LINDA, S.Pd., M.Pd., Guru SMAN 1 Banda Aceh, melaporkan dari Banda Aceh
Di era globalisasi dan persaingan yang kian ketat, bangsa yang mampu bertahan dan unggul adalah bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kunci keberhasilan itu terletak pada satu kata penting: inovasi. Adapun inovasi sejati tidak lahir begitu saja. Ia berakar dari proses panjang riset, eksplorasi, dan keberanian berpikir di luar kebiasaan (out of box). Maka dari itu, membangun budaya riset di kalangan generasi muda adalah langkah strategis yang tak boleh ditunda.
Generasi remaja hari ini adalah para pemimpin dan inovator masa depan. Dalam konteks ini, generasi remaja—khususnya para pelajar—memegang peran sentral. Mereka adalah aset masa depan yang harus dibekali dengan kemampuan berpikir ilmiah, keberanian untuk bereksperimen, dan kepekaan terhadap persoalan lingkungan sosial.
Menanamkan semangat riset sejak usia sekolah bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Salah satu contoh konkret bagaimana riset bisa tumbuh di kalangan pelajar hadir dari SMAN 1 Banda Aceh, melalui wadah bernama Jeumpa Puteh Riset Club (JPRC).
Riset di SMAN 1 Banda Aceh tidak lahir dari laboratorium mewah atau program luar negeri. Ia justru bermula dari pembelajaran bahasa Indonesia, saat siswa mempelajari materi karya ilmiah. Dari proses sederhana inilah muncul gagasan awal untuk meneliti dan mengembangkan minyak sereh sebagai penyembuh luka serta ‘hair tonic’ dari daun ‘temurui’ atau koja (daun kari). Dua produk ini merupakan cermin bagaimana pelajar mampu mengamati potensi lokal di sekitar dan mengolahnya menjadi inovasi yang bermanfaat.
Melihat semangat yang luar biasa dari para siswa, kepala sekolah dan guru kemudian menggagas pendirian klub riset yang menjadi wadah eksplorasi dan eksperimen ilmiah para pelajar. Maka lahirlah JPRC, sebagai rumah bagi ide, kreativitas, dan pengembangan inovasi bagi siswa SMAN 1 Banda Aceh.
JPRC tidak butuh waktu lama untuk menunjukkan hasil. Inovasi pertama yang dihasilkan adalah pengembangan ‘hair tonic’ (tonik rambut) yang lebih sempurna, yaitu dengan menambahkan bunga ‘jeumpa puteh’ sebagai pewangi alami dan ‘fenugreek’ (klabet) sebagai antibakteri.
Selain itu, mereka menciptakan produk sampo batang dari daun gletang, sebuah langkah inovatif yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga mengikuti tren global yang mulai meninggalkan kemasan plastik.
Kedua inovasi ini kemudian diikutsertakan dalam ajang International Science and Invention Fair (ISIF) di Bali tahun 2023. Hasilnya membanggakan: medali perak dan ‘special award’ berhasil diraih. Prestasi ini tidak hanya menjadi kebanggaan sekolah, tetapi juga membuktikan bahwa pelajar Indonesia, dengan riset yang berbasis lokal dan sederhana sekalipun, mampu bersaing di tingkat internasional.
Kesuksesan ini menjadi titik tolak bagi JPRC untuk terus berkembang. Klub ini tidak berhenti pada satu atau dua inovasi, tetapi terus menciptakan berbagai produk baru yang relevan, aplikatif, dan berkelanjutan.
Beberapa karya mereka, antara lain:
• sabun kolagen dari limbah tulang ikan tongkol, yang tidak hanya mengurangi limbah organik, tetapi juga memberi nilai tambah ekonomi;
• salep penyembuh luka dari daun ceri yang memanfaatkan kandungan antiinflamasi alami tanaman lokal;
• lulur dari beras ketan hitam dan asam jawa, kosmetik alami yang aman dan ramah lingkungan;