“Seringkali kekerasan seksual terjadi karena anak tidak tahu bahwa tubuh mereka punya batasan. Mereka diam karena pelakunya orang dekat, seperti paman sendiri,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa pendidikan seksual harus dimulai sejak anak mulai bertanya.
Bukan dengan memberikan semua informasi sekaligus, tapi dengan penjelasan bertahap sesuai usia.
Contohnya, jika anak bertanya mengapa tidak boleh menonton film dewasa, orang tua sebaiknya memberi jawaban jujur namun tepat:
“Katakan saja, kamu belum cukup umur. Nanti ada saatnya ketika kamu sudah dewasa. Sama seperti menyetir mobil, kamu harus punya SIM dulu.”
Ia juga mengingatkan bahwa anak-anak bisa terpapar risiko hanya karena hal kecil, seperti memakai name tag di sekolah.
Banyak kasus terjadi karena orang asing memanggil nama anak dan berpura-pura mengenal mereka, padahal hanya membaca dari name tag.
Pendidikan seksual bukan sekadar bicara soal seks, tetapi tentang menghargai tubuh sendiri, menjaga diri, dan mencegah kekerasan seksual.
Orang tua dan pendidik diimbau untuk tidak tabu membahasnya, karena justru diam bisa berbahaya.
(Serambinews.com/Firdha Ustin)