Pada saat resign dari perusahaan, kata Abudzar, pendapatannya dari hasil sewa mobil dan dagang ayam goreng masih jauh dibandingan dengan gajinya sebagai karyawan.
“Bagaimana rasanya menjadi pedagang?,” tanya Asrizal.
“Bedanya sih, saat menjadi pedagang seperti sekarang, tidak punya utang dan hidup lebih tenang.
Itu aja sih,” kata Abudzar.
“Emang waktu menjadi karyawan punya utang?” tanya Asrizal lagi.
“Banyak juga, karena kita menunggu dan berharap pada gaji di akhir bulan.
Tapi Alhamdulillah, sekarang sudah tidak ada utang, tidak ada beban pekerjaan, karena waktu kita atur sendiri,” ujar Abudzar.
Restu dan amanah ibu
Saat keinginan resign dari perusahaan semakin kuat, Abudzar membicarakan ini dengan ibundanya dan istrinya.
Bagaimana tanggapan istri? “Awalnya sih berat juga.
Tapi saya memberi syarat, terserah mau kerja apa saja, yang penting jangan ada utang,” timpal Nuri, istri Abudzar yang sedari tadi menyimak pekerjaan kami.
Nuri yang duduk bersama dua anak mereka, Syakil dan Syanum, mengatakan, pada bulan-bulan pertama Abudzar keluar dari perusahaan, kehidupan mereka terasa berat, karena tidak lagi punya uang bulanan.
Nuri harus bisa mengatur uang hasil jualan secara cermat.
“Tapi itulah namanya perjuangan,” timpal Abudzar.
Selain masalah keuangan, hal terberat yang dirasakan Abudzar adalah omongan orang, karena dia resign di masa Covid-19.
“Banyak yang menyangka saya dipecat atau dirumahkan karena pengurangan karyawan.
Awalnya, ibu juga berpikir seperti itu.
Tapi setelah saya beri pengertian, Alhamdulillah beliau mengerti dan mendukung keputusan saya,” ungkap Abudzar.
Setelah mendapat restu dari ibundanya (kini sudah almarhumah) dan kerelaan dari sang istri, tepat pada tanggal 31 Desember 2020, Abudzar mengantarkan surat pengunduran dirinya ke perusahaan tempatnya bekerja.
Dia resign setelah menyelesaikan tugas terakhirnya atau setelah tutup buku pada akhir tahun.
Usaha mi aceh
Dua tahun setelah keluar dari perusahaan, berbekal tabungannya dari hasil sewa mobil dan jualan ayam goreng Sabana, Abudzar mulai mengepakkan sayap bisnisnya.
Dua bulan lalu, Abudzar membuka usaha mi aceh dengan nama “Mi Aceh Ghifari’s Family”.
Abudzar mengatakan, keputusannya membuka usaha mi aceh ini sebagai bagian dari pengabdiannya kepada almarhumah ibundanya.
“Dulu ibu meminta saya kalau bisa membuka bisnis yang ada hubungannya dengan Aceh.
Memang tidak mesti mi aceh, tapi yang ada hubungannya dengan Aceh,” ungkap Abudzar.
Sayangnya, keinginan almarhum ibunya ini baru bisa dia wujudkan setelah hampir dua tahun sang ibu kembali kepada Sang Pencipta.
“Beliau kembali kepada Allah pada awal tahun 2021 atau setelah dua bulan saya resign dari perusahaan.
Saat itu saya belum punya cukup modal untuk membuka usaha mi aceh,” kata dia.
“Alhamdulillah sekarang saya bisa mewujudkan amanah beliau agar saya membuka usaha yang ada hubungannya dengan Aceh, yakni mi aceh, sesuai dengan kemampuan saya,” ujarnya.
“Mungkin beliau ingin agar saya dan anak-anak tidak pernah lupa dengan asal usul kami sebagai orang Aceh,” ujar Abudzar yang beristrikan perempuan Betawi.
Adapun menu di warung Mie Aceh Ghifari’s Family ini sama seperti menu standar di kebanyakan warung mi aceh di Jakarta.
Selain menu utama mi aceh dengan berbagai varian rasa, juga tersedia kari kambing pada hari tertentu, canai dengan berbagai varian rasa, martabak telor, dan aneka minuman.
Kini, Abudzar pun mulai menjalani hidup dengan lebih tenang, jauh dari bayang-bayang dosa karena riba. (Zainal Arifin M Nur)
Baca juga: Kisah Diaspora Aceh – Muslim Armas, Perekat Perantau Pidie dan Pemilik 8 Perusahaan Level Nasional
Baca juga: Kisah Diaspora Aceh – 10 Tahun Tidur di Atas Tong Pasar Minggu, Iskandar Kini Bos 5 Cabang Mie Aceh