Opini
Abu Paya Pasi dan Menghidupkan Masjid Raya
Masjid Raya Baiturrahman terlalu besar nilainya jika hanya diperlakukan sebagai monumen sejarah dan destinasi wisata.
Jika Masjid Raya kembali ke tradisi ini, Aceh bisa melahirkan generasi cerdas yang tak hanya berilmu, tetapi juga tunduk pada Allah. Masjid Raya dan kampus adalah dua sisi mata uang yang sama: lahirnya intelektualitas yang tidak memupuk kesombongan, melainkan menundukkan kepala lebih rendah dari pantatnya sendiri, sebagai simbol ketaatan tertinggi. Aceh punya Masjid Raya; dunia Islam punya al-Qarawiyyin dan al-Azhar.
Kini giliran kita: apakah Masjid Raya hanya menjadi monumen untuk difoto, ataukah ia akan kembali menjadi pusat ilmu dan peradaban, menyalakan cahaya yang membimbing umat seperti masjid-masjid legendaris itu?
Pergantian Imam Besar Masjid Raya adalah momentum emas. Jika kita berani menghidupkan kembali ruh masjid—dengan ilmu, dakwah, dan pasar yang halal—maka Masjid Raya akan kembali menjadi mercusuar Islam di Asia Tenggara. Dari halaman Masjid Raya harus terpancar cahaya yang menghidupkan umat, bukan sekadar lampu hias untuk memanjakan kamera wisatawan. Masjid Raya adalah jantung Aceh. Ia hanya akan benar-benar hidup jika denyut umat mengalir di dalamnya.
Jangan usir pedagang kecil. Rangkul mereka. Jadikan mereka bagian dari denyut masjid. Karena dari mereka, masjid hidup. Dan dari masjid yang hidup, lahirlah peradaban yang akan kembali menerangi dunia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.