Lalu apa yang terjadi setelah itu, maka lahirlah barisan Mujahidin di seluruh pesantren dan dayah-dayah di Aceh.
Tanggal 17 November 1945 terjadi Musyawarah besar didepan Masjid Tiro yang disitu Abu Hasan Krueng Kalee hadir, kemudian mengangkat Teungku Umar Tiro sebagai Panglima Barisan Mujahidin.
Sementara di Banda Aceh, di depan Masjid Baiturrahman, seminggu setelahnya atau 23 November 1945 lahir Barisan Hizbullah yang dipimpin langsung oleh Teungku Daud Beureueh.
“Tugas para pejuang Barisan Mujahidin dan Hizbullah ini bukan hanya menjaga Aceh dari masuknya tentara Belanda, tapi juga mengirim tentara pejuang Aceh ini hingga ke Besitang, sampai ke Langkat, sampai ke Brandan yang dikenal dengan Perang Medan Area,” katanya.
Baca juga: RADAD Gelar Muzakarah Ulama, Abuya Mawardi: Karamah Abuya Muda Waly Tidak Diwarisi ke Anak
Perang Medan Area ini namanya yang Medan, tapi yang berperang adalah orang Aceh.
Hal itu karena lokasinya yang di Medan tapi yang datang itu untuk berperang orang Aceh.
“Ini adalah bukti nyata dari peran ulama Aceh dalam menjaga kemerdekaan Republik Indonesia. Turun langsung dalam militer,” ungkap Dr Mutiara Fahmi.
Ulama Muda Aceh, Abuya Habibi Muhibuddin Waly Al Khalidi mengatakan, mengutip dari beberapa sumber buku disebutkan bahwa Abuya Muda Wali disamping sebagai seorang ulama besar juga seorang nasionalis.
Disebutnya bahwa Abuya Muda Wali punya jasa besar dalam kemerdekaan Indonesia, khususnya dalam menciptakan keamanan kembali di Aceh pasca kemerdekaan.
Pada masa DI/TI, Gubernur Sumatera Utara SM Amin tidak hanya berterimakasih kepada Abuya Muda Wali tapi juga berterimakasih kepada Abu Hasan Krueng Kale, karena tidak masuk atau mendukung kelompok pemberontakan, yang saat itu sudah terpengaruh oleh beberapa aliran dari luar.
“Intinya, dari beberapa literasi yang ada, banyak sekali kontribusi besar Abuya Muda Wali terhadap Republik Indonesia,” ujarnya.
Disisi lain, Senior DPP ISAD Aceh Tgk M Yusuf Al-Qardhawy mengatakan, peran Ulama Aceh terhadap perlawanan penjajahan Belanda telah diakui oleh dunia.
Kuatnya perlawanan Aceh karena Ulama dan Habaib yang mampu menggerakkan para santri dan pengikutnya untuk berjuang mempertahankan kedaulatan Aceh dari tangan penjajah Belanda.
“Bahkan Snouck Hurgronje, tokoh yang dikirim Belanda ke Aceh untuk mempelajari adat-istiadat, kebudayaan, dan ajaran Islam masyarakatnya Aceh pernah mengeluarkan pernyataan bahwa jika ingin menguasai Aceh maka bunuh lebih dulu para ulama dan Habaib,” ujarnya.
Lemahnya perlawanan ulama Aceh terhadap penjajahan Belanda dimulai pasca meninggalnya Tgk Chik Ditiro akibat diracun pada Januari 1891.