Kapal Rohingya Terdampar di Aceh Utara

Kisah Imigran Rohingya Terdampar di Aceh Utara, Kurang Makanan Hingga 15 Orang Meninggal di Laut

Penulis: Zaki Mubarak
Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Para Imigran Rohingya saat menempati bekas kantor Imigrasi, di kecamatan Blang Mangat, kota Lhokseumawe. Kini mereka mulai menerima bantuan dari berbagai kalangan.

Laporan Zaki Mubarak | Lhokseumawe

SERAMBINEWS.COM,LHOKSEUMAWE - Sudah satu Minggu lebih pengungsi etnis Rohingya menginap di tempat penampungan sementara di bekas  kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe.

Awalnya WNA dengan julukan para manusia perahu itu adalah hendak menuju ke Negara Malaysia.

Namun di tengah perjalanan kapalnya rusak dan terombang-ambing.

Selama empat bulan mereka melakukan perjalanan jalur laut, dengan menggunakan kapal yang berukuran kecil dan nekat menjelajahi perairan Selat Malaka.

Banyak hal yang telah dihadapi para etnis Rohingya itu selama di perjalanan.

Pakistan Blokir Game PUBG, Akibat Picu Serangkaian Aksi Bunuh Diri

Mulai dari kekurangan makanan, minuman, serta kapal yang telah rusak dan tenggelam.

Bukan hanya itu saja, bahkan berdasarkan informasi yang dihimpun Serambinews.com, ada yang meninggal saat dalam perjalanan di tengah laut sebanyak 15 orang.

Salah satu nelayan Aceh yang menyelamaatkan etnis Rohingnya itu berdasarkan informasi yang diperoleh, kapal yang ditumpangi oleh warga Rohingya itu berukuran 10 Gross Tonnage (GT) dan kondisinya telah tenggelam.

Tepatnya pada hari Senin, 22 Juni 2020, sekitar pukul 17.00 WIB, nelayan Aceh Utara mendapatkan kabar tentang keberadaan etnis Rohingya, dengan jarak 80 mil dari bibir pantai Seunuddon.

Melihat Kondisi Pengungsi Rohingya; Dari Shalat Jumat, Perawatan, Hingga Rencana Relokasi

Namun ketika perjalanan tiba di sekitar 40 mil, tiba-tiba mesin kapal mati, sehingga tidak bisa melanjutkan perjalanan.

Ketika berada di lokasi, maka nelayan yang melihat kondisi kapal yang sudah tenggelam sebagian, sehingga puluhan orang berada di atas kapal itu menyelamatkan diri, lalu anak-anak kecil dipangku agar kondisinya tidak tenggelam di tengah laut.

Kemudian nelayan Aceh Utara mulai merapat ke lokasi, maka terdengar jeritan dan tangisan meminta pertolongan, agar para manusia perahu tersebut tidak tenggelam ke dasar lautan.

Tanpa berpikir panjang, maka etnis Rohingya itu langsung dievakuasi ke kapal nelayan setempat.

Satu Awak Kapal asal Sulawesi Reaktif Corona Saat Rapid Test di Aceh Barat, Ini Langkah Gugus Tugas

Keesokan harinya, Selasa, 23 Juni 2020, salah seorang nelayannya pulang dan memberitahukan berita penemuan manusia perahu tersebut, sehingga langsung melaporkan ke Kantor polsek setempat.

Sekitar 40 mil Kapolsek dan Koramil Seunuddon, personel Marinir, bergerak menelusuri informasi tersebut bahwa benar-benar terjadinya.

Saat itu para nelayan dan petugas tidak tahu bahasa mereka dan hanya berkomunikasi pakai bahasa isyarat, hanya saja mereka terlihat menangis.

Lalu kapal yang membawa etnis Rohingya tersebut, ditarik dengan menggunakan kapal milik Pol Airud ke wilayah Perairan Lancok, Kecamatan Syamtalira Bayu, Kabupaten Aceh Utara.

Tolak Kompetisi Liga 1 2020 Kembali Dilanjutkan, PSSI Lobi Persebaya, Persik Kediri, dan Barito

Saat sekarang ini, sebannyak 99 etnis Rohingya tersebut telah menempati bekas kantor Imigrasi Lhokseumawe, di Desa Punteut, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe dan telah ditangani dengan baik.

Bahkan dalam waktu dekat ini mereka juga akan direlokasi kembali ke gedung BLK di kawasan Kandang, kota Lhokseumawe.

Bahkan pihak United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) harus segera mencari negara ketiga, yang bersedia menampung manusia perahu itu.

Sementara itu Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Lhokseumawe, mendorong pemerintah Aceh agar segera melakukan pemulihan trauma bagi perempuan dan anak-anak pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh.

Minat Warga Aceh Jaya Menanam Nilam Meningkat, Bahkan Minyak Nilam Sudah Dikirim ke Eropa

Ketua PMI Kota Lhokseumawe Junaidi Yahya mengatakan, secara umum mereka mengalami trauma mulai dari Myanmar, hingga melakukan perjalanan saat di kapal.

Apalagi telah berbulan-bulan berada di kapal dan hanya bermodal logistik yang terbatas.

Kisah Rohingya Shalat Jumat Perdana, tak Bisa Bahasa Arab dan Inggris, Khatib Sampaikan Ini

Dirinya menambahkan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) terhadap perempuan Rohingya, yang terdampar di penampungan India, Malaysia dan Indonesia.

Maka menunjukkan bahwa, ada sekitar 60 persen perempuan tersebut terpaksa menikah dalam usia dini sebelum usia 16 dan 17 tahun.

Sehingga pengantin anak-anak itu, disinyalir sebagai korban perdangangan manusia.

Pakistan Blokir Game PUBG, Akibat Picu Serangkaian Aksi Bunuh Diri

“Makanya program untuk pemulihan trauma itu penting untuk segera dilakukan, mengingat berbagai peristiwa yang telah dialami.

Apalagi selama berada di kapal, mereka tidak mengalami suasana yang nyaman,” tuturnya.

Tambahnya, terhitung sejak bulan Agustus tahun 2017, maka lebih dari 740.000 warga Rohingya telah meninggalkan rumah mereka di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, karena mengalami kekerasan secara brutal.

“Pengungsi Rohingya memiliki hak asasi yang tidak dapat diganggu gugat, namun Pemerintah tidak diperbolehkan melakukan pemulangan kecuali hal tersebut berlangsung aman, sukarela,” pungkas Junaidi Yahya. (*)

Wisata Gunung Salak Aceh Utara Kembali Ramai Dikunjungi Wisatawan

Berita Terkini