Korban Gempa Pijay

Korban Gempa Pijay Masih Tinggal Dihuntara Tiga Tahun, Begini Tanggapan BPBD

Penulis: Idris Ismail
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Edi Murdani (kanan) bersama istri dan dua anaknya berdiri disamping dinding Huntara, Selasa (23/6/2020).

Laporan Idris Ismail I Pidie Jaya

SERAMBINEWS.COM MEUREUDU - Edi Murdani, korban gempa asal Gampong Dayah Pangwa, Kecamatan Trienggadeng, Pidie Jaya (Pijay), hingga tiga tahun lebih masih menempati Hunian Sementara (Huntara) bersama istri dan kedua buah hatinya.

Lelaki yang berprofesi sebagai pedagang ikan keliling antar gampong ini mempertanyakan bantuan rumah gempa yang hingga kini belum dimasukkan dalam daftar penerimaan rumah bantuan hingga tahap akhir atau ketiga.

"Rumah permanen milik saya yang kami tempati hancur sehingga sejak pendataan awal dimasukkan dalam daftar penerima tahap pertama," sebut Edi murdani kepada Serambinews.com, Selasa (23/6/2020).

Makin Marak dan Meresahkan, Komisi D DPRK Sorot Praktik Perjudian di Aceh Tenggara

Bisa Dicontoh, Ini yang Dilakukan Buket Metuah jadi Gampong Tangguh di Langsa, Siap New Normal

Lagi, Atlet PON Aceh Jalani Rapid Test

Namun dalam perjalan waktu, tahap pertana yang dijanjikan oleh pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pijay namun dalam perjalanan juga 'leyap'.

Demikiian halnya pada tahap kedua dan tahap ketiga semua kelengkapan dokumen dan persyaratan baik surat keterangan keuchik dan camat telah dilengkapi.

Ironisnya data tersebut pun juga hilang sehingga sampai saat ini kondisi nasib keluarga miskin yang berprofesi sebagai penjual ikan keliling menjadi terkatung-katung tanpa bantuan rumah.

"Jujur saja saya sangat kecewa dalam tiga tahun terakhir dimana nasib di bola-bola atas janji rumah bantuan gempa ini dan saya berharap perhatian pemerintah untuk menanggapi kondisi hidup kami di rumah Huntara sementara ribuan saudara lainnya yang korban senasib telah memperoleh rumah hunian," ujarnya.

Menanggapi keluhan ini, Plt Kepala Pelaksana BPBD Pijay, Okta Handipa ST MArch bersama Kabid Rehab Rekon Azwan Azis ST kepada Serambinews.com, Selasa (23/6/2020) mengatakan, saat dilakukan pendataan dan verifikasi oleh tim Konsultan Manajemen (KM) pada tahap awal 2017 lalu nama yang bersangkutan tidak masuk kategori rumah rusak berat.

"Sehingga kediaman Edi Murdani tidak layak masuk dalam rumah Rehap Rekon pada tahap pertama," jelas Azwan Azis.

Demikin juga halnya saat pada tahap kedua 2018 saat penempelan rumah bantuan gempa tahap kedua yang ditempelkan pada papan pengumuman di gampong.

Namun yang bersangkutan tidak pernah melakukan penyanggahan. Sehingga dengan sendirinya pada bantuan tahap ketiga atau dalam daftar tunggu.

Malahan sejak Senin (22/6/2020) Edi bersama keuchik gampong setempat melakukan audiensi di BPBD serta telah diberikan pengertian bahwa bagi setiap rumah yang tidak tergolong rusak berat maka tidaklah layak diberikan rumah bantuan.

Apalagi kala itu rumah lanjutan permanen pada bagian dapur yang dibanguan sebelum gempa hanya mengalami rusak ringan.

Sehingga pasca tanggap darurat sebagai pertimbangan kemanusian pihak pemerintah atau BPBD memberikan tempat tinggal Huntara agar kenyamanan bagi keluarga.

"Jadi pada intinya jika telah mendapat bantuan Huntara bukan berarti mendapat rumah bantuan, akan tetapi perlu kajian spesifikasi nilai kerusakan rumah yang menjadi dasar utama untuk layak atau tidak diberikan bantuan," ungkap Azwan Azis yang diamini Okta Handipa.(*)

Berita Terkini