Bupati Abdya Akmal Ibrahim Tulis Kisah Menyakitkan yang Dialaminya

Penulis: Amirullah
Editor: Amirullah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Akmal Ibrahim bersama istrinya usai putusan bebas

3. Pagi di Jakarta, saya dapat telepon, beberapa orang pegawai umum, satpol PP, dan orang2 pakaian preman, mendatangi rumah saya di Guhang. Saat itu, anak2 saya sudah berpakaian sekolah ingin berangkat. Mereka menyita satu honda bebek butut dan satu meja makan tua di halaman belakang rumah.

Meja itu biasa dipakai oleh anak2 Satpol PP yg piket di rumah, sedangkan honda dipakai untuk mengantar anak2 sekolah. Penjaga rumah saya minta agar hondanya diserahkan siangnya saja, namun petugas berkeras tak mau. Akhirnya penjaga rumah saya harus lari2 cari becak.

Ternyata honda itu bukan inventaris bupati, tapi PKK, dan penjaga rumah saya masih aktif sebagai bendahara PKK. Mestinya yg sita itu bukan bagian umum dan satpol pp, tapi PKK.

4. Suatu pagi menjelang siang di desa Ikhulung, saya dan teman2 sedang membajak petak terakhir sawah untuk menanam semangka dan bawang, dengan hand traktor yg kami sewa dari seorang warga ikhulung. Seorang berpakaian pegawai datang dan meminta hand traktor. Sementara di pinggir jalan, satpol PP dan sejumlah orang dengan gaya preman, menonton adegan itu.

Terjadi negoisasi dengan pekerja saya, agar kami bisa menyelesaikan petak terakhir, paling satu dua jam lagi. Tidak bisa, ini perintah, kata petugas berpakaian pegawai.
Mulai terjadi pertengkaran. Karena khawatir terjadi perkelahian, saya bilang, kasih saja traktornya, petak sawah terakhir itu kita cangkul saja.

Saya belajar banyak dan mengambil hikmah dari rangkaian peristiwa itu. Alhamdulillah, dalam keseharian saya masih bisa menyalami dan minum kopi bersama dengan orang2 yg menyakiti ini, seperti tak pernah terjadi apa2.

Kawan2, sekitar 3 minggu lagi, saya akan dilantik kembali pada jabatan yg sama, menggantikan Pak Jufri yg juga akan berakhir 3 pekan ke depan.

Cukup saya sebagai bupati definitif pertama yg mengalami ini, karena kala itu kita masih tahap belajar "berkabupaten". Sekarang pasti kita sudah lebih paham sehingga bisa lebih bijak, dan tidak mewariskan dendam pribadi, para pengikut, serta simpatisan kita.

Berbagi sayang, dan merasa-rasa itu pasti lebih baik untuk fondasi kabupaten kita yg masih berusia seumur jagung, agar masa depan yg cerah ini, tidak terus berlepot luka......
Mari merenung dan jujur melakukannya........."

Berita Terkini