri yang kuat kearifan lokalnya. 

Berdasarkan data yang diterima Serambinews.com, hingga 30 Juni 2025, tercatat sebanyak 2.311 perkara cerai gugat oleh istri dan 612 perkara cerai talak di seluruh Aceh. Angka ini menunjukkan tren yang konsisten dengan tahun sebelumnya, di mana hingga akhir Desember 2024, sebanyak 4.856 istri mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya, sementara cerai talak mencapai 1.249 perkara.

Ada banyak faktor yang menjadi pemicu tingginya kasus perceraian di Aceh. Salahnya satunya pengaruh judi online (judol) yang kini mulai masuk ke seluruh lapisan masyarakat. Minimnya tanggung jawab suami memberikan nafkah, juga menjadi penyebab ramai istri di Aceh mengajukan gugatan cerai kepada suaminya. 

Tim Liputan Eksklusif Serambi Indonesia (Serambinews.com), mencoba mengurai persoalan ini dengan menemui dan mewawancarai narasumber berkompeten. Harapannya, laporan dalam beberapa artikel terpisah ini menjadi ibrah bagi masyarakat Aceh, untuk mendeteksi secara dini dan memaksimalkan perceraian di dalam keluarga. 

Dominan diajukan perempuan

Humas Mahkamah Syar'iyah Aceh, Dr H Munir SH MH yang didampingi Panitera Muda Hukum,  Hermansyah SH kepada Serambi mengatakan, pihaknya memiliki 23 satker di seluruh kabupaten/kota di Aceh yang menangani kasus perceraian tersebut.

Untuk saat ini, pada semester I 2025, kasus cerai talak  yang masuk di seluruh tingkat pertama di Aceh ada 612 perkara dan istri gugat cerai suami sebanyak 2.311 perkara.

Kebanyakan perempuan yang mengajukan perceraian.

Paling tinggi kasus perceraian di Aceh itu di MS Lhoksukon, Aceh Utara, dengan cerai gugat 295 perkara dan cerai talak 77 perkara, kemudian MS Kuala Simpang dengan cerai gugat sebanyak 200 perkara dan cerai talak 30 perkara.

Paling rendah di Sabang, kasus cerai talak 1 perkara dan cerai gugat 11 perkara. 

"Untuk faktor penyebab ini ada banyak. Seperti faktor perselisihan dalam rumah tangga, KDRT, suami tak menafkahi istri, perselingkuhan, hingga faktor pengaruh judi online yang kini kian marak terjadi," kata Munir kepada Serambi, Senin (28/7/2025).

Faktor judi online

Namun, saat ini kasus perceraian yang masuk ke Mahkamah Syar'iyah dominan karena perselisihan dan pertengkaran.

Hal itu bisa disebabkan karena adanya faktor judi online, dimana suami lebih banyak menghabiskan waktu di Warkop untuk bermain judi, sehingga tidak bisa menafkahi istri dan keluarganya.

"Suami tidak tidur malam, hanya main judi di warkop, lalu pulang ke rumah, uang habis karena nggak menang. Besoknya anak pergi ke sekolah, istri minta uang jajan nggak ada, lalu timbullah keributan. Makanya ini jadi faktor penyebab. Dan ini menjadi faktor perselisihan terus menerus. Faktor judol dan malas bekerja ini sangat berdampak besar pada permohonan perceraian," ungkapnya.

Humas Mahkamah Syar’iyah Aceh, Dr H Munir, mengatakan, meski perkara perceraian terus masuk setiap hari, pihaknya tetap mengedepankan upaya mediasi kepada para pemohon.

Meski begitu, pihaknya tidak bisa merinci secara spesifik ada perkara perceraian yang disebabkan oleh Judol.

Pasalnya harus ditelisik per kasus. 

Dikatakan, penyebab tinggi angka perceraian itu dikarenakan menyangkut kondisi sosial masyarakat.

Pemahaman kepada pasangan suami-istri perlu diperkuat. 

“Jangan sedikit ada permasalah langsung berujung ke pengadilan,” katanya.

Pihaknya terus berusaha untuk mendamaikan suami-istri sesuai dengan amanat Perma Nomor 1 Tahun 2016.

Sebelum masuk ke meja hijau, pihaknya berharap perkara itu dapat selesai secara kekeluargaan tanpa harus ke pengadilan.

Sebab, yang dirugikan akibat perceraian itu adalah anak-anak, yang sangat membutuhkan kasih sayang oleh kedua orang tuanya.

Pesan untuk yang ingin menikah

Dr H Munir berharap generasi muda yang ingin menikah perlu memperkuat pemahaman akan makna dari pernikahan itu sendiri.

Peran keluarga tentang pemahaman hukum perkawinan ini sangat diperlukan.

“Makanya pemerintah harus sering melakukan penyuluhan. Karena kasihan, kalau baru dua tahun kawin dan punya anak satu lalu bercerai. Kan yang korban anak. Kalau pasangan suami istri, cerai habis masa iddah kawin lagi. Tapi dampak psikologis anak ini yang kasihan,” katanya.

Sebab, kata Munir, saat ini secara umum rata-rata kasus perceraian yang terjadi dari kelompok usia muda.

Sehingga, mereka menyarankan agar bimbingan pranikah dapat lebih dioptimalkan.

Menurutnya, mereka perlu memahami apa saja kewajiban yang harus dilakukan saat sudah menikah nantinya. 

”Apalagi kalau pacarannya lama, dia minta 20 ribu dikasih Rp 100 ribu, pas nikah itu nggak lagi, jadi terkejut. Peran dari BP4, Dinas Syariat Islam, MPU sangat perlu. Kalau kami sebagai lembaga yudikatif hanya menunggu dan menyelesaikan perkara saja,” pungkasnya.(iw)

Baca juga: Jangan Cerai Dulu! Buya Yahya Ungkap 3 Pilihan Istri Saat Suami Selingkuh, Terakhir Bikin Merinding!

Faktor yang Mendorong Gugatan Cerai

- Perselisihan dan pertengkaran berkelanjutan dalam rumah tangga menjadi penyebab paling dominan.

- Pengaruh judi online (judol):

  • Suami kecanduan bermain judol di warung kopi (warkop)
  • Menghabiskan uang keluarga hingga tidak bisa memberi nafkah
  • Pola tidur terganggu, berdampak pada interaksi keluarga
  • Ketegangan muncul saat istri meminta uang untuk keperluan anak dan rumah tangga 

- Malas bekerja dan lalai dalam tanggung jawab nafkah oleh suami

- Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

- Perselingkuhan, baik fisik maupun emosional

- Kurangnya pemahaman pasangan terhadap makna dan komitmen pernikahan

- Perbedaan ekspektasi pasca menikah, terutama di usia muda

- Minimnya bimbingan dan edukasi pranikah, terutama tentang hukum dan tanggung jawab dalam pernikahan

- Tren perceraian lebih tinggi di kalangan usia muda, menunjukkan perlunya intervensi edukatif dan preventif.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved