Salam
Pelat BL Jangan Sampai Merusak Hubungan Antar Daerah
Aceh pelat BL yang beroperasi di Sumut untuk mengganti pelat BK. Aksi itu heboh di media sosial hingga mendapatkan respons dari netizen.
HARIAN Serambi Indonesia edisi Senin (29/9/2025) memberitakan, Anggota DPD RI asal Aceh, H Sudirman SSos ikut menyoroti kebijakan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Bobby Nasution yang melarang dan mewajibkan kendaraan
Aceh (pelat BL) yang beroperasi di Sumut untuk mengganti dengan pelat BK. Aksi itu heboh di media sosial hingga mendapatkan berbagai respons dari netizen.
Menurut senator yang akrab disapa Haji Uma, kebijakan itu terkesan emosional dan tendensius. Bijaknya, selaku daerah yang bertetangga maka dilakukan koordinasi terlebih dulu serta dilakukan sosialisasi intensif sebelum diterapkan maksimal. Sehingga tidak memicu sentimen serta mengganggu keharmonisan antardarerah. Haji Uma menjelaskan, keberadaan kendaraan berpelat BL yang beroperasi di Medan pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dari fakta bahwa kendaraan angkutan barang maupun penumpang memiliki jalur lintas provinsi.
“Hubungan Aceh dan Medan sudah terjalin lama, baik dalam perdagangan maupun interaksi sosial. Jangan sampai hubungan yang baik ini dirusak oleh kebijakan sepihak yang justru mengorbankan kepentingan masyarakat luas,” ujar Haji Uma. Karena itu, Haji Uma mengajak pemerintah provinsi Sumatera Utara untuk meninjau ulang kebijakan tersebut dengan kearifan dan pertimbangan yang lebih matang.
Kebijakan Gubsu yang melarang kendaraan pelat BL masuk wilayah provinsi itu sepertinya harus segera ditinjau ulang. Pasalnya, larangan tersebut dinilai oleh sejumlah kalangan sebagai kebijakan yang bersifat diskriminatif. Jika kebijakan itu terus dipertahanakan, bukan tak mungkin lama kelamaan akan berpotensi merusak hubungan antara kedua daerah bertetangga ini. Padahal, selama ini keharmonisan hubungan Aceh dan Sumut dalam berbagai hal sudah berjalan dengan cukup baik.
Apalagi, pelat nomor--seperti BL dan BK--hanyalah identitas administratif kendaraan bermotor. Bahkan, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dinyatakan bahwa tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) berlaku secara nasional di seluruh wilayah Indonesia. Itu artinya, kendaraan pelat BL, boleh dan sah secara hukum digunakan di provinsi lain termasuk Sumatera Utara, selama kendaraan tersebut memiliki dokumen resmi berupa surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB) yang masih berlaku.
Dengan kata lain, kendaraan bermotor di Indonesia tidak dibatasi penggunaannya hanya di provinsi asal kendaraan saja. Mobil atau sepeda motor dengan pelat dari daerah tertentu bebas digunakan di seluruh wilayah Republik Indonesia. Jika demikian aturannya, maka melarang kendaraan dengan pelat tertentu masuk suatu daerah seperti yang dilakukan Gubsu sama saja dengan mengotak-ngotakkan warga berdasarkan asal daerahnya. Padahal, lalu lintas antarprovinsi adalah keniscayaan yang tidak bisa dibatasi dengan alasan yang lemah dan emosional.
Jika masalah yang mendasari larangan itu adalah soal ketertiban, kriminalitas, atau lalu lintas, seharusnya penyelesaian ditempuh melalui koordinasi aparat penegak hukum, bukan dengan diskriminasi pelat nomor kendaraan. Kebijakan seperti ini juga dapat menimbulkan ketegangan sosial, merugikan dunia usaha, hingga mengganggu pergerakan ekonomi regional. Aceh dan Sumatera Utara memiliki keterikatan yang kuat--baik dari sisi perdagangan, pendidikan, hingga hubungan kekerabatan. Jangan sampai hubungan erat itu retak hanya karena kebijakan yang tidak bijak.
Sudah seharusnya pemangku kepentingan mencari solusi yang adil dan rasional. Harmonisasi antardaerah lebih penting daripada membuat aturan emosional yang berpotensi menumbuhkan saling curiga. Kebijakan publik harus berlandaskan kepentingan bersama, bukan pada sikap diskriminatif. Jangan biarkan pelat BL menjadi sumber perpecahan, tapi jadikanlah momentum ini untuk memperkuat kerja sama lintas daerah demi kemajuan bersama. Semoga! (*)
POJOK
Razia pelat BL bahayakan keharmonisan daerah
Betul itu, jangan biarkan pelat nomor kendaraan bikin hubungan serumpun jadi renggang
Warga Aceh 3 kali dijual di Kamboja, akhirnya dipulangkan
Semoga kejadian ini menjadi pelajaran bagi yang lain
Mardiono dan Agus saling klaim
Memang begitulah dampak perebutan ‘kursi panas’ di pucuk pimpinan parpol kan?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.