Opini

Menyoal Rendahnya Mutu Pendidikan Aceh

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr SAMSUARDI MA,  Ketua Lembaga Pemantau Pendidikan Aceh (LP2A)

OLEH Dr SAMSUARDI MA,  Ketua Lembaga Pemantau Pendidikan Aceh (LP2A)

UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh memperkuat status Aceh sebagai daerah Otonomi Khusus dengan sejumlah kewenangan yang dimiliki melalui anggaran Otsus mencapai 88,838 triliun sejak 2008 s/d 2021.

Anggaran besar, namun faktanya belum mendongkrak mutu pendidikan yang lebih 10 tahun terpuruk dibandingkan provinsi lain di Indonesia.

Bahkan berbagai target pembangunan di renstra dinas pendidikan Aceh belum tercapai, misalnya tahun ditargetkan 80 % guru tersertifikasi, kenyataannya baru mencapai 43 % hingga 2021 (lihat web Neraca pendidikan daerah).

Kemudian target membangun database pendidikan rampung 2017, realitasnya hingga saat ini Telkomdik belum memiliki database pendidikan yang terintegrasi antara data Dapodik sekolah yangterkoneksi dengan data Neraca Pendidikan Daerah (NPD) web Kemendikbud- Ristek.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, termasuk memperbanyak kucuran anggaran pendidikan, membangun infrastruktur sekolah, mengadakan pelatihan guru dan seterusnya.

Kenyataannya, semenjak 2013 s/d 2021 belum mengarah ke perbaikan mutu pendidikan meskipun pejabat silih berganti kepemimpinan.

Pada tahun 2013 misalnya, mutu pendidikan Aceh kembali disorot karena tingkat kelulusan Ujian Nasional (UN) masih di bawah provinsi Papua.

Kondisi ini dikejutkan lagi dengan Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) Aceh tahun 2015 menunjukkan kualitas guru Aceh diperingkat 3 di bawah Papua dengan skor 48.

33 di bawah rata-rata nasional.

Hasil Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) tahun 2020 dan 2021, publikasi Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) secara berturut-turut menampilkan skor nilai rata-rata siswa Aceh kalah bersaing dengan siswa lain di Sumatra.

Baca juga: Presentasi Buku dan Lembar Kerja Lingkungan Jajaran Dinas Pendidikan Aceh

Baca juga: Dinas Pendidikan Aceh Ingatkan Kepala Sekolah, Tak Berprestasi atau Kinerja Turun, Siap-siap Diganti

Bahkan mutu pendidikan Aceh kian rendah sejajar dengan provinsi lain di kawasan timur Indonesia, seperti Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan sebagian provinsi di Sulawesi.

Jika mencermati data Neraca Pendidikan Daerah (NPD) di Web Kemendikbud menunjukkan political will yang cukup bagus terkait anggaran pendidikan Aceh tahun 2020 mencapai 3 Triliun dan kembalimeningkat tahun 2021 sebesar 3.

5 triliunan rupiah yang setara dengan total APBD Provinsi Bengkulu berkisar 3 triliunan.

Ironisnya anggaran yang besar belum menjamin mutu pendidikan Aceh, mengingat capaian skor kelulusan siswa Bengkulu di posisi 18 secara nasional, sedangkan skorkelulusan SBMPTN siswa Aceh peringkat 26 dari 34 provinsi Indonesia.

Menyoal rendahnya mutu pendidikan Aceh, terdapat beberapa poin penting yang perlu diperhatikan karena ikut mempengaruhi mutu pendidikan Aceh di antaranya; (1) Kompetensi.

Kompetensi pejabat publik pada level pimpinan instansi dinas pendidikan Aceh menjadi penentu keberhasilan memecahkan kompleksitas masalah pendidikan.

Tanpa kompetensi yang mumpuni, maka mustahil mutu pendidikan Aceh bisa ditingkatkan.

Dalam hadis Rasulullah Saw “jika suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”.R Bukhari).

Untuk itu, figur pejabat publik mesti memiliki pemahaman holistic dan komprehensif serta memiliki track record teruji mengurusi pendidikan.

Baca juga: Kualitas Pendidikan Aceh Rendah, Wakil Ketua DPRA Tawarkan Solusi Ini

Melalui kompetensi, diharapkan bakal melahirkan terobosan inovatif memecahkan kompleksitas masalah pendidikan mulai problem disparitas guru di perkotaan dengan perdesaan, problem kesejahteraan guru, sertifikasi guru yang masih terbatas, menajemen pembinaan guru yang buruk, serta manajemen sistem kontrol kinerja guru yang harus ditingkatkan agar totalitas dan fokus menjalankan tugas.

Untuk itu, diperlukan selektif menempatkan figur pejabat publik agar sesuai kompetensi dan rekam jejak yang mumpuni.

Selama masih terjadi praktik gonta-ganti jabatan eselon bergantung like and dislike, maka bisa dipastikan bakal tidak akan menuntaskan problem sistemik mutu pendidikan Aceh, malah akan memunculkan sikap pesimistis yang akhirnya memunculkan distrust atau hilangnya kepercayaan publik atas kinerja pemerintah.

(2) Integritas dan komitmen.

Poin integritas dan komitmen pejabat publik penting untuk menilai keseriusannya mengurusi mutu pendidikan, sehingga publik tidak terkecoh dengan kerja pencitraan dinas yang hakikatnya di urus bukanlah pendidikan tapi cenderung proyek “fulus” pendidikan.

Asumsi ini timbul atas persepsi publik sebagai efek beberapa kebijakan yang menimbulkan penolakan, misalnya usulan pengadaan proyek videotron (2015) tidak relevansi dengan urusan mutu pendidikan, proyek pembuatan wastafel SMA/SMK lebih 40 miliar tahun 2020 yang sarat persoalan hukum, dugaan proyek mobiler gagal bayar di tahun 2020 puluhan miliar, serta pengadaan mobil Disdik Aceh mencapai belasan miliar tahun 2022.

Semua kebijakan penuh kontroversial ini akhirnya menimbulkan kecurigaan publik yang diurus seolah bukan pendidikan tapi lebih ke proyek “fulus” pendidikan.

(3) Kolaboratif.

Kepemimpinan kolaboratif sangat menentukan keberhasilan memecahkan kompleksitas mutu pendidikan dengan pelibatan banyak pihak di dalamnya.

Pejabat publik harus bersinergi menyukseskan pembangunan pendidikan, seperti kerja sama yang baik dengan orang tua siswa lewat penguatan komite sekolah, kolaborasi dengan Majelis Pendidikan Aceh (MPA), Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh, dan Perguruan Tinggi serta Lembaga Kursus terkait.

Upaya Kolaboratif dinas pendidikan Aceh dan BPSDM perlu terus dijalin guna mendongkrak skor kelulusan siswa pada jalur tes SBMPTN, misalnya lewat terobosan beasiswa yang diberikan.

BPSDM dan Dinas Pendidikan Aceh bisa menyediakan beasiswa jalur khusus kepada siswa (i) kelas 3 SMA/ SMK agar termotivasi mengambil jurusan favorit pada kampus terbaik UI, ITB, ITS, UGM, IPB Indonesia dan kampus terbaik di luar negeri.

Kebijakan beasiswa jalur khusus ini penting dibuat supaya sekolah bekerja keras menargetkan siswanya lulus jurusan dan kampus terbaik.

Ditambah memperkuat kemampuan siswa dengan menyediakan anggaran untuk kursus tambahan di luar jam sekolah untuk memecahkan soal-soal SBMPTN demi meraih peluang beasiswa dan meningkatkan skor kelulusan siswa jalur SBMPTN.

(4) Tingkatkan Kesejahteraan.

Melalui anggaran pendidikan Aceh yang melebihi 3 triliunan, diperlukan keberpihakan Disdik Aceh untuk meningkatkan tunjangan kinerja kepala sekolah, pengawas dan guru di Aceh.

Provinsi Bali dengan anggaran pendidikan yang berkisar 1 triliun terhitung per Oktober 2019 berani menaikkan tunjangan Kepala SMA/SMK mencapai 6, 25 juta per bulan di bawah kepemimpinan Gubernur I Wayan Koster.

Harusnya Disdik Aceh berkaca pada kebijakan provinsi lain yang tunjangan kepala sekolah, pengawas dan guru terus ditingkatkan.

Kondisi Aceh itu sangat tidak pantas jika selisih tunjangan kepala sekolah hanya 500-600 ribu per bulan.

Bagaimana mungkin tunjangan yang kecil bisa memaksimalkan peran kepala sekolah dan pengawas menghasilkan terobosan di sekolah yang terkadang harus bersinggungan dengan pihak tertentu demi menciptakan perubahan? Untuk itu, kepedulian akan kesejahteraan guru telah lama dinantikan dan perlu pembuktian Disdik yang bukan sebatas wacana yang ujungnya selalu menyoal lemahnya kinerja guru.

Keberpihakan ini sudah dicontohkan provinsi lain, ambil contoh di Jakarta yang ditingkatkan kesejahteraan guru golongan III/ a sampai III/b dinaikkan tunjangan kinerjanya sebesar 5.480.625 per bulan.

Bahkan besaran tunjangan yang diberikan lebih besar dari gaji pokok yang diatur oleh Pergub DKI Jakarta Nomor 409 Tahun 2017 tentang Tunjangan Kinerja Daerah.

Melalui kesejahteraan yang mencukupi diyakini akan meningkatkan totalitas ASN melaksanakan tugasnya sehingga meningkatkan kompetensi ke arah yang lebih baik.

Tanpa kesejahteraan mencukupi, sulit bisa mengontrol sistem kinerja ASN ke arah kedisiplinan yang maksimal untuk menjalankan tugasnya.

Wallahu’alam.

Baca juga: Pembangunan Ruang Sekolah Tidak Proposional, Wakil Ketua DPRA akan Panggil Dinas Pendidikan Aceh

Baca juga: Ekses Ultimatum Alhudri, Emak-emak Geruduk Kantor Dinas Pendidikan Aceh, Turut Bawa Periuk dan Kuali

Berita Terkini