SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengirimkan surat kepada Presiden RI Joko Widodo terkait pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol Banda Aceh-Sigli pada Selasa (2/10/2018).
Hal itu disampaikan anggota Komisi I DPRA membidangi politik, hukum, pemerintahan, keamanan, dan pertanahan, Iskandar Usman Al-Farlaky, kepada Serambinews.com, Kamis (4/10/2018).
“Ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi yang kami sampaikan dalam pertemuan yang melibatkan para pihak di ruang Banmus DPRA beberapa waktu yang lalu,” kata Ketua Fraksi Partai Aceh itu.
Sebelumnya, DPRA melalui Komisi I yang membidangi pertanahan menerima delegasi masyarakat yang memprotes harga ganti rugi tanah pembangunan tol yang dinilai terlalu rendah.
Politisi muda Partai Aceh ini mengatakan, pihaknya akan terus mengawal pasca-pertemuan apakah pihak PPK Pembangunan jalan tol dan KJPP menindaklanjuti hasil pertemuan atau tidak.
“Kami terima informasi dari perwakilan masyarakat bahwa ada pertemuan lanjutan antara pihak masyarakat dan panitia serta PPK di salah satu kantor camat di Aceh Besar, tapi tetap tidak ada jalan keluarnya, malah masyarakat diarahkan menggugat ke pengadilan,” jelasnya.
Lahan Jalan Tol Dihargai Rendah
Pusat Harus Lebih Serius Bangun Jalan Tol di Aceh
VIDEO - Melihat Proyek Jalan Tol Aceh
Karena itu, kata Iskandar, dalam surat DPRA kepada Presiden, salah satu yang disampaikan adalah agar ada kebijakan baru supaya masyarakat di Aceh Besar tidak merasa dirugikan.
Pasalnya, kata Iskandar, harga satuan ganti rugi tanah yang dihitung KJPP sangat rendah, yakni antara Rp 12.000 sampai Rp 40.000 per meter.
Padahal dari proses ganti rugi tahun-tahun sebelumnya untuk pembangunan SMK Penerbangan serta untuk lahan Angkatan Udara berkisar Rp 73.000 sampai Rp 130.000 per meter.
Iskandar menyebutkan, surat yang dikirimkan kepada Presiden juga ditembuskan kepada Sekretaris Negara, Mendagri, Menteri Agraria dan Tata Ruang RI, Menteri PU dan Perumahan Rakyat, Plt Gubernur Aceh, Kepala BPN Aceh, Kepala Dinas Pertanahan Aceh, Kepala Biro Hukum Setda Aceh, dan Kepala Biro Tapem Setda Aceh.
“Surat yang kami sampaikan ini tertanggal 28 September 2018 diteken oleh T Irwan Djohan, salah satu unsur pimpinan DPR Aceh,” kata Iskandar Usman kepada Serambinews.com siang tadi.
Dana Tol Aceh Tahap I Diusul Rp 350 Miliar
Tol Aceh jangan Seperti “Abu Nawas”
Lagi Ramai Tol Jokowi, Zara Zettira Unggah Data Jalan Tol dari Tahun 1978 hingga 2014
Dia menjelaskan, DPRA sangat mendukung percepatan pembangunan serta proyek strategis nasional yang ada di Aceh untuk mendukung peningkatan perekonomian masyarakat.
“Namun semua itu tentunya tetap memperhatikan kearifan lokal, sehingga tidak menimbulkan masalah yang lebih besar di kemudian hari yang ujung-ujung yang capek juga pemerintah nantinya. Warga juga mendukung pembangunan, tapi mereka meminta agar harga ganti rugi itu masuk akal,” demikian Iskandar Usman Al-Farlaky.
Sebelumnya, DPRA telah memanggil pihak-pihak terkait pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tol Aceh, pada Kamis (6/9/2018), di Gedung DPRA.
Dari hasil pertemuan itu, Komisi I DPRA merekomendasikan dilakukannya peninjuan ulang penetapan harga tanah masyarakat yang akan dibebaskan karena diduga cacat prosedur.
Jika tidak ditindaklanjuti DPRA akan menyurati Presiden serta Kementerian terkait di Jakarta.
Gempa dan Tsunami di Aceh Tahun 2004 dan Palu Tahun 2018, Kekuatan hingga Dana Bantuan
Terungkap! Tsunami Palu Terjadi 6 Menit Setelah Gempa 7,4 SR Mengguncang Sulawesi Tengah
Setelah Gempa, 47,8 Hektar Wilayah Palu Amblas, Lebih dari 5000 Bangunan Rusak
Dari pertemuan pihaknya dengan masyarakat dari beberapa desa di Kecamatan Blang Bintang dan pihak-pihak terkait seperti PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) Pembangunan Jalan Tol Banda Aceh-Sigli, Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP), serta Badan Pertanahan Aceh diketahui ada terdapat kekeliruan pada proses ganti rugi, terutama terkait dalam musyawarah dengan masyarakat.
Pihak PPK, kata Iskandar, dalam musyawarah pertama dengan warga ditanyakan berapa harga tanah warga untuk pembebasan tersebut. Namun dalam musyawarah itu, pihak PPK tidak memberikan jawaban karena menunggu penilaian dari KJPP.
Dalam pertemuan selanjutnya ternyata masyarakat tidak diberikan informasi seperti yang dijanjikan, malah disodorkan kertas harga satuan harga tanah yang telah ditetapkan untuk disetujui atau tidak.
Kemudian bagi yang tidak setuju diarahkan untuk ke pengadilan.
"Ini yang menjadi persoalan, karena masyarakat kita ini tentu tidak mengetahui bagaimana peraturan pemerintah dan undang-undang. Jika dihadapkan ke pengadilan ini tentunya juga menjadi persoalan. Di situ yang menjadi kekeliruan dan kami menduga cacat prosedur,” ungkapnya.
Rupiah Tembus di Atas Rp 15.000, Luhut: Nggak Ada Masalah, Kenapa Mesti Risau?
Kepala BNN Banda Aceh: Jomblo Rentan Terkena Godaan Penyalahgunaan Narkoba
Donald Trump Sebut Arab Saudi Tidak Akan Bertahan Lebih dari 2 Minggu Tanpa Bantuan Militer AS
Selain itu, Iskandar juga mengatakan, pihak KJPP menjelaskan harga tanah yang berdekatan dengan jalan raya dan besertifikat paling tinggi dihitung Rp 260 ribu per meter. Namun, dari keterangan masyarakat ada tanah yang besertifikat dan dekat jalan raya harganya dihitung hanya Rp 44 ribu.
“Ini menjadi persoalan, berarti ini ada kekeliruan dalam penghitungan yang dilakukan KJPP. Untuk itu terkait proses ini, kami dari Komisi I DPRA akan mendorong dan merekomendasikan nantinya secara kelembagaan untuk dievaluasi ulang proses teknis dan mekanisme penghitungan yang dilakukan KJPP dan PPK pembangunan jalan tol Banda Aceh-Sigli,” katanya.(*)