Liputan Eksklusif Aceh
Buaya Mulai Merambah Hulu Sungai di Aceh Singkil, Habitatnya Kian Meluas
Sebaran buaya lainnya yang mulai mengkhawatirkan masuk wilayah hulu sungai, yang sebelumnya tak terjadi.
Penulis: Dede Rosadi | Editor: Saifullah
Laporan Eksklusif Dede Rosadi | Aceh Singkil
SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Habitat buaya di Kabupaten Aceh Singkil sebelum hanya ada di sekitar muara, sungai, rawa Singkil, dan perairan Pulau Banyak Barat.
Di wilayah Singkil, buaya mudah saja ditemukan hanya dengan telusuri sungai di belakang permukiman penduduk.
Apalagi jika masuk ke Singkil Lama, sekali melintas puluhan buaya terlihat berjejer di sela-sela rimbun nipah.
Sebaran buaya di Singkil, kini masuk ke Desa Rantau Gedang dan Teluk Rumbia, yang jaraknya cukup jauh dari muara.
Lalu sungai di wilayah Kecamatan Kuala Baru.
Buaya terlihat ketika telusuri sungai yang ada di Kuala Baru, mulai dari Banda Sampit hingga alur masuk Ulu Bubu.
Baca juga: Ironi, Sarang Buaya Jadi Tempat Warga Aceh Singkil Mengais Rezeki
Kemudian sungai dekat jembatan Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara.
Di daerah itu, buaya tepat berada di belakang rumah warga.
Sedangkan buaya air asin berada di perairan laut Pulau Banyak Barat.
Mulai dari Pulau Nago Resort, Pulau Matahari, Asantola, Ujung Sialit, Suka Makmur, Ujung Silingar, dan Asantola.
Belakangan habitat buaya mulai merambah ke Danau Anak Laut Gosong Telaga Singkil Utara.
Kondisi itu menyebabkan atraksi mandi di objek wisata Danau Anak Laut, distop.
Baca juga: Kisah Korban Selamat dari Terkaman Buaya di Aceh Singkil, Mengais Nafkah dengan Tangan tak Sempurna
Sebaran buaya lainnya yang mulai mengkhawatirkan masuk wilayah hulu sungai, yang sebelumnya tak terjadi.
Warga berharap populasi buaya di Aceh Singkil dikurangi agar tidak terus terjadi konflik dengan manusia.
Mengingat makin luasnya sebaran buaya disinyalir akibat meningkatnya populasi.
Keberadaan buaya di hulu sungai diketahui ketika sekor buaya berukuran 2,3 meter, sangkut di jaring ikan milik Kayarudin penduduk Desa Tanah Bara, Kecamatan Gunung Meriah, pada 9 Agustus 2025.
Jaring ikan tersebut dipasang di sungai Lae Cinendang yang berada dekat permukiman penduduk Tanah Bara.
"Buaya tersangkut jaring ikan Kayarudin," kata Kepala Desa Tanah Bara, Salman Manik.
Baca juga: Liputan Eksklusif Aceh : Menguji Nyali di Sarang Buaya Aceh Singkil
Kala itu, Kayarudin seperti biasa menjalankan rutinitas sehari-harinya pergi ke sungai Lae Cinendang, untuk periksa jaring ikan.
Jaring tersebut dipasang sore untuk diangkat esok hari.
Betapa terkejutnya ketika jaring ikan diangkat, lantaran bukan ikan berukuran besar melainkan seekor buaya terlilit jaring.
Dengan bantuan dua rekannya yang berada di lokasi Kayarudin, mengangkat jaring berisi buaya ke pinggir sungai.
Buaya tersebut menjadi tontonan warga Gunung Meriah, yang jarang melihat predator itu dari jarak dekat.
Kendati penasaran ingin melihat, namun muncul kecemasan dari penduduk di daerah aliran sungai.
Baca juga: 6 Meninggal & 7 Luka-luka, Korban Konflik Manusia vs Buaya di Aceh Singkil Sepanjang 2007-2025
Sebab sebelumnya mereka tak pernah bersinggungan dengan buaya ketika beraktivitas di sungai.
Sementara itu buaya yang terangkut jaring warga Tanah Bara, telah diserahkan ke petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam.
Cari Nafkah Disarang Buaya
Di sisi lain, lokasi rawan buaya di Kabupaten Aceh Singkil justru merupakan tempat warga lokal mencari nafkah hidup.
Mulai dari mencari lokan (kerang sungai-red), menangkap udang, mencari pakan ternak, lele, ikan, dan mengambil pucuk nipah.
Pencari lokan dan teripang paling kerap berkonflik dengan buaya, lantaran dilakukan dengan cara menyelam.
Uniknya satu sisi warga tahu di mana banyak lokan, di situ buaya bersarang.
Baca juga: Konflik Berkepanjangan Manusia vs Buaya di Aceh Singkil, Belasan Korban Berjatuhan
Warga juga memiliki kepercayaan bahwa tumpukan lokan di dasar sungai merupakan tempat buaya tidur.
Namun tetap nekat menyelam mengambil lokan, kendati berisiko sewaktu-waktu berhadap dengan buaya.
Sedangkan di perairan laut Kecamatan Pulau Banyak Barat, habitat buaya air asin merupakan lokasi menangkap teripang, lobster, dan ikan.
Alasan ekonomi jadi penyebab warga nekat menerobos sarang buaya untuk mencari nafkah.
Kaetek, penduduk Teluk Rumbia, Kecamatan Singkil, mendapat serangan buaya ketika sedang mencari pakan bebek peliharanya di sungai.
Lain lagi dengan pencari lokan, walau mengetahui ada buaya, namun demi menopang hidup sehari-hari tetap nekat menyelam sungai.
Mulanya warga percaya kalau niat baik, si nenek tak mengganggu.
Nenek merupakan sebutan warga lokal kepada buaya.
Bahkan ada kepercayaan bahwa Lembong, salah satu marga yang mendiami Aceh Singkil, memiliki pertalian khusus dengan buaya.
Baca juga: Selera Wisatawan Eropa Memang Beda, Datang Jauh-jauh ke Singkil hanya Mau Lihat Buaya
Kepercayaan itu, membuat warga bisa hidup berdampingan dengan buaya.
Memasuki tahun 2007, barulah terjadi konflik manusia dengan buaya.
Sejak saat itu, korban serangan buaya terus berjatuhan.
Pencari pucuk nipah tak pernah berkonflik dengan buaya.
Kendati hamparan tumbuhan nipah merupakan habitat buaya.
Pencari pucuk nipah, berada di daratan.
Sehingga mudah menghindar ketika tepergok buaya.
Baca juga: VIDEO - Buaya Sepanjang 2 Meter Terjebak Jaring Ikan Warga di Aceh Singkil
Sebaliknya pencari lokan, udang, dan pakan ternak, harus masuk ke sungai.
Hal itu membuatnya sulit mendeteksi kehadiran buaya.
Tumpang tindihnya ruang hidup atau habitat buaya dengan lokasi warga mencari nafkah menjadi salah satu pemicu konflik buaya versus manusia.
Sungai dan laut di Kabupaten Aceh Singkil, beberapa di antaranya diketahui sejak lama merupakan habitat alami buaya.
Belakangan terjadi perluasan wilayah aktivitas nelayan laut dan sungai.
Kondisi itulah menyebabkan tumpang tindih dengan habitat buaya, sehingga menumbuhkan potensi konflik.
"Akibat tumpang tindih ruang hidup atau habitat," kata Kepala Dinas Perikanan Aceh Singkil, Saiful Umar mengungkapkan salah satu faktor penyebab konflik manusia dengan buaya.
Mesti ada solusi agar warga tetap bisa mendapatkan nafkah tanpa harus bersinggungan dengan hewan predator.
Warga secara individu ada yang memulainya dengan membuka paket wisata petualangan melihat buaya di alam liar.
Atraksi wisata itu memikat wisatawan Eropa, yang rela datang jauh-jauh untuk merasakan sensasi melihat buaya dari jarak dekat.
Andang, penduduk Suka Makmur, Kecamatan Singkil, yang memulai mengubah tantangan menjadi peluang penghasil cuan.
Menggandeng Dayah sebagai juru mudi perahu, kedua penduduk daerah aliran sungai itu, membuka layanan wisata petualangan Eropa melihat buaya.
"Wisatawan Eropa sangat senang, karena mereka tahu buaya merupakan predator. Tapi di daerah kita bisa dilihat,” terangnya.
“Turis Eropa juga menyukai sungai dan alam yang masih terjaga," kata Andang.
Peluang itu, sudah seharusnya dapat dikemas lebih memikat lagi agar memberikan multiplier effect (efek pengganda) ekonomi.(*)
Liputan Eksklusif Aceh
buaya
habitat buaya
sarang buaya
konflik buaya dan manusia
Aceh Singkil
Serambinews.com
Serambi Indonesia
Penumpang Lompat dari KMP Aceh Hebat 2 Sudah Dipulangkan |
![]() |
---|
Lompat dari Kapal Laut, Penumpang KMP Aceh Hebat Merasa Ada Orang Bersenjata Ingin Mencelakainya |
![]() |
---|
AWPF Dukung Penyegelan Hotel, Minta Pemko Banda Aceh Perkuat Edukasi dan Pemberdayaan Perempuan |
![]() |
---|
GM Kyriad Hotel Dukung Langkah Pemko Tegakkan Syariat di Banda Aceh |
![]() |
---|
MPU Sarankan Kabupaten/Kota Lain Tiru Banda Aceh Segel Hotel Langgar Syariat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.