Di dalam ruangan tes kami harus menanti 30 menit, baru ujian dimulai, dengan mamasukkan pin yang diberikan oleh panitia sekitar 20 detik sebelum ujian berlangsung. Selama 30 menit di ruangan tentu membosankan karena tanpa aktivitas, apalagi menunggu tiba waktu ujian. Juga tak boleh berisik di dalam ruangan dan tak boleh banyak ngobrol dengan kawan di sebelah.
Beruntung, di atas meja telah disediakan pulpen dan selembar kertas. Saya merasa, harus memanfaatkan waktu 30 menit ini untuk mencatat hal-hal penting. Tapi bukan hal yang menyangkut jawaban Tes Kompetensi Dasar (TKD), melainkan mencatat kondisi dan fenomena sebelum tes CPNS berlangsung.
Saya manfaatkan waktu luang untuk menulis, dengan harapan selesai satu artikel selama 30 menit. Info-info penting dan unik dari panitia saya catat dalam bentuk paragraf. Misalnya, panitia menyebut indikator tenang ketika ujian hanya dua: batuk dan suara mouse (tetikus). Tidak mungkin menjawab soal ujian di komputer tanpa suara mouse saat mengeklik. Demikian pula batuk, jarang orang mampu menahan batuk. Jadi, jika ada suara selain batuk dan mouse, maka suasana ujian tergolong tidak tenang dan tidak nyaman.
Sambil menunggu tiba waktu ujian, saya terus menulis di kertas, bahkan sudah penuh tulisan pada kertas yang tersedia. Orang-orang di samping saya merasa heran, melihat kertas penuh coretan/tulisan, padahal ujian belum mulai. Sedangkan kertas hanya disiapkan untuk menjawab soal-soal matematika dan soal logika bergambar.
Sambil menulis, saya perhatikan ke semua sudut ruangan. Gorden hijau menghiasi dinding, warna khas Kementerian Agama. Plafon gedung bermotif menarik. Dan meja tempat 550 unit laptop diletakkan, seperti sengaja disusun khusus untu tes CAT.
Saya memperhatikan secara saksama panitia tes, dalam ruangan hanya ada panitia berseragam Badan Kepegawaian Nasional Republik Indonesia (BKN RI), tidak ada pegawai Kemenag, meskipun yang ikut tes CPNS Kemenag Provinsi Aceh.
Seorang panitia perempuan tanpa jilbab amat antusias melakukan pengawasan. Saya berpikir, kalau muslimah tak mungkin ia membuka aurat, sebab mereka tahu Aceh ini negeri syariat. Mungkin dia panitia nonmuslim yang khusus dikirim dari BKN RI.
Sebelum ujian dimulai, peserta sudah penuh dalam ruangan. Saya membatin: Andai disiplinnya umat Islam menjaga waktu shalat seperti disiplin ikut CPNS, misalnya hadir ke masjid satu jam sebelum azan, tentu Allah amat sayang dan selalu memberikan kebahagian bagi hamba-Nya. Termasuk tidak membawa gawai ke masjid yang dikhawatirkan mengganggu kekhusyukan ibadah, tentu nilai ibadah lebih sempurna.
Tercatat pula, seandainya saya tak lulus atau tida dapat jabatan PNS setelah tes CPNS ini, minimal saya dapatkan satu artikel, selama waktu dua jam berada di lokasi ujian sebelum ujian dimulai. Saya mencatat juga, semoga semua yang ikut tes lulus ujian, jika tidak lulus maka percayalah Allah punya sejuta cara untuk memberikan rezeki bagi hamba-Nya.
Ketika pukul 13.30 WIB tiba, saya sudah selesaikan satu artikel, lebih kurang 800 kata. Kertas bertulis tangan ini rencananya akan saya bawa pulang agar nanti bisa diketik di laptop.
Sayangnya, saat waktu ujian habis, kertas yang tertulis artikel tadi diminta oleh petugas untuk dibuang di tong sampah yang disediakan. Dua petugas meminta saya untuk membuang benda itu, apa pun isi yang tertulis di kertas. Saya sempat berbisik pada panitia bahwa di kertas ini penuh dengan tulisan, atau konsep artikel yang saya catat selama masa tunggu ujian. Namun, panitia tak mau terima alasan saya. Bahkan ia berkata dengan bibir tersenyum: Tidak boleh memasukkan apa pun ke ruang tes, begitu juga tidak boleh mengeluarkan apa pun dari ruang tes. Akhirnya, saya penuhi permintaan panitia. Namun, saya merasa, membuang sesuatu yang telah saya hasilkan.
Saat sampai di rumah, saya langsung mengingat ulang apa yang telah saya tulis di kertas tadi dan mengetik di laptop hingga tuntas.