Kisah Sukses Perantau Aceh

Kisah Diaspora Aceh - M Raji Pengusaha Muda Owner Koetaradja, Dari Importir Hingga Konsep ATM

Penulis: Zainal Arifin M Nur
Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

M Raji Firdana, owner Koetaradja & The Keude Kupi Jakarta.

SERAMBINEWS.COM – Muhammad Raji Firdana (31) adalah contoh pemuda yang tidak pernah patah semangat ketika tidak bisa mencapai cita-citanya di bangku kuliah.

“Hal yang paling saya sesali dalam hidup ini adalah saya tidak menyelesaikan kuliah saya,” kata M Raji dalam wawancara khusus dengan Serambinews.com, di Koetaradja & The Keude Kupi, di Jalan Tanah Abang, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.

“Qadarullah, kalau dulu saya selesai kuliah mungkin saya sakarang menjadi karyawan,” lanjut M Raji dalam wawancara yang disiarkan langsung di laman Facebook Serambinews.com, Kamis 19 Mei 2022 lalu.

M Raji Firdana, pemuda asal Krueng Geukueh, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara ini adalah owner Koetaradja & The Keude Kupi, warung kopi aceh berkonsep kafe yang berada di kawasan elite di Jakarta Pusat.

Warkop yang menyediakan berbagai jenis kopi dan makanan khas Aceh ini berada tepat di depan Museum Taman Prasasti yang memiliki sejarah khusus dengan Aceh.

Museum Taman Prasasti ini adalah sebuah museum cagar budaya peninggalan masa kolonial Belanda yang menyimpan koleksi prasasti nisan kuno serta miniatur makam khas dari 27 provinsi di Indonesia, beserta koleksi kereta jenazah antik.

Museum seluas 1,2 hektare ini merupakan museum terbuka yang menampilkan karya seni dari masa lampau tentang kecanggihan para pematung, pemahat, kaligrafer, dan sastrawan yang menyatu.

Raji bercerita, jasad Jenderal Kohler (Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler), seorang jenderal Belanda yang tewas di depan Masjid Raya Banda Aceh, awalnya dikuburkan di sekitar kawasan museum ini.

Pada tahun 1978, atas inisiatif Muzakkir Walad (Gubernur Aceh kala itu), jasad jasad Jenderal Kohler dibawa ke Aceh untuk kemudian dikuburkan di Kompleks Peucut (kompleks pemakaman sekira 2.200 serdadu Belanda yang tewas dalam perang Aceh), di Kota Banda Aceh.

Muzakir Walada “membawa” kembali tulang belulang jenderal “kaphe” itu ke Aceh sekaligus memberi penghormatan terhadap musuh secara kesatria.

Juga untuk memberi bukti akurat tentang betapa dahsyadnya perang Aceh melawan penjajah Belanda pada masa lalu.

Sosiolog Aceh, Prof Ahmad Humam Hamid dalam sebuah artikelnya menulis “Muzakir Walad yang juga fasih berbahasa Inggris dalam dialog imaginer kita mungkin akan berkata kepada orang asing yang ingin tahu tentang perang Aceh kira-kira begini.

If you want to know about Aceh War against the Dutch, you don’t need to read history books. Just come and see Kohler’s grave in Aceh, then you will know everything.

(Jika Anda ingin mengetahui tentang Perang Aceh melawan Belanda, Anda tidak perlu membaca buku-buku sejarah. Datang saja dan lihat makam Kohler di Aceh, maka Anda akan tahu segalanya).”

Baca Selengkapnya: Napoleon, Kohler, Muzakir Walad, dan Warisan Gampong Pande (I)

Untungnya Berbisnis Kuliner Aceh

Kembali ke kisah M Raji dan Koetaradja & The Keude Kupi.

Berada di depan Museum Taman Prasasti, kedai kopi yang memiliki ruangan VIP untuk tempat meeting dan alat pembayaran uang digital ini, diapit oleh sejumlah kantor milik instansi Pemerintah Kota Jakarta Pusat, dan gedung kementerian.

Di antaranya, Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Istana Negara, Markas Paspampres, KONI, Kemenhub, Kemendes, dan RRI.

“Jadi usaha kami ini sangat tergantung dengan aktivitas para PNS yang bertugas di berbagai kantor Kementerian. Alhamdulillah pelanggan kita lebih banyak para PNS yang berkantor di seputaran ini,” ujarnya.

Dari jalan di depan Koetaradja The Keude Kupi ini Anda bisa melihat penampakan Tugu Monumen Nasional (Monas) yang sebagian emas di puncaknya merupakan sumbangan dari saudagar asal Aceh, Teuku Markam.

“Memang lumayan rame juga PNS asal Aceh, tapi pelanggan kita tidak hanya terbatas kalangan warga asal Aceh,” kata dia.

Menurut Raji, ada hal yang sangat menguntungkan dari bisnis kuliner Aceh, yaitu karena kuliner Aceh disukai oleh banyak kalangan, dari orang Sumatera, Jawa, hingga Kalimantan dan Sulawesi.

Selain itu, orang Aceh juga punya kebanggaan tersendiri terhadap kulinernya, sehingga di mana pun berada selalu mencari makanan khas indatu

“Jadi saya hanya memfasilitasi orang yang biasa ngopi di Banda Aceh bisa menikmatinya di Jakarta, terutama di tempat kami di Jakarta Pusat ini,” ungkap M Raji.

Seperti warung kopi dan mie aceh lainnya di Jakarta, Kutaradja The Keude Kupi ini juga menyediakan berbagai jenis makanan yang ada di warung kopi di Aceh.

Koetaradja The Keude Kupi juga menjadi tempat mangkal wartawan asal Aceh yang bertugas di berbagai media nasional di Jakarta.

“Di sini ada Forum Jurnalis Aceh Jakarta atau Forjak. Memang kawan-kawan Forjak juga yang jadi trigger buat masyarakat Aceh, mereka mempublikasi dengan ikhlas,” kata Raji.

Baca juga: Taufan Bakri Sebut Diplomasi Kuliner Aceh Sukses di Jakarta

Baca juga: Merindukan Cita Rasa Kuliner Aceh di Betawi

Baca juga: Bertemu Pelaku Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno Sebut Mie Aceh Bisa Mendunia

Dengan berbagai keunggulan kuliner Aceh, Raji pun menyarankan anak muda Aceh yang berada di rantau untuk jangan sungkan mencoba bisnis kuliner Aceh.

“Jika kita data mungkin hampir tidak ada kuliner Aceh yang tidak laku di Jakarta. Itu semua tergantung kemauannya, jika lokasinya bagus, Insya Allah akan berhasil,” ungkap Raji.

Saat Serambinews.com bertandang bersama Anggota DPD RI asal Aceh Fadhil Rahmi, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin SH, dan beberapa kawan lainnya, M Raji meminta bartender di dapur kopi untuk melakukan atraksi.

Sang bartender asal Kota Lhokseumawe ini langsung beraksi.

Dia menuangkan kopi dari satu gayung ke gayung lainnya secara berulang.

Setelah beberapa kali disaring, tetesan akhir dari kopi saring itulah yang ditampung ke dalam gelas, yang membuatnya semakin terasa nikmat.

Orang-orang yang hadir pun tampak gembira dan memberikan aplaus atas atraksi akrobatik itu.

Baca juga: Kisah Diaspora Aceh – Muslim Armas, Perekat Perantau Pidie dan Pemilik 8 Perusahaan Level Nasional

Dari Importir Hingga Konsep ATM

Dalam kesempatan tersebut, M Raji Firdana berbagi kisah masa awal dia berjuang hingga kemudian sampai ke tahap saat ini.

Raji mengatakan, dia lahir dan besar di Krueng Geukueh, Kota Lhokseumawe.

Orangtuanya merupakan perantau asal Kabupaten Pidie.

Saat ini orang tuanya sudah bermukim di Banda Aceh.

“Lebaran kemarin kami tutup selama satu minggu, karena pulang kampung di Lhokseumawe dan Banda Aceh,” ungkap Raji.

Singkat cerita, dia menempuh kuliah di STT Telkom di Bandung pada tahun tahun 2008.

Dia sempat berpindah ke beberapa kampus, namun yang paling lama adalah di STT Telkom, meski juga tidak sampai menyelesaikan pendidikannya.

“Tapi karena tidak selesai (kuliah), maka saya butuh kerja untuk lebih struggle (berjuang untuk mencapai kesuksesan),” ungkap M Raji.

Setelah beberapa kali pindah kampus, M Raji kembali ke Aceh.

“Masa itu malu juga sama teman-teman, tapi hari ini ya mungkin bisa menjadi motivasi buat kawan-kawan, bahwa apapun kekurangan kita, selama ada kemauan, kesempatan akan tetap ada,” kata Raji.

Hingga pada akhir tahun 2012 di mulai merantau ke Jakarta atas ajak orang tua dari seorang teman.

“Saya bekerja sama beliau di bidang kontruksi oil dan gas.

Berangkat dari keyakinan, dalam kurun waktu tiga tahun, Raji mulai mendapatkan peluang.

“Dengan izin Allah, saya mendapatkan jalan, melalui jaringan pertemanan, akhirnya Alhamdulillah saya bisa membuka perusahaan sendiri,” kata dia.

Perusahaan yang didirikannya ini bergerak di bidang pemasangan jaringan pipa gas ke rumah tangga.

Untuk mendukung kebutuhan peralatan dari proyek pemasangan jaringan gas rumah tangga ini, Raji kemudian berinisiatif membuka usaha baru, bergerak di bidang importer barang dari luar negeri untuk dijual di Indonesia.

“Saya pikir anak muda sekarang gampang lah untuk berusaha, karena bisa memanfaatkan media sosial untuk mendukung usahanya,” ungkap Raji.

“Kebetulan saat itu perusahaan saya terlibat dalam pengembangan jaringan distribusi gas ke rumah tangga. Jadi barang-barang kebutuhan untuk proyek tersebut saya cari di Spanyol, Cina, India, dan negara-negara lainnya. Saya impor ke sini sebagai agen pemasok,” ujarnya.

Masa itu, kata M Raji, dia berusia sekira 25 tahun.

“Jadi singkatnya pada usia 25 tahun itu saya kembangkan bisnis impor, keagenan barang-barang kebutuhan untuk jaringan gas rumah tangga,” katanya lagi.

Pada tahun 2017 mulai merambah ke dunia kontraktor.

Hingga pada tahun 2020, Raji mulai merambah ke bisnis kuliner, tepatnya warung kopi dan mie aceh.

Awalnya, kata Raji, sebelum kasus Covid-19 merambah ke Indonesia, Direktur Event Daerah dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Republik Indonesia, Reza Pahlevi, melintas di kawasan depan Museum Taman Prasasti, dekat Kantor Wali Kota Jakarta Pusat.

Saat itu, Reza Pahlevi yang sedang gowes di kawasan tersebut tertarik melihat sebuah rumah yang tak terurus.

Dia mengambil gambar dikirim ke kawannya yang kemudian meneruskan ke M Raji.

Mantan kepala Dinas Pariwisata Aceh ini menilai lokasi ini sangat cocok untuk lokasi usaha kuliner Aceh, karena letaknya yang sangat strategis, diapit banyak kantor instansi pemerintahan.

Saat itu, rumah yang berada di pojok jalan ini adalah tempat usaha ayam penyet, tapi dalam kondisi tutup.

Tanpa membuang waktu, Raji mensurvei tempat tersebut.

“Menurut warga sekitar, tempat ini dulunya tidak pernah ramai. Sudah beberapa kali gonta ganti bisnis, tidak bertahan. Karena tidak ada pengunjung,” ujarnya.

Tapi, dengan dorongan Reza Pahlevi dan teman-temannya, M Raji memberanikan diri berinvestasi, membuka usaha kuliner Aceh di tempat tersebut.

Ia memilih nama Koetaradja The Keude Kupi sebagai merek dagang usahanya.

Namun, kendala datang setelah empat hari usaha ini dibuka.

“Baru empat hari buka langsung tutup karena PSBB (Pembatasan Sosial Beskala Besar) yang sangat ketat di Jakarta,” kenang Raji.

Satu setengah tahun hampir tidak ada kegiatan.

Jika pun ada, aktivitasnya sangat terbatas, sehingga omsetnya penjualan sangat kecil.

“Tapi kami adalah pelanggan setia,” timpal Fadhil Rahmi (Anggota DPD RI asal Aceh) yang sedari tadi menyimak pembicaraan kami.

Raji tak patah arang, dukungan dari teman-temannya, termasuk Fadhil Rahmi dan para jurnalis asal Aceh di Jakarta, membuat dia tetap bersemangat melalui masa sulit itu dengan penuh kesabaran.

Hingga, seiring mulai melandainya kasus Covid-19, warung Kutarjadja ini kembali ramai, bukan hanya terbatas warga Aceh, tapi juga penikmat kopi dan kuliner Aceh dari berbagai daerah yang bermukim di seputaran Tanah Abang.

Baca juga: VIDEO Putra Aceh Ismail Rasyid di Pertemuan Pengusaha Dunia di Dubai

Baca juga: Kisah Diaspora Aceh – Muslim Armas, Perekat Perantau Pidie dan Pemilik 8 Perusahaan Level Nasional

Apa kiat dari M Raji untuk sukses dalam berusaha?

“Dalam istilah saya dalam berusaha itu kita butuh ATM, yaitu amati, tiru, dan modifikasi,” kata dia.

“Jadi kita amati bisnisnya orang apa, kenapa, dan bagaimana, kemudian boleh kita tiru, tapi syaratnya harus dimodifikasi,” lanjut dia.

Terakhir, cobalah berkolaborasi, yaitu proses bekerja sama untuk menelurkan gagasan atau ide dan menyelesaikan masalah secara bersama-sama menuju visi bersama.

“Kalau memang kita kurang modal, ajak teman-teman, tuangkan ide, biar teman-teman bisa ikut membantu atau memberikan dukungan,” ujarnya.

Lalu, apakah Koetaradja The Keude Kupi punya cabang?

“Sampai saat ini belum ada cabang, tapi saya sudah punya berencana ingin membuka cabang di Yogyakarta dan Lampung,” pungkas M Raji.

Berikut wawancara Pemred Serambi Indonesia Zainal Arifin M Nur dengan M Raji Firdana, Owner Toetaradja & The Keude Kupi, yang disiarkan langsung di laman Facebook Serambinews.com.

Berita Terkini