Breaking News

Konflik Rusia Vs Ukraina

AS dan Rusia Disebut Susun Rencana Baru Akhiri Perang Ukraina, Kyiv Diminta Menyerah

Amerika Serikat (AS) dan Rusia dikabarkan tengah menyusun rencana rahasia untuk mengakhiri perang di Ukraina.

Editor: Amirullah
THE WHITE HOUSE
Pertemuan Presiden AS, Donald Trump dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin pada Jumat (15/8/2025) di Alaska. 

SERAMBINEWS.COM - Amerika Serikat (AS) dan Rusia dikabarkan tengah menyusun rencana rahasia untuk mengakhiri perang di Ukraina.

Proposal awal yang bocor ke media menyebutkan bahwa Kyiv diminta menyerahkan wilayah yang saat ini diduduki Rusia serta bersedia menerima pembatasan ketat terhadap jumlah militernya.

Rancangan itu disebut melibatkan utusan Donald Trump, Steve Witkoff, dan penasihat Kremlin, Kirill Dmitriev, menurut laporan yang dikutip dari The Guardian.

Negosiasi dilaporkan semakin intens dalam beberapa hari terakhir setelah Washington menilai Moskow menunjukkan sinyal baru terkait kemungkinan kesepakatan.

"Sekretaris Angkatan Darat Dan Driscoll dan delegasi tingkat tinggi Pentagon tiba pagi ini di Ukraina dalam misi pencarian fakta untuk bertemu dengan pejabat Ukraina dan membahas upaya untuk mengakhiri perang," kata Juru Bicara Angkatan Darat Kolonel Dave Butler dalam sebuah pernyataan, Rabu (19/11/2025), dikutip dari CNN.

Rencana itu kemungkinan akan dipandang sebagai bentuk penyerahan diri di Ukraina. 

Laporan itu mengutip sumber tanpa nama yang mengetahui rancangan tersebut, dikutip dari The Guardian.

Baca juga: Update Revisi UUPA: Jangan Alergi dengan MoU Helsinki, Baleg DPR Gelar Raker dengan Tiga Menteri

Update Perang Rusia dan Ukraina

Perang Rusia dengan Ukraina memasuki hari ke-1.366 pada Kamis (20/11/2025), memperpanjang perang sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022.

Perang Rusia–Ukraina berakar pada ketegangan panjang sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991.

Sebagai negara yang baru merdeka, Ukraina terus bergulat dengan Rusia dalam isu perbatasan, identitas nasional, dan arah politik luar negerinya—antara mempertahankan kedekatan dengan Moskow atau membangun hubungan lebih kuat dengan Barat.

Situasi memuncak pada 2014 setelah Revolusi Maidan menggulingkan Presiden Viktor Yanukovych yang dikenal pro-Rusia.

Pemerintahan baru di Kyiv segera menjajaki kerja sama lebih erat dengan negara-negara Barat, langkah yang dipandang Moskow sebagai ancaman langsung terhadap pengaruh strategisnya di kawasan.

Tak lama berselang, Rusia mencaplok Krimea dan memberikan dukungan militer bagi kelompok separatis di Donetsk dan Luhansk, memicu konflik berkepanjangan di wilayah Donbas.

Ketegangan mencapai titik kritis pada Februari 2022 ketika Presiden Vladimir Putin melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina.

Rusia mengklaim operasi tersebut bertujuan membasmi ekstremisme di Kyiv, melindungi warga etnis Rusia di Donbas, serta mencegah Ukraina masuk ke dalam aliansi NATO. 

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved