Perjanjian Perdagangan

Referendum IE-CEPA dan Kekhawatiran Eropa Atas Isu Keberlanjutan di Indonesia, Khususnya Soal Sawit

Editor: Taufik Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja sedang memuat TBS kelapa sawit di areal perkebunan milik petani di kawasan Jalan 30 atau Jalan Lingkar Babahrot-Surien, Kecamatan Kuala Batee, Abdya, Sabtu (14/9/2019). Harga sawit di tingkat petani mulai bersaing setelah pengusaha PMKS di Subulussalam meningkatkan harga beli TBS sawit dari Abdya. Harga sawit Abdya selama dua hari terakhir masih bervariasi antara Rp 850 sampai Rp 920 per kg.

Seperti perundingan kerja sama ekonomi komprehensif dengan Uni Eropa yang memasuki putaran ke-10.

Uni Eropa seperti diketahui sudah menerapkan delegated act (aturan pelaksanaan) atas Renewable Energy Directive/ RED II yang mengurangi penggunaan kelapa sawit hingga 0 persen pada 2030 karena dianggap menyebabkan deforestrasi besar-besaran.

“Metode budidaya tanaman yang ramah lingkungan penting untuk ditingkatkan. Jika kita memikirkan nasib petani kelapa sawit, hal ini harus dilakukan,” ujar dia.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyampaikan kesiapan Indonesia bekerja sama peningkatan perdagangan dan investasi di bawah payung IE– CEPA.

Perjanjian ini menurut Menteri Lutfi mengakui semangat kerja sama, saling menghargai, dan saling menguntungkan untuk produk andalan Indonesia, minyak sawit dan turunannya.

“Indonesia sangat menghormati proses demokrasi di Swiss, dan hasil referendum ini memberikan angin segar bagi implementasi IE–CEPA segera,” kata Menteri Lutfi.

Indonesia kata dia juga menyambut baik rencana kerja sama di bidang keberkelanjutan yang diatur dalam perjanjian ini.

Salah satunya lewat Indonesia–Swiss Economic Cooperation and Development Programme 2021-2024, dengan fokus kerja sama rantai nilai yang berkelanjutan (sustainable value chain).

“Ini merupakan afirmasi Indonesia dan negara-negara EFTA untuk mengedepankan kerja sama, bukan kompetisi atau konfrontasi, termasuk dalam memperlakukan isu-isu keberkelanjutan,” ujar dia.

Menurut data pada Kementerian Perdagangan pada 2020, ekspor non-migas Indonesia ke negara-negara EFTA mencapai USD2,45 miliar dan impor dari EFTA tercatat sebesar USD830 juta.

Angka ini menyumbang surplus bagi neraca perdagangan nonmigas Indonesia sebesar USD 1,62 miliar.

Sebanyak 97,77 persen ekspor Indonesia ke EFTA diserap oleh Swiss, sedangkan impor Indonesia dari EFTA datang dari Swiss sebesar 81,33 persen.

Baca juga: Buah Sawit Berserakan di Jalan, Polisi Imbau Truk Angkut Sawit Pakai Jaring Pengaman

Baca juga: Lima Pemuda Rudapaksa Siswi SMP di Kebun Sawit, Pelaku Ditangkap Polres Sergai setelah Dijebak

Baca juga: Seharian tak Pulang ke Rumah, Faisal Ditemukan Tewas Tergantung di Kebun Sawit

Perundingan panjang

IE-CEPA ini sendiri termasuk perjanjian dengan proses perundingan yang panjang.

Pada 7 Juli 2010, Presiden Republik Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, bersama dengan Presiden Swiss, Doris Leuthard, meluncurkan perundingan IE-CEPA.

Halaman
1234

Berita Terkini