“Program ini dilaksanakan oleh cabang ACT seluruh Indonesia agar usaha mikro dapat bertahan dalam kondisi seperti sekarang ini."
Laporan Nasir Nurdin | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) melalui program Sahabat UMI (Usaha Mikro Indonesia) menebar sedekah untuk penguatan usaha kecil yang dilakoni ibu-ibu yang jadi tulang punggung keluarga namun terdampak Covid-19.
Head of Program ACT Aceh, Laila Khalidah menuturkan, program Sahabat UMI yang belum lama ini diluncurkan bertujuan menghidupkan kembali semangat berdagang dan pemberian modal usaha sesuai dengan syariat Islam.
Menurut Laila, dana umat yang terhimpun berbasis sedekah diharapkan menjadi penetrasi permodalan sesuai skema syariah untuk mendongkrak kembali perekonomian khususnya bagi UMKM terdampak pandemi Covid-19.
“Program ini dilaksanakan oleh cabang ACT seluruh Indonesia agar usaha mikro dapat bertahan dalam kondisi seperti sekarang ini. Insya Allah program Sahabat UMI akan terus berlanjut hingga meng-cover 2 juta orang se-Indonesia,” kata Laila Khalidah melalui Humas ACT Aceh, Zulfurqan kepada Serambinews.com, Senin (1/6/2020).
• Korea Utara Berulang Kali Tunda Sekolah, Bulan Ini Dibuka
• Donald Trump Caki Maki Gubernur, Bertindak Terlalu Lemah Terhadap Demonstran
Menurut Zulfurqan, besaran bantuan untuk setiap pelaku usaha kecil berfariasi antara Rp 500.000 sampai maksimal Rp 1 juta atau disesuaikan dengan usaha yang ditekuni.
Indra Wati (43), warga Dusun Ujung Padang, Trumon Tengah, Aceh Selatan merupakan salah seorang penerima sedekah program Sahabat UMI.
Perempuan tiga anak ini sudah 10 tahun menjadi orangtua tunggal setelah ditinggal mati oleh sang suami.
• Setelah Sempat Mengungsi Semalam, 27 KK di Darul Hikmah, Aceh Jaya Kembali Pulang ke Rumah
Indra Wati menjadi sosok pahlawan bagi anak-anaknya. Selama menjanda, dia menjalankan usaha menjual bakso goreng.
Dari usaha itu pula ia berhasil membiayai dua anaknya kuliah, sedangkan seorang lagi sedang mempersiapkan diri untuk masuk pendidikan di dayah.
Saat ditemui tim Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Aceh Selatan – Aksi Cepat Tanggap (ACT) Aceh, Senin (1/6), Indra Wati tengah duduk menunggu pembeli bakso goreng di depan rumahnya.
Indra Wati bercerita, biasanya dia berjualan bakso goreng di sekolah dengan pendapatan bersih per hari mencapai Rp 100.000.
• Pria Bersamurai Serang Polsek di Kalimantan Selatan, Satu Polisi Tewas di Tempat
Uang sebesar itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Rp 50.000 dan selebihynya ditabung untuk berbagai kebutuhan lainnya.
Ketika prahara corona mewabah, sekolah tempat Indra Wati berjualan diliburkan. Tak ada pilihan lain kecuali membuka usaha di depan rumah dengan penghasilan yang menurun drastis.
Menyiasati menurunnya pendapatan dari bakso goreng, Indra Wati menerima orderan membuat kue agar biaya hidup keluarga kecilnya tetap terpenuhi. Sesekali kebutuhan hidup keluarganya dibantu anak perempuan dengan melayani jasa menjahit.
• VIRAL Video Pasangan Remaja Ciuman Mesra di Pinggir Jalan, Polisi Langsung Telusuri Pelaku
“Beginilah kondisi saya. Sekolah-sekolah diliburkan. Kalau mau tambahan uang, saya usahakan menjual dagangan di hari pekan, Minggu, agar banyak laku,” terangnya.
Selain Indra Wati, manfaat Sahabat UMI juga dirasakan Halimah Shaleh, warga Gampong Udeung, Bandar Baru, Pidie Jaya.
Selain membuka kios kecil di depan rumahnya sejak tahun 2000, Halimah juga menjual ikan di pasar demi menafkahi enam anaknya yang berstatus yatim setelah ayah mereka meninggal.
Kondisi ekonomi Halimah semakin sulit sejak wabah corona. Dagangan kios yang biasanya didatangi anak-anak sekolah sepi pembeli. Modal usaha terpaksa digunakan memenuhi kebutuhan pokok keluarga.
“Kondisi sekarang memang sulit, mudah-mudahan corona segera berakhir,” ucapnya penuh harap.
Cipratan sedekah dari program Sahabat UMI dinikmati pula oleh sosok yang akrab disapa Nek Kaoy, warga Lambaro, Geulumpang Tiga, Pidie.
• VIDEO - Kecelakaan Maut di Aceh Timur, Dua Bocah Meninggal Dunia
Nek Kaoy menopang kehidupan buah hatinya dengan menjual mie sejak tahun 1980 di pinggiran jalan Lambaro. Pekerjaan itu ditekuni Nek Kaoy demi menghidupi empat anaknya yang ditinggal mati sang ayah ketika masih sangat kecil-kecil.
Kini Nek Kaoy tinggal berdua bersama putrinya yang juga sudah menjanda karena suaminya meninggal. Satu anak Nek Kaoy hilang pada bencana tsunami sedangkan dua lainnya sudah menetap terpisah dengannya.
Di tengah wabah corona, Nek Kaoy masih tetap berjualan seperti biasa. Namun, pembatasan aktivitas masyarakat berdampak besar terhadap penghasilannya sehari-hari.
Nek Kaoy sangat berharap agar bisa mendirikan kios lebih layak dan nyaman, tidak seperti saat ini terpanggang di bawah terik matahari atau basah kuyup ketika hujan. Semoga. (*)