AHMAD ZAKY, S.Kom., pemerhati UMKM dan enterpreneur alumnus Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala (USK), melaporkan dari Sigli, Pidie
Aneuk mulieng (melinjo) merupakan komoditas unggulan Kabupaten Pidie yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan.
Dengan memanfaatkan potensi alam, budaya, dan semangat usaha masyarakat, emping melinjo tidak hanya menjadi sumber penghasilan, tetapi juga berkontribusi terhadap perekonomian daerah.
Meskipun menghadapi beberapa tantangan, emping melinjo memiliki peluang besar untuk terus berkembang, terutama dengan dukungan teknologi, promosi, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Melalui upaya kolaboratif antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, emping melinjo dapat menjadi produk unggulan yang membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi masyarakat Pidie.
Kabupaten Pidie memiliki kondisi geografis dan iklim yang sangat mendukung bagi pertumbuhan pohon melinjo (Gnetum gnemon).
Pohon melinjo tumbuh subur di daerah tropis seperti Pidie, yang memiliki curah hujan cukup tinggi dan tanah yang subur. Selain itu, melinjo merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan dan tidak memerlukan perawatan intensif, sehingga cocok untuk dikembangkan oleh masyarakat setempat.
Melinjo telah lama menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, baik sebagai bahan pangan maupun sebagai sumber penghasilan. Daun, bunga, dan biji melinjo sering digunakan dalam berbagai masakan tradisional, sedangkan biji melinjo diolah menjadi emping, yang kemudian dikeringkan dan dijual sebagai camilan atau bahan makanan.
Proses produksi emping melinjo di Pidie umumnya masih dilakukan secara tradisional, meskipun beberapa usaha telah mulai mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan efisiensi.
Tugu Aneuk Mulieng merupakan sebuah monumen yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat Kabupaten Pidie, Aceh. Tugu ini tidak hanya sekadar simbol fisik, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai sejarah, budaya, dan harapan masyarakat setempat dalam membangun fondasi ekonomi yang kuat dan berkelanjutan.
Kabupaten Pidie yang terletak di Provinsi Aceh, memiliki sejarah panjang sebagai salah satu pusat peradaban dan ekonomi di wilayah Aceh. Sejak zaman Kesultanan Aceh, Pidie telah dikenal sebagai daerah yang subur dan kaya akan sumber daya alam, terutama di sektor pertanian dan perkebunan.
Namun, seperti banyak daerah lain di Indonesia, Pidie juga menghadapi tantangan dalam membangun ekonomi yang mandiri dan berkelanjutan, terutama pascakonflik dan bencana alam seperti tsunami tahun 2004.
Monumen indah yang dibangun sebagai simbol perjuangan dan harapan masyarakat Pidie, menggambarkan fondasi ekonomi yang kokoh. Kata "Aneuk Mulieng" dalam bahasa Aceh dapat diartikan sebagai "anak emas" atau "generasi penerus yang berharga”.
Tugu ini menjadi representasi dari generasi muda Pidie yang diharapkan dapat menjadi penggerak utama dalam memajukan perekonomian daerah.
Pembangunan tugu ini tidak lepas dari upaya pemerintah daerah dan masyarakat Pidie untuk menciptakan ikon yang menginspirasi generasi muda agar terlibat aktif dalam pembangunan ekonomi.