Mereka tidak ingin melihat mayat anak mereka sendiri. Dan untuk ini kita harus siap. Kami, IHH, akan berusaha melakukan persiapan. Namun kemampuan kami saja tidaklah cukup. Kami memanggil semua orang termasuk; komunitas religi, NGO untuk membantu masyarakat Idlib.”
Kembali ke soal “jalan lurus Erdogan” di Idlib.
Kita patut menyebut kebijakan berani Erdogan di Idlib tersebut sebagai jalan yang lurus mengingat bahwa upaya Erdogan melindungi Idlib adalah sebagai realisasi atas kesepakatan Astana yang memasukkan Idlib dalam zona de eskalasi, zona yang harus dilindungi dari serangan militer.
Artinya, kesepakatan Astana yang disepakati Turki, Iran dan Rusia, hanya Turki yang memegang teguh perjanjian dan kesepakatan tersebut.
Sementara Rusia dan Iran jelas-jelas mengkhianatinya.
Dengan menjaga kesepakatan Astana, bukankah Erdogan jelas sedang berjalan di atas jalan yang lurus?
Meskipun tinggal Turki sendiri yang berkomitmen atas kesepakatan tersebut.
Selanjutnya, jika benar Turki tidak akan berada di pinggir lapangan menyaksikan pembantaian di Idlib oleh rezim Bassar Assad, Rusia dan Iran, maka kebijakan Erdogan ini secara kemanusiaan sangat bisa dipahami sebagai kebijakan kemanusiaan tertinggi yang patut diapresiasi.
Sebab, di satu sisi, Turki ingin mencegah sekuat tenaga gelombang pengungsi yang bakal memasuki Turki.
Kehidupan dalam pengungsian tentu tidak lah ideal sebagus apapun Turki melayani pengungsi Suriah.
Di sisi lain, Turki sedang ingin melindungi 2,5 juta penduduk Idlib dari pembantaian.
Bagaimana pun, 2,5 juta warga Idlib itu adalah orang Suriah asli yang seharusnya nyawa mereka dilindungi oleh rezim Bassar Assad.
Di atas kertas, Turki mungkin tidak akan mampu membendung serangan Rusia dan Iran di Idlib.
Apalagi, pada saat yang sama, Turki juga sedang terlibat ketegangan dengan Amerika Serikat, seperti dijelaskan di atas.
Jadi praktis Turki tidak punya kawan dalam persoalan Idlib.