OLEH CHAIRUL BARIAH, Wakil Rektor II Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki), Dosen Fakutas Ekonomi Universitas Almuslim, dan Anggota FAMe Chapter Bireuen, melaporkan dari Lampu’uk, Aceh Besar
Hari itu Minggu, 26 Desember 2004, kami sedang melakukan aktivitas hari libur seperti biasanya, membersihkan rumah dan pekarangan.
Tiba-tiba gempa dahsyat mengguncang bumi.
Seluruh isi rumah dan perlengkapan dapur berjatuhan.
Kami bergegas lari ke luar untuk menyelamatkan diri.
Para tetangga sudah duduk di halaman dengan beristigfar.
Ada juga orang yang memeluk pohon dengan eratnya.
Pada saat bersamaan, sebelum jaringan komunikasi terputus, kami mendapat informasi dari keluarga bahwa gempa yang begitu dahsyatnya juga mengguncang Banda Aceh.
Beberapa bangunan, termasuk Hotel Kuala Tripa, roboh.
Saat itu banyak yang menangis dan menjerit karena entakan bumi begitu kuat.
Air laut pun meluap, menyapu habis apa saja yang ada, bahkan benda ribuan ton di laut semua tersapu ke darat.
Bencana tsunami Aceh dan berdampak ke sejumlah negara.
Baca juga: Begini Kondisi Masjid Rahmatullah Lampuuk Kini, Masjid yang Tetap Kokoh Saat Dihantam Tsunami Aceh
Baca juga: Sandi Singgah ke Masjid Rahmatullah, Buktikan Kebesaran Allah Saat Tsunami: Simpan Potensi Wisata
Tsunami sudah 17 tahun berlalu, tetapi kenangan tentangnya tak akan pernah terlupakan.
Hari itu begitu banyak orang yang kehilangan suami, istri, anak, ayah, ibu, dan sanak keluarganya, bahkan tempat tinggal dan harta benda.
Gulungan ombak tsunami telah merenggut ratusan ribu nyawa di Aceh.