Konflik Rusia vs Ukraina
Kejamnya Rusia, Siksa Tentara Desersi, Diikat di Pohon, Biarkan Diserang Drone
Sebuah video yang terekam di medan perang Ukraina memperlihatkan seorang prajurit Rusia diikat ke pohon dan ditinggalkan begitu saja.
SERAMBINEWS.COM - Sebuah video yang terekam di medan perang Ukraina memperlihatkan seorang prajurit Rusia diikat ke pohon dan ditinggalkan begitu saja.
Nasibnya tak diketahui, tetapi ancaman yang menghantuinya sangat jelas: drone serang Ukraina yang dijuluki Baba Yaga tengah mengudara.
Baba Yaga mengacu pada sosok penyihir menakutkan dari cerita rakyat Slavia yang disebut memakan korbannya.
Nama itu kini digunakan tentara Rusia untuk menyebut drone Ukraina berukuran besar yang menyebarkan ketakutan di medan tempur.
Komandan drone Ukraina yang menggunakan nama sandi Munin mengatakan kepada CNN bahwa ia telah dua kali menyaksikan langsung praktik mengikat tentara Rusia ke pohon, dan berkali-kali mendengar percakapan serupa dalam intersepsi radio.
"Setiap drone besar milik Ukraina mereka sebut Baba Yaga. Itu benar-benar menakutkan bagi mereka yang terluka. Seolah-olah ada mitos menakutkan yang terbang dan membunuh semua orang," ujarnya, sebagaimana dilansir CNN.
CNN memperoleh percakapan komunikasi radio yang memperkuat kesaksian tersebut.
Dalam rekaman itu, seorang komandan Rusia terdengar dua kali memerintahkan bawahannya untuk mengikat seorang prajurit ke pohon sebagai bentuk hukuman atas tindakan desersi.
"Sembunyikan dia di suatu tempat saat pertempuran berlangsung. Lalu dalam setengah jam, bawa dia keluar dan ikat ke pohon," kata komandan tersebut.
Baca juga: Barat Ketar-ketir, Rusia Pamer Ribuan Drone Shahed Iran, Bisa Luncurkan 2.000 Drone dalam Satu Salvo
Kesaksian
Pemerintah Rusia jarang mengungkap kasus desersi secara terbuka. Namun, melalui media sosial seperti Telegram, muncul sejumlah kesaksian dari prajurit dan keluarga mereka.
Salah satunya datang dari Yuri Duryagin, seorang tentara yang mengunggah video permohonan langsung kepada Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dia mengaku bertugas di wilayah Donetsk, Ukraina, dan menyampaikan bahwa perlengkapan yang buruk serta kekurangan amunisi menyebabkan hanya 32 dari 150 anggota satuan yang selamat dalam suatu serangan.
Duryagin juga menyebut hanya menerima kurang dari seperlima gaji yang seharusnya, dan atasannya menganggap keluhan tersebut tidak berguna.
Lebih dari itu, ia menuduh bahwa kematian prajurit di medan perang sering disembunyikan untuk menghindari pembayaran kompensasi kepada keluarga.
"Saya melihat sendiri teman-teman saya dibunuh di depan mata. Orang tua mereka diberitahu bahwa mereka hilang," ucapnya.
Yang paling mengejutkan, Duryagin menuduh seorang komandan menembak tentara yang menolak bertempur.
Baca juga: VIDEO Rusia Luncurkan Satelit Iran Nahid-2, Perkuat Aliansi Timur Tengah
Budaya kekerasan dalam militer Rusia
Menurut Grigory Sverdlin, pendiri organisasi Get Lost yang berbasis di Barcelona, Spanyol, kekerasan telah menjadi alat utama militer Rusia untuk menjaga disiplin dan loyalitas.
"Kekerasanlah yang membuat mereka tetap bersatu," ujar Sverdlin.
Organisasi Get Lost telah membantu sekitar 1.700 orang Rusia untuk membelot atau menghindari wajib militer sejak diluncurkan enam bulan setelah invasi Rusia dimulai pada Februari 2022.
Meski sulit menentukan angka pasti, Sverdlin memperkirakan puluhan ribu tentara telah desersi.
Laporan dari Institute for the Study of War (ISW) mengungkap bahwa jumlahnya bisa mencapai 50.000 berdasarkan data yang bocor dari Kementerian Pertahanan Rusia.
Menurutnya, banyak tentara yang membelot setelah pelatihan singkat satu hingga tiga minggu. Sementara itu, mereka yang desersi saat bertugas menggambarkan atmosfer yang mencekam.
"Hidup mereka tak berarti apa-apa bagi komandan. Kehilangan tank atau kendaraan lebih parah daripada kehilangan 10 atau 20 orang," kata Sverdlin.
Ungkapan yang sering ia dengar dari para pembelot adalah, mereka tidak ingin mati di medan tempur.
Hukuman brutal untuk desersi
Hukuman atas tindakan desersi di Rusia secara resmi bisa mencapai 15 tahun penjara.
Namun, rekaman video di media sosial menunjukkan bentuk hukuman yang lebih brutal dan sewenang-wenang di medan perang.
Dalam salah satu video, tiga pria yang hanya mengenakan celana dalam terlihat berlutut dalam tangki logam besar.
"Waktunya memberi makan binatang-binatang yang mencoba kabur," ujar seseorang di balik kamera sambil membuka tutup tangki.
Seorang pria tampak mengangguk saat ditawari biskuit, lalu memakannya dengan cepat.
Dalam rekaman lain, seorang tentara diikat ke pohon dengan ember karatan menutupi kepalanya. Setelah ember dilepas, dia disiksa dengan sadis.
CNN telah menghubungi Kementerian Pertahanan Rusia terkait video-video tersebut, namun belum mendapat tanggapan.
Menurut estimasi dari pemerintah Barat dan sejumlah lembaga, sekitar satu juta tentara Rusia tewas atau terluka sejak awal invasi.
NATO menyebut sekitar 100.000 di antaranya tewas hanya dalam tahun 2025.
Ukraina juga menghadapi tantangan moral dan desersi. Namun, menurut Sverdlin, keyakinan terhadap tujuan perjuangan lebih kuat di kalangan militer Ukraina.
Baca juga: Besok, Luna Maya dan Maxime Gelar Resepsi, Ungkap Konsep hingga Rencana Bulan Madu
Baca juga: Vietnam Juara Piala AFF U23 2025 Usai Tumbangkan Timnas Indonesia di Final
Baca juga: Mampukah Mualem Melanjutkan Momentum Penurunan Kemiskinan Aceh?
Ukraina Hancurkan Sistem Pertahanan Udara Rusia Buk-M3 Senilai Rp655 Miliar |
![]() |
---|
Serangan Rudal dan Drone Rusia Hancurkan Kiev, 14 Orang Tewas, Kantor Uni Eropa Rusak |
![]() |
---|
Serangan Udara Besar-besaran Rusia ke Ukraina, Kerahkan Hampir 600 Drone dan Hantam Pabrik AS |
![]() |
---|
Zelensky Melunak di Depan Donald Trump: Bukan Gencatan Sementara, Tapi Perdamaian Abadi |
![]() |
---|
Zelensky Melunak, Lima Poin Penting Pertemuan Presiden Ukraina, AS dan Pemimpin Eropa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.