Hutan Lindung

Luas Hutan Lindung di Aceh Utara yang Dirambah Capai 163 Hektare

Ia menyebut, dari total 6.111 hektare hutan lindung di wilayah Desa Lubok Pusaka Kecamatan Langkahan, sebagian besar ditumbuhi pohon

Penulis: Jafaruddin | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/Foto Dok MaTA
Data kerusakan Hutan Aceh sejak tahun 2018 sampai 2024 yang dipaparkan Koordinator MaTA, Alfian dalam diseminasi di Hotel Diana Lhokseumawe, Selasa (30/9/2025). 

Kondisi ini, menurut Alfian, telah menempatkan warga hanya sebagai alat legitimasi untuk memperlancar perambahan hutan yang sebenarnya dilarang oleh undang-undang.

Kajian tersebut dilakukan melalui observasi langsung di Dusun Sarah Raja dan Alur Sepui, Gampong Lubok Pusaka, serta wawancara dengan warga terdampak, tokoh masyarakat, dan aparatur desa setempat.

“Tim juga mengumpulkan dokumen dan bukti lapangan berupa foto, peta, serta surat teguran, dan melakukan konfirmasi kepada pihak perusahaan serta instansi terkait di tingkat kabupaten dan provinsi,” ujar Alfian.

Analisis terhadap regulasi perundang-undangan hingga instruksi kepala daerah turut menjadi dasar dalam menyusun kesimpulan.

Aceh Utara dikenal sebagai salah satu daerah penghasil kelapa sawit yang menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat dan perusahaan.

Namun, kehadiran industri sawit tidak jarang memunculkan persoalan serius, mulai dari sengketa lahan hingga ketidakjelasan pola kemitraan yang seharusnya memberi keuntungan bagi rakyat.

“Kasus perambahan hutan lindung di Lubok Pusaka menambah daftar panjang konflik agraria di daerah tersebut,” ujar Alfian.

MaTA juga merekomendasikan kepada Bupati dan DPRK Aceh Utara untuk sesegera mungkin melindungi dan mencegah atas perambahan kawasan hutan lindung di Gampong Lubok Pusaka.

Meminta kepada Bupati dan DPRK Aceh Utara untuk sesegara mungkin menyelesaika sengketa lahan antara warga Lubok Pusaka dengan pihak PT IBAS.

Meminta kepada Gubernur Aceh untuk menertibkan perkebunan tanpa izin dan perusahaan yang tidak patuh baik secara hukum maupun sosial, agar tidak muncul konflik tenurial yang semakin masif terjadi di Aceh saat ini.

“Mendesak secara tegas kepada Satgas PKH Kejaksaan Agung untuk melakukan penegakan hukum atas kerugian perekonomian negara yang telah timbul terhadap perambahan kawasan hutan lindung yang ada di Aceh Utara dan Aceh pada umumnya,” ujar Alfian.

Selain itu perlu MaTA juga meminta pemerintah mengajak masyarakat Aceh khususnya Aceh Utara (masyarakat wilayah hutan) untuk berpartisipasi menjaga dan melindungi sumber daya alam, sehingga tidak terjadi bencana alam yang dapat merugikan semua pihak.

Diskusi tersebut diisi sejumlah narasumber, Ketua Komisi I DPRK Aceh Utara, Tajuddin, Anggota Komisi V DPRK Aceh Utara, Anzir SH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh.

Dr Yusrijal Hasbi, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh Utara, Nyak Tiari, Kepala Dinas Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Aceh Utara, Lilis Indriansyah.

Selain itu, juga hadir aktivis LSM serta jurnalis di Lhokseumawe dan Aceh Utara.(*)

 

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved