Berita Aceh Singkil
Lompong Sagu Antara Warisan Budaya Aceh Singkil dan Potensi Alam yang Terabaikan
Kudapan itu terbuat dari tepung sagu dibungkus daun pisang dan dimasak dengan cara dipanggang.
Penulis: Dede Rosadi | Editor: Mursal Ismail
Kudapan itu terbuat dari tepung sagu dibungkus daun pisang dan dimasak dengan cara dipanggang.
Laporan Dede Rosadi I Aceh Singkil
SERAMBINEWS.COM, ACEH SINGKIL - Lompong sagu adalah makan khas Aceh Singkil, yang diwariskan secara turun temurun.
Kudapan itu terbuat dari tepung sagu dibungkus daun pisang dan dimasak dengan cara dipanggang.
Keberadaan makanan tersebut tak terlepas dari potensi alam berupa hamparan hutan sagu atau rumbia sebagai bahan baku membuat tepung sagu.
Rumbia atau sagu tumbuh subur di daerah aliran sungai. Banyaknya tumbuhan dengan nama ilmiah metroxylon itu, hingga salah satu desa di Kecamatan Singkil, diberi nama Teluk Rumbia.
Para orang tua zaman dulu yang mendiami daerah aliran sungai tempat rumbia tumbuh subur, mengolahnya menjadi tepung.
Tepung sagu lantas dijadikan lompong sagu sebagai penganan istimewa yang disajikan dalam acara adat, hari besar keagamaan, bahkan menjadi kudapan kesukaan para raja Singkil.
Baca juga: INFO CPNS 2026, Berikut Daftar Instansi Sepi Peminat CPNS Tahun Lalu, Berikut Syarat Pendaftaran
Medio tahun 90-an lompong sagu masih menjadi kudapan yang dijajakan di warung-warung kecil pinggir sungai.
"Tahun 90-an kalau mau ke hutan belantara bawa lompong sagu yang dijual," kata Ros perempuan lebih dari paruh baya menceritakan masa-masa ketika lompong sagu masih banyak dijajakan di daerah aliran sungai Singkil, Kamis (2/10/3025).
Sayang seiring perubahan zaman, memasuki tahun 2000-an lompong sagu sulit ditemukan.
Warga yang ingin menikmatinya harus membuat sendiri. Kecuali bulan puasa banyak warga yang menjajakan lompong sagu sebagai penganan buka puasa.
Pada bulan puasa lompong sagu dihargai Rp 5 ribu per tiga bungkus.
Bahan baku utama lompong sagu dari tepung sagu. Agar memiliki cita rasa tepung sagu dicampur gula dan garam. Setelah itu dibungkus daun pisang lalu dipanggang hingga matang.
Baca juga: Di Kota Langsa, Mobil Berplat BK Diperkirakan Capai 70 Persen
Memanggang lompong sagu tidak sembarangan. Ada cara khusus, yaitu menggunakan sabut atau batok kelapa. Bahan bakar itu memberikan aroma khas.
Dalam praktiknya untuk mendapatkan cita rasa beragam, bahan baku membuat lompong sagu bisa juga dicampur dengan pisang, parutan kelapa atau bahan lain sesuai selera.
Tumbuhan rumbia atau sagu terhampar seluas mata memandang mulai dari pinggir sungai Singkil, di Desa Rantau Gedang hingga ke Singkil Lama, Aceh Singkil.
Tak mengherankan jika di Kecamatan Singkil, terdapat kampung bernama Teluk Rumbia. Teluk Rumbia dinamai karena banyaknya tanaman dengan nama ilmiah Metroxylon tersebut.
Sagu tumbuh subur lantaran wilayah Singkil, didominasi rawa serta dilintasi sungai besar.
Namun potensi tersebut belum tergarap maksimal. Sejauh ini tepung yang dihasilkan dari perasan sagu hanya digunakan untuk membuat penganan khas Aceh Singkil, yang jumlahnya relatif sedikit.
Baca juga: Terapis Wanita Ditemukan Tewas di Pasar Minggu, Ada Luka di Perut, Sempat Terdengar Teriakan
Pabrik pengolahan sagu pun masih sangat minim serta mayoritas tradisional. Tentu saja produksinya hanya untuk memenuhi permintaan perajin kudapan lokal.
Seperti pabrik pengolahan sagu di kawasan Rantau Gedang. Kapasitas produksinya masih rendah dibanding potensi sagu yang tersedia.
Apalagi pabrik yang dikembangkan per orang tersebut juga melakukan budidaya tanaman sagu, sehingga bahan baku bertambah banyak.
Pohon sagu memiliki nilai ekonomi tinggi. Bahkan jika diolah maksimal mampu menggerakkan perekonomian warga pinggir sungai yang selama ini tergantung dari hasil menangkap ikan.
Per meter pohon sagu dibeli pabrik pengolah Rp 17.000. Sementara jika diolah menjadi tepung sagu masih dalam keadaan basah sudah laku di pasaran Rp 2.400 per kilogram.
Tepung sagu jika jumlahnya banyak, tak usah khawatir tidak laku. Sebab bisa dikirim ke Medan, Sumatera Utara.
Baca juga: VIDEO - Menjajal Menu Autentik di Rumah Bitata, Banda Aceh
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Singkil, tahun 2022 lalu sempat kampanyekan makanan pengganti nasi.
Singkil, sebagai daerah bukan penghasil beras tentu saja memiliki potensi sagu melimpah ruah untuk mengganti nasi.
Masyarakat Aceh Singkil, pun memiliki makanan khas berbahan baku utama sagu. Selain lompong sagu ada nasi dogang yang semua bahanya terbuat dari sagu.
Berikutnya godekh sagu yaitu makanan sejenis kolak yang bahannya terbuat dari sagu.
Sayangnya pemanfaat sagu hanya sebatas membuat penganan lokal itupun pada bulan biasa.
Pemerintah lokal pun baru sebatas jargon dalam kampanyekan makanan pengganti nasi. Sebab dalam kenyataanya potensi sagu belum termanfaatkan maksimal. (*)
Bupati Aceh Singkil Pimpin Upacara Hari Kesaktian Pancasila |
![]() |
---|
Atap Rumah Korban Puting Beliung di Aceh Singkil Ditutup Terpal |
![]() |
---|
AMPAS Minta Penyusunan RTRW Berpihak pada Rakyat Aceh Singkil |
![]() |
---|
Sekolah Rakyat di Kabupaten Aceh Singkil Mulai Beroperasi |
![]() |
---|
Akademisi Aceh Singkil Ingatkan Gubernur Sumut Tak Korbankan Mobilitas Warga Perbatasan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.