Citizen Reporter

Menelusuri Jejak Dakwah Rasulullah di Taif

Editor: mufti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

IBNU SYAHRI RAMADHAN, Staf Humas dan Protokol Universitas Syiah Kuala, melaporkan dari Kota Taif, Arab Saudi

IBNU SYAHRI RAMADHAN, Staf Humas dan Protokol Universitas Syiah Kuala, melaporkan dari Kota Taif, Arab Saudi

Taif adalah puncaknya Arab Saudi. Kota ini berada di ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Dengan tofografi seperti itu, telah menjadikan Taif sebagai kota yang begitu sejuk.

Saya yang baru pertama kali menginjakkan kaki di tanah ini, tak pernah mengira Taif ternyata begitu dingin. Apalagi jika kita bandingkan dengan Kota Makkah yang hari-hari ini terasa cukup panas.

Perjalanan dari Makkah ke Taif dapat ditempuh dalam waktu dua jam. Suasana Kota Taif tampak begitu tenang. Bukit-bukit kecil menghiasi perjalanan saya. Rumah-rumah penduduk bak kotak-kotak tersusun rapi di antara perbukitan. Sebagian rumah itu berwarna cokelat sehingga tampak menyatu dengan tanah Kota Taif.

Perjalanan menuju Taif berkelok-kelok dan menanjak, layaknya menelusuri lereng gunung. Hanya saja, jarang ditemukan pepohonan di jalan ini. Satu-satunya pohon yang terlihat hanyalah pohon kurma yang berdiri dengan pelepah-pelepah daunnya yang kerontang. Sesekali saya melihat unta-unta yang berjalan atau makan di hamparan tanah yang gersang itu. Maka kalau kita perhatikan dari dalam bus, suasana di luar sana rasanya tampak begitu panas.

Namun, ternyata dugaan saya salah. Saat kaki melangkah keluar dari bus, tubuh saya pun langsung menggigil dipeluk dinginnya Taif.

Meskipun demikian, hati saya berdebar karena hari itu Allah telah mengizinkan saya untuk pertama kalinya menginjakan kaki di Taif. Kota yang menjadi salah satu kepingan sejarah penting dakwah Rasulullah dalam pengembangan ajaran Islam.

Taif punya memori yang kuat dalam pikiran saya. Saya pertama kali mendengar Taif saat masih kecil dan pada suatu subuh yang dingin di bulan Ramadhan. Saat itu, seusai shalat subuh, ustaz Ikhsan Dalimunte yang merupakan ustaz kondang di kampung kami, yaitu Kampung Durian menceritakan sejarah dakwah Rasulullah di kota ini.

Ia bercerita bagaimana ketika itu Rasulullah dilempari batu oleh penduduk Taif. Sampai-sampai tubuh Rasulullah terluka. Kondisi Rasulullah tersebut akhirnya membuat malaikat Jibril meminta Rasulullah untuk mengizinkannya menimpakan gunung ke penduduk Taif.

“Tapi Rasulullah menolaknya. Itulah bukti betapa cintanya Rasulullah terhadap umatnya,” ucap Ustaz Ikhsan dengan logat khas Sumatra Utaranya.

Penduduk Taif sebenarnya adalah penduduk yang ramah terhadap pendatang. Rasulullah berharap agar penduduk Taif mampu menjadi penopang dakwah agama Islam. Hanya saja, ketika itu rencana Rasulullah untuk berdakwah ke kota ini telah diketahui oleh kaum kafir.

Mereka kemudian menghasut penduduk Taif sehingga mereka menjadi begitu benci kepada Rasulullah. Rasulullah pun tidak mengira akan disambut dengan amarah oleh penduduk Taif. Tidak hanya orang tua, para remaja dan anak-anak pun turut melemparkan batu kepada Rasulullah.

Cara Ustaz Ikhsan menyampaikan kisah tersebut begitu ekspresif sehingga cerita itu sangat berkesan dalam pikiran anak-anak kampung seperti kami.

Maka ketika sampai di Taif, cerita masa kecil itu kembali teringat. Apalagi kami dibawa ke Lembah Al-Mathnah. Ya, di tempat itulah dulu Rasulullah dilempari batu sampai terluka oleh penduduk Taif.

Di Lembah Al-Mathnah ini berdiri pula Masjid Qantara. Masjid ini dibangun pada masa Kekhalifahan Utsmaniyah pada tahun 1856 M. Tujuannya, untuk mengenang peristiwa beratnya dakwah Rasulullah di tempat itu.

Halaman
123

Berita Terkini