Liputan Eksklusif Aceh

Kepala MTsS Harapan Bangsa: Masalah Anak Putus Sekolah Butuh Satgas Khusus dan Dukungan Nyata

Menurutnya, kondisi ekonomi yang morat-marit dan tidak menentu, ditambah dengan tanggungan keluarga besar, membuat banyak siswa terpaksa...

Penulis: Sadul Bahri | Editor: Eddy Fitriadi
SERAMBINEWS.COM/SA’DUL BAHRI
Kepala MTsS Harapan Bangsa Meulaboh, Suandi MA. Kepala MTsS Harapan Bangsa: Masalah Anak Putus Sekolah Butuh Satgas Khusus dan Dukungan Nyata. 

Laporan Sa’dul Bahri | Aceh Barat

SERAMBINEWS.COM, MEULABOH – Kepala MTsS Harapan Bangsa (HBS) Meulaboh, Aceh Barat, Suandi MA, menilai fenomena anak putus sekolah di Kabupaten Aceh Barat tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi, tetapi juga karena kompleksitas persoalan keluarga seperti kurangnya dukungan, kondisi broken home, hingga beban ekonomi yang dialihkan ke anak-anak.

“Saya pikir pihak sekolah terus melakukan pendekatan agar siswa tetap mendapat pendidikan. Tapi kadangkala anak sendiri yang harus jadi tulang punggung ekonomi karena orang tuanya sakit,” kata Suandi kepada Serambinews.com, Jumat (22/8/2025) merespon terkait persoalan ana-anak yang putus sekolah.

Menurutnya, kondisi ekonomi yang morat-marit dan tidak menentu, ditambah dengan tanggungan keluarga besar, membuat banyak siswa terpaksa meninggalkan bangku sekolah lebih awal. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pihak sekolah yang sebenarnya terus memantau kehadiran dan perilaku siswa melalui absensi serta komunikasi aktif dengan orang tua.

“Kami selalu pantau kehadiran siswa. Jika ada yang sering tidak masuk, orang tuanya akan kami panggil. Namun realitas di lapangan, banyak orang tua sebenarnya ingin anak mereka sekolah, tapi terpaksa menarik anaknya karena kebutuhan keluarga,” ujarnya.

Baca juga: Kepala SMP Muhammadiyah Meulaboh: Tidak Ada Nama Wika Anjani di Data Sekolah

Perlu Satgas dan Anggaran Khusus

Melihat situasi ini, Suandi mengusulkan pentingnya pembentukan Satuan Tugas (Satgas) khusus di tingkat gampong untuk memantau dan menangani anak-anak yang berisiko putus sekolah. Menurutnya, tanpa pemantauan di lapangan secara langsung, banyak kasus bisa luput dari perhatian.

“Perlu ada satgas yang turun langsung ke gampong-gampong, yang bisa mendata dan mendampingi anak-anak yang terancam putus sekolah,” tegasnya.

Selain itu, ia juga mendorong adanya kerja sama lintas sektor, baik dari pihak sekolah, pemerintah desa, dinas sosial, hingga tokoh masyarakat untuk bersama-sama menekan angka anak putus sekolah yang kini menjadi perhatian serius di Aceh Barat yang mencapai ribuan orang.

Tidak kalah penting, ia juga menekankan perlunya pengalokasian anggaran khusus bagi anak-anak yang secara ekonomi kurang beruntung agar mereka tetap memiliki akses ke pendidikan yang layak.

“Anak-anak ini butuh dukungan nyata, bukan hanya semangat. Mereka harus dibantu secara konkret agar bisa kembali ke sekolah,” pungkas Suandi.

Sebelumnya diberitakan, sebanyak 1.106 anak di Aceh Barat tercatat putus sekolah, yang disebabkan berbagai faktor termasuk ekonomi, tidak adanya akses pendidikan umum di beberapa pesantren, hingga anak yang lebih memilih bekerja. Pemerintah telah membuka peluang pendidikan alternatif melalui program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), namun pendekatan berbasis komunitas dinilai masih sangat dibutuhkan.(*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved