Kupi Beungoh
Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Menemukan Kembali Aceh di Amerika Serikat (II)
Namun justeru karena goncangan itu pula ia segera menemukan dirinya justeru dalam pelukan dan dekapan tanah indatunya, Aceh.
Ahmad Humam Hamid*)
DALAM ranah seni rupa, atau tepatnya seni lukis Indonesia, Pirous menempati posisi yang unik dan istimewa, karena ia adalah pelopor bahkan pendiri seni lukis kaligrafi, tepatnya kaligrafi Islam di Indonesia.
Pirous, dalam sejarah seni rupa kontemporer Indonesia kemudian mendapat suatu tempat tersendiri yang banyak seniman dan pelukis sangat memimpikannya.
Ketika Pirous berumur 40 tahun, tepatnya pada tahun 1969, ia pergi ke Amerika Serikat untuk mencari ilmu dan memperluas wawasan keseniannya.
Ia belajar seni design grafis di The College of Art and Design, Rochester Institute of Technology, Rochester, New York.
Ia belajar dengan rain dan tekun, menyaksikan berbagai pameran dan eksebisi seni.
Dalam kegiatan dan perenungan sebagai pelukis di tengah kerumunan seni modern di New York itu, Pirous merasa terjaga dari tidur panjangnya.
Ia berpikir kalau ia pelukis, lalu siapa dirinya yang sesungguhnya.
Secara lebih serius pertanyaannya menjadi siapa AD Pirous itu yang sesungguhnya?
Kalau dipersempit lagi pencarian diri itu, pelukis apa yang menjadi asosiasi dari AD Pirous itu?
Menariknya pertanyaan dan keputusannya untuk menekuni dan menjadikan kaligrafi sebagai jalan hidupnya ia temukan di Amerika.
Kalau ada yang sungguh menyentak dan mengharukan tentang pencarian itu adalah ketika ia menemukan dirinya, sekaligus dengan menemukan Aceh yang sesungguhnya.
Dalam konteks menemukan dirinya dan menemukan Aceh yang sesungguhnya, Pirous adalah contoh klasik pribadi yang tergoncang dan mungkin bingung ketika behadapan dengan gelombang besar seni rupa global.
Namun justeru karena goncangan itu pula ia segera menemukan dirinya justeru dalam pelukan dan dekapan tanah indatunya, Aceh.
Ceritanya sangat sederhana, namun dalam.