"Ini pula yang menyebabkan munculnya komunikasi dan interaksi yang tidak elok antara eksekutif dan legislatif Aceh selama ini. Namun dalam waktu terakhir ini eksekutif dan legislatif Aceh menunjukkan interaksi dan komunikasi yang semakin baik dan kompak. Agaknya faktor kepastian adanya dana aspirasi/pokir itu yang membuat perubahan," kata Ghazali.
Menurut Ghazali, anggaran pokir itu sangat tidak lazim dalam penganggaran anggaran pembangunan, karena bertentangan dengan mekanisme penyusunan anggaran pembangunan yang sejatinya melalui e-planing, e-budgeting yang bermuara kepada e-reporting dan e-controling.
Baca juga: PMI Aceh Rakor dengan PMI Banda Aceh Membahas Terapi Plasma Konvalesen untuk Pasien Covid-19
Setiap sen anggaran pembangunan, lanjut GHazali harus tepat sasaran yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi rakyat banyak.
"Nyata lokasi, wujud dan kualitasnya. Setiap sen yang dialokasikan untuk obyek pembangunan apakah dalam bentuk meterial dan /atau nonmaterial harus dapat dipertanggungjawabkan," katanya.
Sejatinya, untuk menentukan objek pembangunan itu harus diawali dengan musrenbang di semua tingkatan pemerintahan. "Dengan demikian dipastikan tidak ada penumpang gelap alias anak haram dari subjek dan objek pembangunan," demikian Ghazali Abbas Adan. (*)