Berita Banda Aceh

Saat Ditembak, Prof Safwan Sedang Print Berkas Untuk Calon Gubernur Aceh, Hari Itu Terakhir Daftar

Penulis: Subur Dani
Editor: Jalimin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Cucu Prof Safwan Idris, Muhammad Safwan Safrul (kanan) foto bersama ibunya Kausari Safwan (anak dari Prof Safwan Idris).

Saat Ditembak, Prof Safwan Sedang Print Berkas Untuk Calon Gubernur Aceh, Hari Itu Terakhir Mendaftar

Laporan Subur Dani | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Prof Safwan Idris, Rektor IAIN Ar-Raniry Banda Aceh (sekarang berubah statuta menjadi UIN Ar-Raniry) adalah sosok yang cukup populer di masanya.

Semasa hidup, Ia dikenal seorang akademisi, administrator ulung, ulama, dan pembaharu pendidikan Aceh.

Keilmuannya sungguh tidak diragukan. Safwan muda mampu memadukan ilmu agama dan pengetahuan umum, sehingga di puncak kariernya sebagai akademisi, Ia dinilai seorang intelektual yang juga seorang ulama.

Prof Safwan Idris adalah alumni IAIN pertama yang berkesempatan belajar di negara Paman Sam. Melalui beasiswa Mobil Oil Indonesia, Prof Safwan meraih doktoralnya di University Of Wiconsin Medison, Amerika Serikat.

Mahasiswa Gayo Juga Gelar Aksi di Lhokseumawe untuk Tolak Tambang

Seorang Anggota DPRK Aceh Tengah Emosi, Demo Tolak Tambang Nyaris Rusuh, Ini Penyebabnya

Jadwal Lengkap China Open 2019, Siaran Langsung di TVRI Mulai 18 September

Meski belajar ke negara adikuasa, namun Prof Safwan adalah alumnus dayah tradisional yang lihai membaca kitab-kitab gundul atau kitab tanpa baris (kitab kuning).

Sosok Safwan semasa hidupnya juga paling dicintai oleh berbagai kalangan, mulai dari civitas akademika kampus hingga para mahasiswa.

Di luar kampus, pria kelahiran Siem, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar 5 September 1949 ini juga cukup disegani. Kiprahnya dalam forum nasional hingga internasional cukup mentereng.

Karena itu pula, Prof Safwan sempat dielu-elukan sebagai calon Gubernur Aceh pada tahun 2000.

Intelektualitas hingga kepribadiannya yang ramah dan santun dianggap oleh sebagian kalangan layak menduduki kursi Gubernur Aceh saat itu.

Benar saja, ternyata saat ditembak tersebut, Prof Safwan Idris sedang mempersiapkan curriculum vitae (CV) untuk mendaftar sebagai calon Gubernur Aceh.

Berkas itu, hendak diantar Safwan ke gedung DPRD Provinisi Aceh (sekarang DPRA), karena hari itu adalah batas terakhir mendaftar sebagai calon Gubernur Aceh.

Cerita itu dikisah kembali oleh Safrul Muluk Phd yang tak lain adalah menantu almarhum Safwan Idris. Safrul kini tercatat sebagai dosen di kampus yang dulu dipimpin oleh mertuanya itu.

Isi Tuntutan Pendemo Saat Unjukrasa di Kantor Walikota Lhokseumawe, Copot Kepala Disperindagkop.

“Pagi itu, Bapak sendiri di ruang kerja. Bapak lagi print CV-nya, karena Sabtu (hari itu) terakhir mendaftar sebagai calon Gubernur Aceh,” kata Safrul kepada Serambinews.com, Senin (16/9/2019).

Saat itu, kata Safrul, Gubernur Aceh masih dipilih oleh anggota legislatif atau DPRD Provinisi Aceh, belum sistem pemilihan umum. “Saat itu kan masih dipilih oleh anggota dewan,” katanya.

Namun, berkas itu tak sempat diantar oleh Prof Safwan, karena pagi itu menjadi pagi terakhirnya.

Sang Profesor meregang nyawa setelah dua pelaku—yang hingga kini belum diketahui—menembak Safwan dari jarak dekat di dalam rumahnya.

Seluruh Aceh gempar, Sang Profesor yang digadang-gadang oleh sebagian orang menjadi pemimpin Aceh pergi untuk selamanya.

Pagi itu menjadi pagi berdarah yang tak meninggal bekas para pelakunya.

Safrul Muluk mengatakan, rencana mertuanya menjadi salah satu calon Gubernur Aceh saat itu terbetik, setelah beberapa anggota DPRD Provinsi Aceh menemuinya dan memintanya agar bersedia dicalonkan.

“Kalau saya tidak salah, hari Kamis apa hari Jumat, ada anggota DPRD yang menemui beliau, mereka ngobrol untuk, Bapak mau dicalonkan sebagai Gubernur Aceh,” katanya.

Safrul tidak tahu apakah Prof Safwan saat itu mau atau tidak, tapi yang jelas Prof Safwan menyiapkan CV-nya pagi Sabtu 16 September itu.

Namun menurut cerita yang didengar Safrul Muluk, ayah dari Prof Safwan yakni Abu Idris  tidak mengizinkannya.

“Abu Idris tidak membolehkan, sampai-sampai anggota DPRD itu datang menemui Abu Idiris untuk meminta izin, mereka datang ke rumah di Lamreung. Itu salah satu anggota DPRD cerita ke saya,” kisah Safrul.

Safrul hanya mengetahui ceritanya sampai di situ. “Intinya mereka meminta izin kepada Abu Idris, dikasih atau tidak saya tidak tahu lagi. Yang jelas Bapak print CV hari itu,” pungkas Safrul Muluk, alumnus McGill University, Canada yang juga istri dari Kausari Safwan, anak pertama Prof Safwan Idris. (*)

Mahasiswa Gayo Juga Gelar Aksi di Lhokseumawe untuk Tolak Tambang

Ekubi Gelar Workshop Menulis Karya Ilmiah untuk Pemuatan di Jurnal Internasional

Marching Band SDN 1 Lambheu Sabet Dua Juara Pertama Piala Gubernur Aceh

Berita Terkini