Bendera Aceh

Surat Dianggap tak Ada, YARA: Mendagri tak Berwenang Batalkan Qanun Bendera dan Lambang Aceh

Penulis: Subur Dani
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua YARA, Safaruddin membentangkan bendera Aceh, saat mendaftarkan gugatan terhadap Gubernur dan DPRA di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Selasa (12/4/2016).

Laporan Subur Dani | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Setelah mendesak Plt Gubernur Aceh dan DPRA untuk mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) untuk pelaksanaan Qanun Bendera dan Lambang Aceh, Yayasan Advokasi Rakyat Aceh juga angkat bicara terkait surat Mendagri yang membatalkan qanun itu.

Ketua YARA, Safaruddin mengatakan, terhadap surat pembatalan qanun dari Mendagri yang bulan lalu sempat beredar dianggap tidak berwenang membatalkan Qanun Bendera dan Lambang Aceh.

"Qanun itu tak berwenang membatalkan Qanun Bendera Aceh apalagi surat tersebut telah ditolak keberadaannya oleh Pemerintah Aceh dan DPRA karena sampai saat ini surat aslinya belum diterima, baik oleh Pemerintah Aceh maupun DPRA," kata Safaruddin kepada Serambinews.com, Minggu (6/10/2019).

Bahkan YARA menganggap surat Mendagri tentang pembatalan Qanun Bendera dan Lambang itu sudah dianggap tidak ada.

Baca: YARA Desak DPRA Panggil Plt Gubernur untuk Terbitkan Pergub Qanun Bendera, Ini Alasannya

Baca: Hendra Budian: Bicara Aceh Tidak Hanya Bendera dan Lambang

Baca: BREAKING NEWS: Sejumlah Ketua DPD PAN Buka Segel Kantor DPW PAN Aceh

"Selain tidak ada kewenangannya untuk membatalkan qanun juga surat tersebut diragukan keberadaannya apalagi Pemerintah Aceh dan DPRA sampai saat ini belum menerima surat asli tersebut," tutup Safar.

Seperti diketahui, polemik Qanun Bendera dan Lambang Aceh cukup menyita perhatian publik di Aceh dan selalu menjadi isu menarik dibahas.

Polemik ini kembali hangat saat dua bulan lalu, soft kopi surat atas nama Kemendagri beredar di dunia maya.

Surat Nomor: 188.34/2723/SJ itu dikeluarkan 26 Juli 2016 dan menyatakan membatalkan Qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.

Sontak, surat itu mengagetkan publik di Aceh, terutama para politisi Partai Aceh yang selama ini vokal memperjuangkan bendera dan lambang Aceh.

DPRA menganggap, surat yang muncul tiba-tiba itu janggal, meski dikeluarkan pada Juli 2016 dan ditembuskan ke DPRA, namun hingga kini DPRA belum pernah menerimanya.

Begitu juga pihak Pemerintah Aceh, Plt Gubernur Aceh juga mengaku dalam sebuah rapat di DPRA belum pernah melihat fisik surat tersebut. 

Sebelumnya Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh Safaruddin mendesak Plt Gubernur Aceh segera menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) untuk pelaksanaan Qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.

Safaruddin juga mendesak anggota DPRA untuk memanggil Plt Gubernur Aceh guna membahas dan meminta agar Pergub Qanun Bendera segera diterbitkan.

Menurut YARA, polemik Qanun Bendera selama ini cukup menguras energi, waktu, dan biaya dibanding qanun lainnya.

Halaman
12

Berita Terkini