Opini

Konflik Manusia dan Satwa di Aceh

BERDASARKAN data dari BKSDA Aceh yang terpublikasi melalui Mongabay 27 Desember 2023, dari 2019 hingga Oktober 2023

|
Editor: mufti
IST
Dede Suhendra, Pegiat Lingkungan Hidup 

Sebaliknya jika menggunakan diksi interaksi, posisinya menggambarkan ada dominasi dan toleransi pada kondisi tertentu, dan ini memiliki kecenderungan mengarah pada kepentingan manusianya. Misalnya saja, konflik direspons sebagai terjadinya interaksi yang kurang harmonis antara manusia dan satwa, dimana posisi satwa lebih diposisikan sebagai penyebabnya. Menariknya ini sejalan dengan analisis dari Halliday dalam “New way of meaning the challenge to Applied Linguistik” (2021) bahwa aspek bahasa bisa saja bersekongkol dengan dampak buruk bencana ekologis.

Dengan kata lain ingin dikatakan, bahwa bahasa memiliki pengaruh memicu terjadinya bencana ekologis. Oleh karena itu, diksi konflik untuk memperjelas posisinya dan dalam rangka mencari solusinya yang mengacu pada prinsip kesetaraan dan keadilan.

Mengubah cara pandang, mengembangkan pengelolaan hidup berdampingan serta menggunakan diksi atau bahasa yang tepat bisa menjadi arah dalam pengelolaan konflik manusia dan satwa. Namun semua itu juga memerlukan komitmen, konsistensi dan aksi khususnya dari Pemerintah, maupun dunia usaha, dan tentunya masyarakat baik pada tingkat tapak maupun publik secara umum. Jika ini bisa dilakukan, konflik manusia dan satwa akan bisa dikelola secara baik, dan disisi lain ekologi juga akan terjaga dengan baik.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved