SERAMBINEWS.COM - Pernyataan Prof Ahmad Humam Hamid terkait KPK, Ayah Merin dan Irwandi Yusuf ditanggapi pro dan kontra oleh warganet di media sosial.
Diketahui sebelumnya Sosiolog yang juga Guru Besar Universitas Syiah Kuasa (USK) Banda Aceh itu meminta agar KPK tidak mempermalukan Aceh melalui penanganan kasus Izil Azhar alias Ayah Merin.
Ia menilai penanganan kasus gratifikasi yang melibatkan Ayah Merin tidak seharusnya dilihat dari perspektif hukum semata.
Tetapi harus juga dilihat dari perspektif sosial karena saat itu Aceh dalam masa transisi pasca-damai, yaitu dari perang ke perdamaian.
"Kasus itu harus dilihat dalam perspektif transisi," kata Humam secara langsung kepada Serambi pada Sabtu (18/2/2023) menanggapi penangkapan Ayah Merin oleh KPK.
"Dari ekonomi perang ke ekonomi damai yang belum jelas benar bagaimana bentuk kesejahteraan kepada eks kombatan, anak yatim, janda konflik saat itu," tambahnya.
Baca juga: KPK Jangan Permalukan Aceh
Sementara dilihat dari laman Facebook Serambinews.com, sejak diunggah 22 jam lalu, tulisan tersebut sudah disuka 261 orang dengan 157 komentar dan dibagikan sebanyak 17 kali.
Berikut komentar pro dan kontra warganet di media sosial sebagaimana dikutip dari laman Facebook Serambinews:
Netizen Kontra
"Kalau bersalah tangkap KPK, kenapa Aceh yang harus malu. Harusnya insan tersebut yang malu," komen salah seorang warganet di unggahan tersebut.
Baca juga: Berani Kritik KPK dan Presiden Jokowi Terkait Kasus Ayah Merin dan Irwandi Yusuf, Siapa Humam Hamid?
"Seandainya tidak ada KPK maka apa yang terjadi, terjadilah," komen warganet lainnya.
"Bukan KPK yang membuat malu rakyat Aceh tapi pancuri yang mempermalukan rakyat Aceh, KPK sikat semua maling berdasi di Aceh," timpal warganet lain.
"Pranata sosial yang baik akan terbentuk manakala pranata hukum berjalan dengan baik, jadi jangan pisahkan keduanya," tulis netizen.
"Meunyoe salah teutap salah hana perle tabela ureung yang korup nyan (kalau salah tetap salah, tidak perlu kita bela orang yang korupsi itu)," tambah netizen lainnya.
Baca juga: Aceh Masih Bisa Terima Dana Otsus Usai 2027, Humam Hamid: Butuh Perjuangan Politik untuk Meraihnya
Netizen Pro
"Ini sudah dekat Pemilu/Pilpres, semua SDA/SDM akan diberdayakan oleh sang Namrud tuk menjegal sang kompetitor supaya tidak mendekat dengan lingkungan istananya," komen netizen.
"Tabik atas analisa tajam Prof Humam," komen netizen lainnya.
"Salut dengan bapak Prof ini, telah mengingatkan kita tentang kondisi saat itu," tulis netizen di kolom komentar.
"Salam Hormat Prof. Kian hari saya semakin kagum pada sosok satu ini. Salah seorang profesor yang peka terhadap kondisi sosial masyarakat dan Meu-Aceh," tambah warganet lainnya.
"Ada benarnya juga karena itu bagian dari menjaga perdamaian Aceh," komen warganet.
Baca juga: Rocky Gerung: Saya Anggota GAM, Mau Ganti KTP dan Jadi Caleg dari Aceh
Kenapa Bela Irwandi?
Sosiolog yang juga Guru Besar USK, Prof Humam Hamid menyampaikan dirinya secara pribadi pernah berteman dengan Irwandi, kemudian bersaing di Pilkada 2006, lalu berteman lagi.
Ia punya filsafat, dalam hidup ini ada dua hal. Pertama, sesuatu yang bisa dikontrol dan kedua, sesuatu yang tidak bisa dikontrol.
"Yang di luar kita kontrol kita terima apa pun, tapi apa yang bisa kita kontrol kita harus hati-hati untuk mengontrolnya," kata Prof Humam kepada Serambinews.com, Minggu (19/2/2023).
"Mau hujan kita tidak bisa kontrol di luar, tapi mengenai pendapat saya bisa kontrol," tambahnya.
Baca juga: Kenakan Peci Hitam, Kaesang Hadiri Nikahan Paspampres di Aceh Singkil, Diteriaki Emak-emak
Sosiolog yang juga Guru Besar USK itu mencontohkan seperti memberi pendapat tentang posisi Irwandi dan Ayah Merin.
Meski Irwandi pernah bersaing dan mengalahkan dirinya pada Pilkada 2006 silam, Humam menyampaikan biarkan itu menjadi urusan pribadi dirinya.
Namun ketika memberi penilaian atau komentar terhadap kasus Irwandi dan Ayah Merin, menurutnya hal-hal yang berurusan dengan pribadi mesti dikesampingkan terlebih dahulu.
"Saya harus melihat dengan jernih dan itulah yang orang katakan sama kayak membelot, bukan membelot," ungkap Prof Humam.
"Itulah pendapat saya yang melihat dengan kejernihan pikiran, kalau itu disebut membelot ya alhamdulillah. Terserah orang," tambahnya sambil tertawa.
Ia bercerita Irwandi yang merupakan pejabat publik sempat mengalami stroke saat menjabat sebagai Gubernur Aceh karena cukup kuatnya tekanan pada masa itu.
Irwandi menjadi gubernur pada periode pertama pasca-damai Aceh ketika ribuan orang eks kombatan GAM dan keluarga yang berharap mendapat banyak hal dari buah perdamaian, termasuk Ayah Merin.
"Orang tidak sabar, itu kan kejadian Sabang itu program kedua (Irwandi menjabat) yang Sabang itu. Jadi, orang itu (KPK) tidak tahu yang namanya Merin, Irwandi," kata Humam.
"Irwandi itu berkali-kali berkelahi dengan eks kombatan di depan ruang kerjanya, karena mereka memaki-maki dia, mana uang, mana ini, mana itu, diancam pakai senjata, capek itu mengurus pasca-konflik, begitu juga Ayah Merin," tambahnya.
Jadi menurutnya, ini bukan soal bela membela, melainkan melihat perspektif pada masa itu dengan kacamata yang lebih jernih, bukan dengan emosi.
Sebut KPK Jangan Permalukan Aceh
Sebelumnya Sosiolog yang juga Guru Besar USK, Prof Ahmad Humam Hamid meminta KPK tidak mempermalukan Aceh melalui penanganan kasus Ayah Merin.
Ia menilai penanganan kasus gratifikasi yang melibatkan Ayah Merin tidak seharusnya dilihat dari perspektif hukum semata.
Tetapi harus juga dilihat dari perspektif sosial karena saat itu Aceh dalam masa transisi pasca-damai, yaitu dari perang ke perdamaian.
"Kasus itu harus dilihat dalam perspektif transisi kata Humam secara langsung kepada Serambi pada Sabtu (18/2/2023) menanggapi penangkapan Ayah Merin oleh KPK.
"Dari ekonomi perang ke ekonomi damai yang belum jelas benar bagaimana bentuk kesejahteraan kepada eks kombatan, anak yatim, janda konflik saat itu," tambahnya.
Humam menegaskan bahwa apa yang disampaikannya tersebut tidak dalam rangka membela Ayah Merin, apalagi mantan gubernur Aceh Irwandi Yusuf.
Sebagai sosiolog, ia hanya melihat dari sisi bagaimana pemerintah pusat memperlakukan Aceh.
"Jadi menurut saya, sebaiknya (kasus) ini dihentikan. Ini sosiologis, saya tidak bicara hukum," ungkap Humam.
"Dan kadang-kadang sosiologis ini lebih penting daripada hukum. Saya juga tahu Izil bukan manusia hebat dan baik sekali. Tetapi ia punya tanggung jawab. Itu yang saya hormati," tambahnya.
Beda SBY dengan Jokowi
Prof Humam Hamid menjelaskan, dalam konteks penanganan kasus, Presiden Jokowi dan KPK tidak ada kaitan.
Akan tetapi, terang Humam, publik Aceh akan memiliki dua memori berbeda terhadap pemerintah pusat dalam menjaga harkat dan martabat Aceh.
“Pada masa Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), dia berusaha sekuat tenaga untuk mendamaikan Aceh. Pada masa Pak Jokowi, walaupun ini korupsi disebut atau apapun namanya, ini adalah mempermalukan Aceh,” tegas Humam.
Menurut Humam, apa yang dilakukan Ayah Merin saat itu adalah sebuah upaya menjaga perdamaian yang masih muda.
Bahkan di sisi lain, Ayah Merin juga menjaga agar senjata dan bom sisa konflik tidak meledak karena persoalan kesejahteraan.
"Kalau kasus ini berlanjut dan Izil ( Ayah Merin) dihukum, apapun ceritanya uang itu mengalir ke banyak orang. Kecil sekali uang 32 miliar yang terlibat banyak orang itu dipertaruhkan untuk sebuah perdamaian dan masa depan Indonesia," tambah dia.
"Pada masa itu, GAM sangat beda. (Kasus Ayah Merin) ini narasinya bukan korupsi seperti (yang dilakukan pejabat) saat ini. Kalau pun ada, lebih kepada uang keamanan yang biasa dipraktikkan eks kombatan masa perang," ujar Humam.
"Apalagi pada masa itu ada beberapa eks kombatan ada yang menjadi pejabat, ada Gubernur, Bupati, Wali Kota, DPR. Itu artinya, ada beban besar kepada petinggi GAM untuk mencari cara bagaimana menenangkan eks kombatan walaupun sesaat," katanya.
Karena itu, Humam berharap pegiat anti korupsi di Aceh agar jeli melihat kasus ini dan memahami konstruksi persoalannya.
"Saya anti juga dengan koruptor. Tangkap aja koruptor. Tapi ini lain, di sini ada konteks perdamaian," ucapnya lagi.
Di samping itu, Humam juga sangat yakin Irwandi Yusuf tidak terlibat.
Namun apabila kasus ini dikaitkan dengan korupsi, maka Irwandi sebagai mantan gubernur Aceh juga harus ditangkap.
"Saya duga Irwandi tidak terlibat. Saya haqqul yakin. Dan untuk menangkap Ayah Merin, itu Irwandi harus ditangkap. Jika ini korupsi, Irwandi harus ditangkap. Ini tidak benar. Saya juga mendengar Irwandi tidak memerintahkan Ayah Merin," tutup Humam.
(Serambinews.com/Sara Masroni)
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS