Namun, karena popularitasnya, obat ini sampai tidak diregulasi dan hanya memiliki sedikit uji klinis untuk menilai keamanan dari efek sampingnya.
Kratom sendiri sudah dilarang untuk dikonsumsi di Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Sedangkan Otoritas Kesehatan Amerika Serikat, melarang importir obat-obatan ini karena dikaitkan dengan puluhan kematian.
Serta memperingatkan hal itu dapat memperburuk epidemi opioid yang mematikan.
Opioid adalah senyawa yang ditemukan di Kratom, yang membuat pengguna kecanduan menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan AS.
Meski demikian, bagi para petani di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, produksi dan permintaan Kratom naik.
Sehingga mereka mulai pindah dari komoditas tradisional seperti karet dan minyak kelapa sawit ke Kratom.
Sekitar 90% pengiriman dari Kalimantan Barat adalah Kratom yang dijual ke Amerika Serikat.
Baca: Pernah Dibawakan Bareng Yuni Shara, Kini Raffi Ahmad Ajak Nagita Nyanyikan Lagu ‘50 Tahun Lagi’
Baca: Berpenghasilan Fantastis, Bocah 6 Tahun Ini Jajan Rumah Seharga Rp 100 Miliar
Baca: TNI Ungkap Dugaan Adanya Oknum KKB Papua Susupi Instansi Pemerintah untuk Pasok Senjata
Sebabkan 152 orang meninggal, seorang bayi terlahir menjadi 'pecandu'
Di balik beragam manfaat yang diklaim dapat dihadirkannya, Kratom menyimpan bahaya, layaknya narkoba.
Dilansir dari Health.com, sebanyak 91 orang di Amerika Serikat dikabarkan meninggal, karena overdoses teh kratom.
Tak hanya itu, sepanjang 2017-2018 dilaporkan jika 152 orang meninggal, karena tumbuhan ini.
Sementara itu, seorang ibu melahirkan seorang putra yang
memunculkan gejala putus obat: gelisah, menjerit, dan membutuhkan suntikan morfin agar tetap hidup.
Sang bayi sangat kelaparan akan obat, seperti orang yang sakau.