Oleh: Mahfuddin Ismail*)
Sebuah kesempatan langka menghampiri saya pada Kamis, 27 Januari 2022 siang.
Hari itu, saya mendapat kesempatan istimewa, berdiskusi kecil dengan pengusaha internasional asal Aceh Utara.
Ya, beliau adalah Ismail Rasyid, bos PT Trans Continent yang belakangan ini armada trailernya mulai sering terlihat di jalanan Aceh.
Kami dipertemukan oleh sahabat baik saya, Zainal Arifin M Nur, Pemimpin Redaksi Serambi Indonesia Group, yang merupakan putra Gampong Aree, Pidie.
Mungkin sebab inilah Bang Zainal memilih nama Camp Aree untuk nama akun Facebooknya. Tapi kami lebih sering memanggil Waled.
Selain Waled Zainal yang telah lama menjadi sahabat baik saya, Bang Ismail Rasyid juga bukanlah sosok yang asing bagi saya.
Memang, saya belum pernah bertemu dengan beliau, tapi saya telah membaca banyak referensi tentang sosok dan sepak terjangnya.
Namanya yang sama dengan nama ayah saya, menjadi salah satu pendorong bagi saya untuk melahap habis setiap ulasan tentang sosok beliau, pengusaha muda Aceh yang memiliki jaringan lintas benua.
Situs Wikipedia.org menulis Ismail Rasyid ini adalah seorang penguasa internasional asal Aceh.
Ia adalah suami dari Erni Molisa (juga asal Matangkuli Aceh Utara), dan ayah dari Jibril Gibran dan Syifa Aulia.
Ismail Rasyid, alumnus Fakultas Ekonomi Unsyiah (tamat tahun 1994) ini adalah pemilik dari setidaknya 7 perusahaan yang bernaung di bawah Royal Group.
Salah satu yang paling terkenal adalah PT Trans Continent, perusahaan multimoda yang memiliki 19 cabang di seluruh Indonesia, dan dua cabang di luar negeri, yakni di Subic Filipina dan Perth Australia.
Setelah berbicara panjang lebar dengan beliau, saya mengambil kesimpulan bahwa Bang Ismail Rasyid ini adalah pengusaha ekspor impor yang akhir-akhir ini semakin langka di Aceh.
Mendengar beliau bercerita tentang aktivitas perusahaanya, di level nasional maupun internasional, pikiran saya langsung terbayang pada Toke Tawi, pengusaha ekspor impor asal Gampong Aree, dan Ibrahim Risyad, konglomerat asal Reubee.
Baca juga: Melihat Rumah Toke Tawi, Jejak Saudagar Internasional di Gampong Aree, Pidie
Baca juga: VIDEO Menguak Kisah Toke Tawi, Sosok Saudagar Aceh Berlebel Internasional dari Pidie
Baca juga: Ketua FKJP Aceh Minta Pemuda Pidie Ikuti Jejak Ibrahim Risjad, Siapa Dia?
Baca juga: Siapa Ibrahim Risjad
Ismail Rasyid memang belum selevel Toke Tawi maupun Ibrahim Risyad, tapi dia sedang berproses untuk menuju ke sana.
Buktinya, orang Aceh mulai tidak asing lagi mendengar nama Ismail Rasyid.
Dalam beberapa tahun ini, wajah beliau menghiasi beberapa media di Aceh, termasuk Serambi Indonesia.
Bukan tanpa sebab, karena beliau menjadi salah satu pengusaha internasional asal Aceh yang punya hajatan untuk ikut serta membangun Aceh lewat “investasi pulang kampung”.
Salah satu yang paling kontroversial adalah gebrakannya di Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong, Kecamatan Mesjid Raya Aceh Besar.
Meski akhirnya “sirna”, tapi ground breaking KIA Ladong itu menjadi awal bagi berkiprahnya Ismail Rasyid di Aceh.
Entah ada miss komunikasi dengan Pemerintah Aceh atau sebab lain, yang pasti Ismail Rasyid kemudian mengambil sikap membuka kawasan industri sendiri di kawasan yang tak jauh terpaut dari KIA Ladong.
Baca juga: Bos Trans Continent Ismail Rasyid Buka Suara Soal Mundurnya Trans Continent dari KIA Ladong
Baca juga: Cangkang Sawit Aceh akan Diekspor ke Jepang, PEMA Beri Kemudahan Pengurusan Izin di KIA Ladong
Baca juga: VIDEO Alasan Ismail Rasyid Pindahkan PT Trans Continent dari KIA Ladong
Bahkan, kawasan milik PT Trans Continent ini berada lebih dekat dengan Pelabuhan Malahayati di Krueng Raya.
Baca juga: Laporan dari Manado, Kopi Aceh Sangat Diminati, Kisah Perantau Pidie, Hingga Kiprah Trans Continent
Di Bawah Rumoh Aceh Kami Bersua
Pertemuan pertama saya dengan Ismail Rasyid ini terjadi di bawah Rumoh Makan Aceh di Blok Sawah Sigli.
Selain Pemred Serambi Indonesia Zainal Arifin, pertemuan santai sambil menikmati makan siang khas Aceh ini, juga dihadiri oleh Ridha Yuadi, putra Sanggeu yang sejak dua tahun ini selalu “menjaga” Abusyik.
Di bawah teduhnya Rumoh Aceh inilah kami berdiskusi kecil terkait asal mula keberhasilan Bang Ismail Rasyid dalam merintis bisnisnya yang kini mulai bergerak ke arah “menggurita”.
Beliau sangat bersemangat menjelaskan tentang sepak terjang bisnisnya.
Bentuk dari semangatnya, beliau memberikan satu buku keluaran terbaru beliau yang menceritakan perjalanan bisnis beliau.
“Pak Ketua (begitu beliau menyapa saya), jika ingin tahu lebih banyak tentang saya, sudah ada di buku itu semua ya,” ujarnya sambil menuliskan pesannya di cover dalam buku yang akan diserahkan kepada saya.
Woooow memang luar biasa sosok penguasa ini, hidup dan bisnisnya semua terdokumentasikan dengan baik.
Semakin mengagetkan, karena bukunya yang diberi judul besar “Small Steps in the Right Direction” alias langkah kecil ke arah yang benar ini semuanya ditulis dalam bahasa Inggris.
Ini memang bisa dimaklumi, karena buku ini akan lebih banyak dihadiahkannya kepada partner bisnisnya yang rata-rata “orang luar negeri”.
Kalau bicara networking (jaringan) jangan tanya lagi lah.
Tentu bisnis eksport import adalah bisnis yang membutuhkan banyak relasi, dan beliau telah berkeliling dunia.
Satu yang unik menurut saya, hampir setiap kali saya melihat beliau terutama di mass media adalah, beliau dengan bangga selalu memakai baju kebesaran perusahaannya yang tertulis “Trans Continent”.
Saat pertemuan kemarin, beliau juga memakai baju kebesarannya itu.
Kalau orang tidak mengenal beliau, pasti orang akan berasumsi bahwa Bapak ini staf dari perusahaan tersebut.
Memang itulah yang pantas dikatakan orang yang telah mencapai sukses besar, selalu tampil sederhana, bahkan bisa membuat orang tak percaya.
Belum lagi beliau orangnya sangat humble (rendah hati dan ramah).
Sekilas dari penjelasan beliau saya kagum akan komitmen dan keteguhannya memulai bisnis.
Lantas saya bertanya? Kenapa memilih bisnis ke Australia?
Eeeeh ternyata waktu SD beliau pernah bermimpi jika suatu saat kelak bisa merantau ke Australia, meski hanya sebagai pemetik buah apel di Negara Kanguru itu.
Beliau bercerita, mimpi di masa kecil itu diwujudkannya pada usia 40 tahun.
Tapi beliau datang ke Australia bukan sebagai pemetik buah-buahan, melainkan sebagai pengusaha yang memegang Kartu Perjalanan Bisnis APEC (Apec Business Travel Card/ABTC).
Saya kutip dari website imigrasi.go.id, “APEC BUSINESS TRAVEL CARD yang selanjutnya disingkat dan disebut dengan ABTC adalah Kartu Perjalanan Pebisnis yang berlaku di negara-negara anggota APEC yang menerapkan skema KPP APEC sebanyak 19 negara anggota.
Tujuannya adalah mempercepat proses keluar masuk ke sebuah negara bagi para pemegangnya, yakni para pelaku bisnis yang sangat mementingkan waktu, karena dengan ABTC pebisnis tidak perlu lagi mengajukan permohonan visa setiap kali ingin bepergian ke negara-negara partisipan ABTC serta mendapat fasilitas pelayanan di bandara dengan jalur khusus.”
Luar biasa, saya kemarin banyak menambah cakrawala baru tentang dunia ekspor import.
Singkat cerita saya menyampulkan: Ayo kepada kita semua, bermimpilah setinggi mungkin,
Berkat semangat dan keyakinan maka kita akan sampai ke tujuan dari mimpi tersebut.(*)
Sigli, 29 Januari 2022
*) PENULIS adalah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Pidie periode 2019-2024.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.