Masyarakat Menggamat juga telah melakukan aksi di sekitar lokasi.
Dimana mereka mendesak, agar PT BMU mengosongkan alat-alat berat yang berada di kawasan tambang.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, Marthunis mengatakan, dirinya juga sempat menemui para pendemo di lokasi.
Namun, para demonstran tetap bersikukuh ingin bertemu dengan PJ Gubernur Aceh perihal masalah tersebut.
Namun, Pj Gubernur Aceh saat ini masih berada di Jakarta.
Dirinya menjelaskan, jika memang ingin berbicara soal perizinan, secara regulasi cukup dengan DPMPTSP saja.
“Jadi kita sampaikan pada mereka, tapi mereka tidak sepakat. Karena soal izin sudah didelegasikan ke DPMPTSP,” kata Marthunis saat ditemui Serambinews.com.
Selain pihaknya sudah menurunkan tim untuk melakukan evaluasi perihal izin tambang di Aceh.
Saat ini pihaknya masih menunggu hasil temuan, apakah ada pelanggaran atau tidak.
Jika ada kata Marthunis, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan regulasi yang ada.
“Dari tim evaluasi ini nantinya apakah ada pencabutan atau menghentikan seluruh operasi tambangnya sesuai dengan dasar hukum. Pemerintah Aceh sangat konsen dengan isu lingkungan. Jika memang perusahaan terbukti melakukan perusakan lingkungan, tentu akan kita beri sanksi tegas,” ungkapnya.
Saat ini sendiri lanjut dia, PT BMU sudah berhenti beroperasi sementara.
Pihaknya masih menunggu keputusan final dari para tim evaluasi.
“Kerusakan lingkungan mungkin satu-satunya PT BMU saja yang melakukan. Tentu harus dilakukan penelitian lebih dalam. Karena di atas tambang yang dilakukan eksploitasi oleh PT BMU, juga terdapat kegiatan illegal mining,” pungkasnya.(*)