Aturan ini akan membuat harga input pertanian lebih mahal.
“Itu tidak seberapa dengan trade off yang dilakukan pemerintah terhadap sektor kesehatan dan pertanian Indonesia,” ujar dia.
Perjanjian ini juga akan meningkatkan impor ikan Indonesia dari negara EFTA seperti Norwegia.
Padahal selama ini 60 persen dari total impor salmon berasal negara itu.
“Jika perjanjian ini berlaku maka lebih dari 80 persen ekspor negara itu akan bebas bea masuk. Indonesia akan kebanjiran ikan impor. Sementara nelayan makin terpuruk di tengah ketidakpastian industri perikanan,” ujar dia.
Klaim bahwa salmon akan meningkatkan tingkat gizi masyarakat tidak sepenuhnya relevan, karena Indonesia juga memiliki jenis ikan lain dengan kandungan gizi beragam dibanding salmon maupun cod.
“Kami kecewa dengan hasil referendum Swiss. Ini akan menjadi pukulan besar bagi petani kita dan potensi terhambatnya akses kesehatan yang berkeadilan untuk masyarakat Indonesia akibat monopoli perusahaan farmasi,” ujar dia.(AnadoluAgency)