Setya Novanto Dapat Remisi 28 Bulan dan 15 Hari Sebelum Bebas Bersayarat dari Lapas Sukamiskin

Selain itu, dia menjelaskan, Setnov juga sudah melunasi denda maupun uang pengganti atas kerugian negara

Editor: Faisal Zamzami
KOLASE Tribunnews/KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
BEBAS BERSYARAT: Terpidana kasus korupsi E-KTP Setya Novanto (Setnov) kini bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat, Sabtu (16/8/2025). Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan peninjauan kembali (PK), batas hukuman Setnov sudah melampaui waktu. 

SERAMBINEWS.COM - Terpidana kasus korupsi yang juga bekas ketua DPR, Setya Novanto alias Setnov, telah dibebaskan dari tahanan pada Sabtu (16/8/2025), sehari sebelum peringatan HUT Ke-80 RI.

Terpidana kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) Setya Novanto mendapat pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat (Jabar).

Mantan ketua umum Partai Golkar itu dapat bebas lebih cepat karena berkelakuan baik selama menjalani hukuman.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Mashudi, mengungkapkan Setnov mendapat remisi 28 bulan dan 15 hari sebelum dinyatakan bebas bersyarat pada Sabtu (16/8).

“Itu 28 bulan 15 hari,” kata Mashudi saat ditemui di Lembaga Pemasyarakatan Kelas Salemba, Jakarta, Minggu (17/8/2025), dikutip dari Antara.

Selain itu, dia menjelaskan, Setnov juga sudah melunasi denda maupun uang pengganti atas kerugian negara yang dia sebabkan dalam tindak pidana korupsi pengadaan KTP elektronik.


“Ia telah membayar subsider, yaitu bahwa kerugian negara sudah dibayar sehingga surat KPK sudah melayangkan ke kami, kami wajib memproses,” ucapnya.

Ia mengatakan semua narapidana tanpa terkecuali berhak mendapatkan remisi maupun bebas bersyarat, asalkan telah memenuhi syarat.


“Tanpa ada pilih kasih pada kasus apapun. Semua warga binaan kita mendapatkan,” ujarnya.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Barat Kusnali mengatakan meski Setnov telah bebas, namun statusnya masih dalam masa pembebasan bersyarat. Setnov baru bebas murni pada 2029.

"Dia wajib lapor setiap bulan hingga masa percobaan berakhir pada 29 April 2029. Dia baru bisa dikatakan bebas murni setelah 2029. Saat ini, masih dalam pengawasan," kata Kusnali.

Baca juga: Setya Novanto Bebas Bersyarat Karena Berkelakuan Baik, Rugikan Negara Rp 2,3 Triliun Korupsi e-KTP

Setnov yang sejauh ini telah dipenjara 8 tahun di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin atas kasus korupsi proyek KTP elektronik atau E-KTP, sebetulnya divonis hukuman 15 tahun penjara.

Namun, melalui putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung yang diputus pada 4 Juni 2025, hukuman Setnov dikurangi jadi 12 tahun 6 bulan.

Dalam amar putusan PK, Setnov juga dijatuhi denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan, serta uang pengganti Rp49 miliar subsider dua tahun penjara.

"Semua kewajiban tersebut telah diselesaikan Novanto. Dia mendapatkan pembebasan bersyarat per 29 Mei 2025 dan mulai menjalani pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025," ucap Kusnali.

Kusnali menambahkan, Setnov belum bisa menggunakan hak pilih ataupun hak untuk mencalonkan diri dalam jabatan publik.

Sesuai dengan regulasi, hak politiknya baru bisa dipulihkan lima tahun setelah masa pidana selesai.

Sementara itu, Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Ditjenpas, Rika Aprianti, mengatakan Setnov bebas bersyarat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan tanggal 15 Agustus 2025 Nomor PAS-1423 PK.05.03 Tahun 2025.

Selain telah melunasi denda dan uang pengganti, Setnov juga dinyatakan memenuhi persyaratan administratif dan substantif, yakni berkelakuan baik, aktif melakukan pembinaan, menunjukkan penurunan risiko, serta telah menjalani 2/3 masa pidana.

 
Persyaratan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 22/2022 tentang Pemasyarakatan.

 

Baca juga: Setya Novanto Bebas Bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Hukumannya Disunat, Rugikan Negara Rp 2,3 T

Alasan Setya Novanto dapat pembebasan bersyarat

Setya Novanto mendapat pembebasan bersyarat karena berkelakuan baik selama menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, salah satunya dengan menginisiasi program klinik hukum.

Menurut Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakat Ditjen Pemasyarakatan Rika Aprianto, program tersebut sudah mendapat persetujuan dari pihak lapas.

“Seperti peer educator-lah (pendidik sebaya). Warga binaan support (mendukung) warga binaan,” kata Rika dikutip dari Antara, Minggu (17/8/2025).

Rika menambahkan, eks Ketua Umum Partai Golkar tersebut juga aktif dalam program ketahanan pangan di lapas.

Selain itu, Setya Novanto mengikuti program kemandirian dan pembinaan spiritual secara baik.

Setelah bebas bersyarat, status Setya Novanto sebagai narapidana berubah menjadi klien pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan Bandung.

Ia juga wajib lapor setidaknya satu kali dalam sebulan.

“Semua warga binaan yang diberikan program kebebasan bersyarat. Itu juga dicek pertimbangan-pertimbangannya. Jadi bukan hanya Setnov, ya, yang lain-lainnya juga sama,” jelas Rika.

Hak politik Setya Novanto dicabut selama 2,5 tahun

Rika menambahkan, hak politik Setya Novanto dicabut selama 2,5 tahun walau mendapat pembebasan bersyarat.

Pencabutan hak politik terhitung sejak ia bebas murni pada 2029 mendatang.

Rika menyampaikan bahwa pihaknya hanya menjalankan putusan pengadilan terkait vonis MA atas permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Setya Novanto.

“Kalau kami, kan, melaksanakan putusan pengadilan, ya, bahwa diputus dicabut hak politiknya 2,5 tahun itu setelah berakhir masa bimbingan. Artinya, setelah bebas, kan, bebas murninya itu setelah berakhir masa bimbingan,: jelas Rika dikutip dari Antara, Minggu (17/8/2025).

“Secara aturannya seperti itu, berdasarkan putusan pengadilan. Sekali lagi, bukan aturan dari kami, tapi berdasarkan putusan pengadilan seperti itu,” pungkasnya.

Adapun, Setya Novanto sebelumnya divonis 15 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

 Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai 7,3 juta dollar AS karena terbukti melakukan korupsi dalam kasus e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

Namun, MA menyunat hukuman Setya Novanto menjadi 12 tahun enam bulan penjara dan mengubah pidana denda menjadi Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

MA juga mewajibkan narapidana mengganti uang sebesar 7,3 dollar AS yang dikompensasi sebesar Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik KPK dan disetorkan.

 Dengan dasar itulah, kewajiban membayar uang pengganti tersisa Rp 49 miliar subsider dua tahun penjara.

 

 

Kilas Balik Kasus e-KTP

Setya Novanto sebelum terseret kasus korupsi e-KTP merupakan sosok yang sudah malang-melintang di kancah perpolitikan Indonesia.

Karier politiknya dimulai sebagai kader Kosgoro pada 1974 dan menjadi anggota DPR Fraksi Partai Golkar untuk pertama kalinya pada 1998.

 Sejak saat itu, ia enam periode berturut-turut selalu mengamankan kursi di parlemen hingga 16 Desember 2015.

Setya Novanto juga merupakan sosok yang pernah menduduki kursi Ketua Umum Partai Golkar (17 Mei 2016 – 13 Desember 2017) dan Ketua DPR (30 November 2016 – 11 Desember 2017).

Singkat cerita, nama Setya Novanto menjadi tersangka kasus mega proyek e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 Juli 2017.

Kasus korupsi e-KTP sendiri bermula saat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 2009 merencanakan pengajuan anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP).

Salah satu komponen program penyelesaian SIAP tersebut adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Pemerintah pun menargetkan pembuatan e-KTP dapat selesai pada 2013.

Proyek e-KTP merupakan program nasional dalam rangka memperbaiki sistem data kependudukan di Indonesia.

Dilansir dari Kompas.com, Jumat (4/2/2022), lelang e-KTP dimulai sejak 2011, tetapi banyak bermasalah karena terindikasi banyak penggelembungan dana.

Kasus korupsi e-KTP pun terendus akibat kicauan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

KPK kemudian mengungkap adanya kongkalikong secara sistemik yang dilakukan oleh birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN, hingga pengusaha dalam proyek pengadaan e-KTP sepanjang 2011-2012.

Akibat korupsi mega proyek secara berjemaah ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun.

Keterlibatan Setya Novanto semakin kuat setelah namanya disebut dalam sidang perdana kasus tersebut dengan dua mantan pejabat Kemendagri, yakni Sugiharto dan Irman sebagai terdakwa.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.

Setelah melalui serangkaian proses hukum, majelis hakim memberikan vonis kepada para pelaku atas keterlibatan dalam tindak pidana korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Delapan pelaku telah divonis bersalah oleh pengadilan dan mendapat hukuman berbeda tergantung sejauh mana keterlibatan mereka.

Adapun Setya Novanto divonis 15 tahun penjara pada 24 April 2018.

 

Baca juga: Viral Murid SD di Nagan Panjat Tiang Bendera di HUT Ke-80 RI, Bercita-cita Jadi Tentara Atau Polisi

Baca juga: VIDEO - Setnov Raih Bebas Bersyarat karena Dirikan Klinik Hukum dan Aktif Berkebun

Baca juga: Buruan Klaim! Kode Redeem FF Free Fire 18 Agustus 2025, Ada Bundle Madara dan Senjata Eksklusif!

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved