Mungkin untuk beberapa kali kita selamat, tapi ingatlah sepandai- pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga. Apalagi kalau orang-orang terpelajar yang melakukannya sungguh memalukan dan tidak beretika.
Kerja sama yang baik antara petugas SPBU dengan pengelolanya juga sangat diperlukan, karena ini berhubungan dengan etika dalam berniaga. Apa pun pekerjaan yang kita jalani modalnya adalah kejujuran. Walaupun disadari faktor 'human error' pasti ada, tetapi dapat diminimalkan.
Kekecewaan saya saat menggunakan barcode jadi pelajaran berharga bagi semua penggunanya dan seluruh pengusaha yang memiliki stasiun pengisian BBM. Harus benar-benar mengawasi petugas pada SPBU masing-masing, sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah agar subsidi BBM benar-benar tepat sasaran.
Selain itu, saya menilai, pengisian BBM cenderung tidak adil. Berdasarkan pengalaman, saat hendak mengisi BBM, saya sudah lama antre. Namun, begitu sampai giliran saya stok minyak di SPBU habis, karena sudah diborong oleh orang lain. Pernah juga saya menegur petugas karena ada yang mengisi BBM menggunakan drum. Malah, ada seseorang yang mengisi BBM dalam waktu yang lama sekali, sepertinya ada tangki misterius di mobilnya. Akan tetapi, setelah penggunaan barcode pemandangan seperti itu tidak lagi saya jumpai.
Sebagai warga negara kita wajib mendukung progran pemerintah. Dengan menggunakan barcode kita dapat menghitung berapa kebutuhan BBM yang kita perlukan, karena kuota maksimal yang boleh kita beli adalah 120 liter sesuai informasi dari sistem barcode.
Terus terang, saat pertama keluar peraturan penggunaan barcode, hampir seluruh masyarakat memprotes, tetapi seiring berlakunya barcode, masyarakat pun dapat merasakan kelebihan penggunaannya. Termasuk saya.