Jika pada Flash Gordon dunia imajinasi Pirous didapatkan dengan bantuan visual gambar komik yang berbicara, pada Winnatou ia mulai memperoleh bacaan sastera untuk melihat kehidupan.
Dan bacaan itu tentu saja telah memberikannya sebuah modal dasar dan bahkan lebih besar ilmu pengetahuan.
Ayahnya telah memberi sebuah bekal hidup luar biasa kepada Pirous, “imaginasi”, kata yang diakui oleh “raksasa” ilmu fisika dan filosof Albert Einstein, sebagai instrumen untuk melihat realitas objektif dan subjektif melebihi kemampuan ilmu pengetahuan.
Dua model bacaan yang diberikan oleh Ayahnya, komik dan novel, sesungguhnya menyamai, paling kurang tidak kurang dari yang diberikan oleh ibunya dalam karir Pirous di kemudian hari.
Dari Flash Gordon, Prious mendapat batu pijakan awal untuk sebuah imajinasi visual, sedangkan dari Winnatau dua imajinasi sekaligus.
Ia mendapatkan imajinasi dunia luar yang jauh dari Meulaboh dengan gambaran alam kehidupan praire, hutan sub-tropis, dan empat musim sepanjang tahun.
Bacaannya tentang Winnatau juga memberikan Pirous imajinasi sastrawi yang dikemudian hari menjadi bagian penting visual dari karya-karyanya.
Sekalipun Pirous menyatakan mungkin ayahnya tidak memiliki darah seni, pilihan ayahnya untuk membeli dan menyediakan bacaan untuk anaknya sungguh memberi kesan tersendiri.
Setidaknya Pirous tua punya intuisi yang “kuat” untuk masa depan anaknya sangat tergantung pada kemampuannya untuk mampu membaca dunia dan kehidupan.
Kalau memang benar klaim Pirous tentang ayahnya yang tidak punya darah seni, setidaknya secara tak sadar Pirous tua telah membuat sebuah tindakan yang membuat Pirous masuk ke sebuah jalan, yang pada akhirnya membawa Pirous ke sebuah ” high way” seni nasional dan international.
Pirous memulai perburuannya untuk akar kaligrafinya dengan mengulangi apa yang diberikan oleh ayahnya pada masa kecilnya, dan itu adalah Flash Gordonnya dengan topik dan pengarang yang lain.
Bentuk dan isi visual dari bacaan kali ini bukan biasa, arena yang dicari adalah artefak budaya yang tersebar berserakan di seluruh bumi Aceh.
Layaknya penambang emas di pedalaman pantai barat pada masa kerajaan Aceh yang tahu wilayah konsentrasi logam mulai itu, Pirous juga harus memutuskan wilayah dan lokasi yang sarat dengan artefak di sejumlah titik di Aceh untuk menjadi “logam mulianya”.
Pirous punya bacaan sejarah dan dan pergaulan yang luas tentang Aceh.
Kepergiannya ke Rochester setidaknya memberinya bekal untuk sebuah pencarian arkeologi.
Baca juga: Penelitian Arkeologi: Nenek Moyang Suku Gayo Bermigrasi dari Cina Selatan pada Zaman Prasejarah