Kupi Beungoh

Legasi Teungku di Yan, dari Tgk Muhammad Irsyad, Tgk Chik Umar Bin Auf, Hingga Abu Hasan Krueng Kale

Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tgk Fathurracman bin Mohd Amin, Tokoh Aceh di Malaysia

Pada akhir hayatnya beliau hijrah kembali ke Yan dan meninggal dunia disana pada 26 April 1959.

2). Teungku Abdullah Bin Umar (1888-1967)

Teungku Abdullah Bin Umar dikenal sebagai Abu Lam-u.

Belajar ilmu agama bersama ayahnya dan Dayah Piyeung, Montasiek, kemudian beliau melanjutkan pelajaran ke Yan dan berguru kepada Teungku Muhammad Arsyad.

Tahun 1924 Abu Lam-u melakukan pengembaraan intelektual ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama selama enam bulan.

Putra Teungku Chik Umar ini kemudian berkhidmat mengembangkan ilmu kepada masyarakat dan mengelola dayah ayahnya di Lam-u.

Beliau pernah menjabat sebagai qadhi pada masa Panglima Polem Muhammad Daud, aktif dalam organisasi PUSA, Syarikat Islam (SI) dan memiliki andil besar dalam pembaharuan pendidikan di Aceh.

Abu Lam-u adalah seorang tokoh ulama kharismatik yang sering kali diundang dalam setiap pertemuan besar yang dilaksanakan oleh pemerintah, seperti peletakan batu pertama berdirinya Kopelma Darussalam yang dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 2 September 1959.

3). Teungku Abdul Hamid

Teungku Abdul Hamid yang lebih dikenali dengan Teungku Chik Aneuk Batee lahir tahun 1894.

Beliau belajar ilmu agama di Dayah Yan kemudian melanjutkan pendidikan ke Makkah selama 12 tahun.

Sekembalinya dari Makkah, Teungku Abdul Hamid tidak langsung pulang ke Aceh tapi terlebih dahulu menetap di Yan.

Beliau sempat mengajar beberapa tahun di Yan dan mendirikan Sekolah Agama Attarbiyah Al-Auladiyah Addiniyyah bersama Teungku Abdul Jalil Lamno.

Beliau kemudian pulang ke Aceh dan  mendirikan dayah di Niron, Sibreh.

4). Teungku Muhammad Dahhan

Teungku Muhammad Dahhan lahir 1891 adalah anak Teungku Chik Umar di Yan yang tidak pulang ke Aceh akan tetapi terus menetap dan mengajar di Yan sehingga akhir hayatnya.

Baca juga: Ratusan Siswa Dayah Oemar Diyan Jajaki Tempat Kuliah ke Malaysia dan Jawa

III. Teungku Muhammad Hasan Krueng Kale (Abu Krueng Kale)

Beliau lahir di tempat pengungsian di Meunasah Keuteumbue, Sanggeu, Pidie pada 18 April 1886.

Ayahnya, Tgk Haji Muhammad Hanafiah adalah seorang ulama dan pejuang yang bersahabat rapat dengan Teungku Chik di Tiro.

Setelah belajar ilmu agama dengan ayahnya dan di beberapa dayah Aceh, pada tahun 1906 dalam usia 19 tahun beliau melanjutkan pelajaran ke dayah Madrasah Irsyadiyah Addiniyyah, Yan.

Abu Hasan Krueng Kalee adalah murid angkatan pertama dayah ini bersama Abu Ahmad Hasballah Indrapuri dan Abu Abdullah Lam-U.

Setelah empat tahun belajar di sini, tepatnya tahun 1910, beliau berangkat ke Makkah untuk memperdalam ilmu agama dengan beberapa ulama besar di pusat pengajian Islam Masjidil Haram.

Selain menguasai ilmu agama, beliau juga menguasai ilmu falak (astronomi) yang dipelajarinya dari seorang pensiunan jenderal khilafah Turki Usmani yang menetap di Makkah.

Hal ini menjadikan nilai plus kepada beliau dan ulama alumni dayah Krueng Kalee.

Setelah menamatkan pengajian di Masjidil Haram, beliau balik semula ke Yan dan berkhidmat mengajar beberapa tahun di sana.

Pada tahun 1916, gurunya, Teungku Muhammad Arsyad Ie Leubeue menjodohkan beliau dengan seorang gadis keturunan Aceh asal Merbok, Kuala Muda, Kedah, Nyak Safiah Binti Husein Bin Ahmad.

Atas semangat ingin berkhidmat untuk memajukan kembali dayah Aceh dan memenuhi panggilan pamannya, Teungku Muhammad Said, tahun 1917 Teungku Hasan pulang ke Aceh dan mengabdi di Dayah Meunasah Baro pimpinan pamannya.

Tidak lama kemudian, beliau membuka dayahnya sendiri di Gampong Krueng Kalee, Kemukiman Siem, Darussalam.

Dayah ini kemudian berkembang pesat dan menjadi tumpuan santri dari seluruh Aceh.

Akan tetapi sekitar tahun 1924-1927 atas faktor keamanan, beliau beserta isteri dan tiga anaknya, yaitu Tgk Ghazali, Syekh Marhaban dan Fatimah Syam balik semula ke Yan.

Karena pihak pemerintah Belanda mencurigainya menyokong mujahidin Aceh setelah ditemukan ‘boh keumeurah’ (sejenis granat) di kompleks dayahnya.

Tahun 1927 beliau dan keluarganya pulang lagi ke Aceh untuk meneruskan kembali dayahnya.

Ramai murid Abu Hasan Krueng Kalee kemudian menjadi ulama dan mendirikan dayah di daerahnya masing-masing.

Di antara murid Abu Hasan Krueng Kalee yang paling terkenal adalah Abuya Syaikh Muhammad Waliy al-Khalidi, Labuhan Haji, Aceh Selatan, Tgk Adnan Bakongan, Tgk Haji Said Sulaiman (mantan Imam Masjid Raya Baiturrahman), Teungku Sulaiman Lhok Sukon, Tgk Yusuf Kruet Lintang, Tgk Muhammad Mahmud Blang Blahdeh (ayah Abu Tu Min), serta Tgk Ahmad Arabi dan Tgk Muhammad Amin, pendiri Dayah Bustanul Maarif Reubee.

Prof Dr Tgk Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy dan Prof Ali Hasjmi juga pernah belajar di Dayah Abu Hasan Krueng Kale ini.

Beliau kembali ke Rahmatullah pada malam Jum’at, 14 Zulhijjah 1392H, (15 Januari 1973) dalam usia 87 tahun.

Kampung Acheh, Yan telah memberikan konstribusi yang sangat besar terhadap pendidikan Islam Aceh.

Pada saat sebagian wilayah Aceh dapat dikuasai oleh Belanda, beberapa tokoh ulama Aceh atas izin dari pimpinan gerilya berhijrah ke Yan dan menjadikannya sebagai pusat pendidikan Islam.

Dayah Yan sangat sukses menghasilkan sejumlah ulama besar berkualitas tinggi yang kemudian melanjutkan kembali dayah di Aceh untuk mendidik kader ulama.

Karena itulah di Aceh satu masa dahulu ramai ulama yang digelar dengan ‘Teungku Di Yan.

Yang menarik kader ulama Yan terbagi dalam dua yaitu ulama Ahlussunnah waljamaah kaum tua (tradisionalis) dan ulama Ahlussunnah waljamaah kaum muda (reformis).

*) PENULIS adalah Tokoh Masyarakat Aceh di Malaysia

KUPI BEUNGOH adalah rubrik pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis

Berita Terkini