Kelapa Sawit

Usaha Kelapa Sawit di Subulussalam Antara Harapan dan Kekhawatiran

Penulis: Khalidin
Editor: Taufik Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PETANI menggunakan sampan untuk mengangkut Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di Cok Harimau Kampong Suak Jampak, Kecamatan Rundeng, Kota SUbulussalam. Foto direkam, Sabtu (31/8/2019)

Laporan Khalidin | Subulussalam

SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM - Perkebunan selama ini menjadi  andalan terbesar Kota Subulussalam. Selain memiliki lahan yang luas, sebagian besar penduduk Subulussalam merupakan petani tradisonal.

Salah satu komoditas perkebunan yang menjadi primadona bagi masyarakat di sana adalah kelapa sawit selain karet atau sedikit sektor pertanian.

Berdasarkan catatan Serambi, sejak era 2000-an hingga sekarang, kelapa sawit menjadi komoditas yang terus digeluti masyarakat meskipun belakangan para petani kerap dicekcoki naik turunnya harga Tandan Buah Segar (TBS). 

Pada dekade terakhir ini, kelapa sawit secara perlahan terus menjadi tanaman pavorit petani bahkan para pemodal di Kota Sada Kata itu.

Tak ayal, di lapangan pengembangan perkebunan kelapasawit ini dapat ditemui di hampir seluruh penjuru daerah hasil pemekaran dari Aceh Singkil tersebut. Kondisi ini memicu para petani setempat ikut beralih kepada usaha lain yang dianggap lebih menguntungkan yakni kelapa sawit karena tergiur dengan hasilnya.

Tak hanya itu, para pejabat dan orang-orang berduit di Subulussalam juga terus berpacu membuka perkebunan kelapa sawit termasuk pemodal luar daerah seperti Sumatera Utara.

Bahkan, kini dapat dikatakan, pendapatan utama masyarakat di Subulussalam dari perkebunan kelapa sawit.

Seiring dengan itu, pemerintah turut memberi andil untuk mempromosikan pembangunan perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu upaya peningkatan ekonomi masyarakat, tahun anggaran 2008-2009 hingga 2017 lalu, melalui dana APBA, Otsus bahkan APBK setempat.

Dari alokasi dana tersebut, pemerintah mengalokasikan dana untuk pengembangan perkebunan rakyat berupa kelapa sawit seluas ribuan hektare.

Umar, salah seorang petani kepada Serambi Minggu (1/9) mengatakan besarnya potensi perkebunan kelapa sawit di Kota Subulussalam.

Kilauan investasi perkebunan di Subulussalam menurut Umar selaras dengan potensi sumber daya alam yang ada di daerah tersebut. Selain lahan yang luas dengan potensi sumber daya alam seperti curah hujan, sinar matahari dan topografi sangat mendukung tumbuhnya tanaman perkebunan seperti kelapa sawit.

Sunguh pun demikian lanjut Umar, sebagian besar warga Subulussalam merupakan petani turun temurun dengan pola tanam yang masih sangat tradisional, sehingga pertumbuhan ekonomi rakyatnya juga bejalan lamban.

Untuk memacu ekonomi rakyat melalui perkebunan, Umar  meminta pemerintah setempat agar mengupayakan pola revitalisasi perkebunan rakyatnya.  

Upaya yang bisa dilakukan pemerintah Kota Subulussalam saat ini dengan mendorong agar kelapa sawit menjadi komoditas rakyat bukan perusahaan dengan memperluas kesempatan kepemilikan kebun oleh masyarakat lokal.

Baca: Tak Ada Jembatan, Petani Subulussalam Angkut Kelapa Sawit dengan Perahu

Baca: Ketua Apkasindo Subulussalam: Harga TBS Sawit Harusnya Bisa di Atas Rp 1.180 Per Kg

Baca: BKSDA Subulusalam Evakuasi Orangutan Sumatera dari Perkebunan Kelapa Sawit

Halaman
123

Berita Terkini