Konflik Palestina vs Israel

PBB Sebut Gaza Sudah Tidak Layak Huni Akibat Gempuran Israel dan Larang Bantuan Kemanusiaan Masuk

Editor: Faisal Zamzami
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Serangan dini hari oleh pasukan Israel di kamp pengungsi Jabalia Gaza utara menewaskan 33 orang, termasuk 13 anak-anak.

SERAMBINEWS.COM, NEW YORK - Plt. Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Kemanusiaan dan Deputi Koordinator Bantuan Darurat pada Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) Joyce Msuya menyampaikan bahwa sebagian besar wilayah Jalur Gaza sudah tidak layak huni akibat gempuran Israel sejak Oktober 2023 lalu.

Dalam rapat bersama Dewan Keamanan PBB, Msuya mendesak lembaga tersebut segera bertindak di Gaza sesuai hukum internasional.

Dia menekankan, Gaza saat ini mengalami "situasi bencana", terutama sejak pengepungan Israel di wilayah utara yang berlangsung sejak awal Oktober 2024. 

"Sebagian besar Gaza sekarang menjadi tanah kosong penuh reruntuhan. Apa perbedaan yang dibuat dan apa langkah pencegahan yang diambil jika lebih dari 70 persen rumah penduduk telah rusak atau hancur?" kata Musya di New York, Selasa (12/11/2024) waktu setempat, dikutip dari laman resmi OCHA.

"Kebutuhan dan layanan pokok, termasuk listrik telah diputus. Ini menimbulkan meningkatnya kekurangan pangan, paceklik, dan yang kita dengar sekarang, potensi bencana kelaparan. Kita melihat tindakan-tindakan yang menunjukkan kejahatan internasional paling buruk."


Ilmuwan asal Tanzania itu menambahkan, pasukan Israel terus menghalangi bantuan dan petugas kemanusiaan sejak mengepung utara Gaza. Pada saat bersamaan, "rumah-rumah dan sekolah" dibom hingga hancur.

Musya pun melaporkan bahwa penduduk utara Gaza ketakutan mencari bantuan karena bisa diserang tentara Israel. Banyak dapur umum terpaksa tutup dan distribusi bantuan pangan menurun drastis.

"Beit Hanoun telah dikepung lebih dari satu bulan. Kemarin, makanan dan air berhasil masuk ke tempat-tempat perlindungan, tetapi hari ini, tentara-tentara Israel memaksa warga keluar dari area yang sama," ujarnya.

Dia mengatakan Israel melarang bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah utara Gaza.

"Otoritas Israel memblokir bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza Utara, di mana pertempuran terus terjadi, dan sekitar 75.000 orang tanpa pasokan air dan pangan yang cukup."

Msuya mengingatkan penduduk utara Gaza perlu bantuan segera jelang musim dingin.

"Kondisi hidup di seantero Gaza tidak layak untuk hidup manusia. Makanan tidak cukup. Barang-barang kebutuhan yang diperlukan jelang musim dingin sangat kurang," kata Msuya.

"Perampasan bersenjata disertai kekerasan terhadap konvoi-konovi kami semakin marak di sepanjang rute dari Kerem Shalom, didorong oleh rutuhnya ketertiban publik dan keamanan."

Msuya mengingatkan Dewan Keamanan PBB agar menggunakan wewenangnya di Gaza sesuai Piagam PBB.

Ia pun meminta negara-negara anggota PBB untuk menggunakan pengaruh diplomatik dan ekonomi untuk menghentikan pelanggaran hukum internasional di Gaza.

"Sekarang waktunya Dewan Keamanan menggunakan wewenangnya di bawah Piagam PBB untuk memastikan kepatuhan hukum internasional dan implementasi penuh resolusi-resolusinya," kata Msuya.

Baca juga: Kebiadapan Israel di Gaza, Izinkan Misi PBB Bawa Bantuan Makan di Pengungsian Lalu Menyerangnya

Iran Minta PBB Usir Israel, Serukan Embargo Senjata ke Zionis

Kementerian Luar Negeri Iran meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengusir Israel setelah melakukan serangan mematikan ke Suriah.

Iran juga meminta agar embargo senjata ke Israel segera dilakukan.

Dikutip dari Al-Arabiya, pada Minggu (10/11/2024), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmaeil Baghaei mengatakan Teheran mengecam keras serangan rezim Zionis ke area permukiman di Damaskus, Suriah.


Serangan Israel ke Suriah itu menyasar sebuah apartemen yang dimiliki oleh Hizbullah, kelompok yang didukung Iran.

Pengamat Hak Asasi Manusia (HAM) Suriah mengungkapkan sembilan orang terbunuh sekaligus seorang komandan Hizbullah.

Baghaei pun menyerukan tindakan terhadap Israel, termasuk embargo senjata dan pengusirannya dari PBB.

Ketegangan regional telah meningkat sejak pecahnya perang di Gaza pada 7 Oktober 2023, yang dipicu serangan Hamas ke utara Israel.

Konflik di Gaza telah melibatkan kelompok perlawanan yang berpihak pada Iran di wilayah itu.

Serangan langsung antara Iran dan Israel juga mewarnai konflik, yang sebelumnya jarang terjadi.

Sejak perang saudara di Suriah pecah pada 2011, Israel telah melakukan ratusan serangan di Suriah.


Serangan-serangan itu terutama menargetkan posisi tentara dan pejuang termasuk dari Hizbullah.

Pihak berwenang Israel jarang mengomentari serangan tersebut.

Namun, mereka berulang kali mengatakan bahwa mereka tak akan membiarkan musuh bebuyutannya, Iran, memperluas kehadirannya di Suriah.

Baca juga: Menangis, Ahli Bedah Inggris Cerita tentang Penderitaan Warga di Gaza: Ingatkan Saya pada Hiroshima

Kesaksian Dokter di Gaza: Anak-Anak Jadi Sasaran Penembak Jitu Israel, Cedera Parah di Kepala

Seorang dokter bedah Inggris yang telah bekerja di Gaza selama 1 bulan mengungkapkan bahwa penembak jitu Israel sengaja menargetkan anak-anak.

Saat menghadiri sesi Komite Pembangunan Internasional di DPR Inggris mengenai situasi kemanusiaan di Gaza, dokter bedah ini mengatakan bahwa penembak jitu Israel tidak memandang siapa dan dari mana asalnya yang akan menjadi target mereka.

"Tidak masalah siapa Anda di Gaza. Jika Anda orang Palestina, Anda adalah sasaran," kata Nizam Mamode, dikutip dari Anadolu Anjansi.

Selama satu bulan ini, Mamode bertugas di Rumah Sakit Nasser di Gaza.

Dalam kesaksiannya, ia mengatakan sekitar 60-70 persen yang ia rawat adalah anak-anak dan wanita.

Mamode mengatakan mayoritas anak-anak yang ia rawat mengalami cedera di kepala akibat tembakan dari penembak jitu Israel.

"Kami melihat sejumlah anak dengan luka tembak di kepala, satu tembakan di kepala. Tidak ada luka lain. Jadi jelas, mereka sengaja menjadi sasaran penembak jitu Israel, dan ya, itu terjadi hari demi hari," katanya.

Meski berpengalaman di berbagai konflik sebelumnya, Mamode mengatakan bahwa Gaza adalah wilayah yang mengalami serangan paling berat.


"Saya pernah bekerja di sejumlah zona konflik di berbagai belahan dunia. Saya berada di sana saat genosida Rwanda terjadi. Saya belum pernah melihat sesuatu sebesar ini sebelumnya," ungkapnya.

Ia mengaku ini merupakan pertama kalinya bertugas dalam keadaan yang sangat parah.

Di mana tenaga medis tidak mendapatkan perlindungan apapun dari Israel.

"Saya tidak pernah berada di daerah konflik di mana bantuan medis dibatasi sedemikian rupa... Tidak mengizinkan masuknya pasokan, mengebom fasilitas perawatan kesehatan, menyerang ambulans, dan membunuh pekerja perawatan kesehatan," katanya.

Menurutnya, apabila Israel tidak melakukan hal tersebut, maka para tenaga medis akan bisa menyelamatkan ribuan nyawa.

"Jika semua itu tidak terjadi, maka puluhan ribu nyawa akan terselamatkan," tambahnya.

Mamode: Apa yang Terjadi di Gaza Adalah Genosida

 
Ketika ditanya apa yang ia lihat di Gaza, Mamode mengatakan bahwa apa yang terjadi di Gaza adalah Genosida.

"Sulit untuk menemukan kata lain untuk itu, mengingat apa yang telah kita lihat. Dan saya yakin bahwa rakyat Palestina merasa itulah yang terjadi pada mereka dan ada rasa pasrah bahwa mereka semua hanya menunggu kematian tanpa ada kesempatan untuk melarikan diri. Jadi singkatnya, ya," tegasnya.

Kemudian ia mengatakan bahwa klaim Israel tentang menyebarkan selebaran yang memperingatkan orang-orang agar pindah ke daerah berbeda sebelum menargetkan lokasi tersebut adalah tidak benar.

Mamode menegaskan bahwa Israel tidak pernah mengirimkan selebaran apapun.

"Sebagian besar korban mereka berasal dari Zona Hijau, yang seharusnya tidak menjadi sasaran, dan banyak dari mereka tidak dievakuasi, tidak ada peringatan sama sekali," jelasnya.

Ia kemudian menjelaskan bahwa kemanapun dirinya pergi, bisa saja menjadi sasaran Israel tanpa ia ketahui.

"Kami mengalami ledakan kendaraan yang berjarak lima meter dari unit gawat darurat di jalan utama. Kami sama sekali tidak mendapat peringatan. Dan jika saya menyeberang jalan untuk membeli sesuatu, itu akan menjadi akhir hidup saya," tambahnya.

Ia mengatakan bahwa wisma tamu yang ditetapkan sebagai rumah aman juga menjadi sasaran serangan Israel di Jalur Gaza.

Menurut Mamode, serangan Israel ini sengaja dilakukan untuk membiarkan korban tanpa dibantu oleh tenaga medis.

"Tujuan di balik ini adalah untuk mencegah pekerja bantuan datang, dan menurut saya ini sama saja dengan penembakan terhadap konvoi PBB dalam hal menyerang rumah sakit dan ambulans, dan sebagainya," jelasnya.

 

Baca juga: Suami di Bekasi Tega Aniaya Istri, Pelaku Emosi Korban Ogah Diminta Tolong Jaga Anak

Baca juga: PT OSS Mangkir dalam Sidang di PN Singkil, Soal Tuntutan YARA Rp 2 T untuk Pemberdayaan Masyarakat

Baca juga: Kapolri Mutasi dan Rotasi 55 Pati dan Pamen, 3 Orang Jadi Kapolda dan 4 Pensiun, Berikut Daftarnya

Berita Terkini