Pengokohan Adat

MAA Rumuskan Rekomendasi Strategis: Mengokohkan Adat Aceh di Tengah Arus Globalisasi

Rapat Kerja Majelis Adat Aceh (MAA) Tahun 2025 yang berlangsung di Hotel Ayani, Banda Aceh, Selasa (18/11), menghasilkan sejumlah

|
Editor: IKL
IST
MAA Rumuskan Rekomendasi Strategis: Mengokohkan Adat Aceh di Tengah Arus Perubahan 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Rapat Kerja Majelis Adat Aceh (MAA) Tahun 2025 yang berlangsung di Hotel Ayani, Banda Aceh, Selasa (18/11), menghasilkan sejumlah rekomendasi penting untuk memperkuat kembali peran adat Aceh di seluruh lini kehidupan masyarakat sebagai upaya mengisi Keistimewaan dan Kukhususan Aceh. Pertemuan yang dihadiri jajaran MAA Provinsi Aceh, tujuh MAA Perwakilan luar Aceh, serta seluruh ketua MAA kabupaten/kota ini menjadi momentum strategis untuk menyatukan langkah dalam menjaga marwah Adat Aceh di tengah dinamika sosial yang terus berkembang dan pengaruh globalisasi.

Raker yang dibuka dengan pemaparan Wali Nanggroe Aceh, Gubernur Aceh, Komisi VII DPRA, serta Ketua MAA Provinsi, menegaskan kembali bahwa Adat Aceh bukan sekadar identitas budaya, tetapi merupakan fondasi pembinaan masyarakat Aceh yang selama berabad-abad berjalan selaras dengan nilai-nilai Syariat Islam.

Dalam suasana penuh keakraban, namun tetap serius, seluruh peserta akhirnya menyepakati enam butir rekomendasi penting sebagai agenda bersama penguatan adat Aceh.

MAA Rumuskan Rekomendasi Strategis: Mengokohkan Adat Aceh di Tengah Arus Perubahan

Pentingnya Nilai Adat Dalam Kebijakan Pemerintahan

Rekomendasi pertama diusulkan kepada Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Kabupaten/Koto, agar memperhatikan nilai-nilai Adat dalam setiap kebijakan pembangunan. Hal ini dipandang penting terutama dalam pengelolaan sumber daya alam yang selama ini kerap menimbulkan persoalan sosial di tingkat lokal. MAA menilai, kehadiran adat dalam kebijakan publik akan menjadi instrumen harmonisasi antara pembangunan dan kepentingan masyarakat gampong.

Perlunya Pendidikan Adat Aceh di sekolah

Butir kedua menyoroti pentingnya pendidikan Adat Aceh di sekolah-sekolah yang ada di Aeh, mulai dari TK sampai sekolah menengah atas. Bagi MAA, pendidikan adat tidak hanya bernilai historis, tetapi merupakan bagian dari proses pembinaan karakter orang Aceh agar tetap selaras dengan Syariat Islam di tengah derasnya arus globalisasi.

Peningkatan dukungan Wali Nanggroa, Gubernur, dan DRPA dalam Program-program Penguatan Adat: Dari Gampong hingga Pemerintah Provinsi

MAA merumuskan sembilan program prioritas yang diharapkan dapat dilaksanakan  secara terpadu dan berkolaborasi dengan lembaga-lembaga keistimewaan Aceh lainnya dan dengan dinas-dinas terkait untuk mengisi keistimwaan dan kekhususan Aceh. Program tersebut antara lain:

Pembentukan gampong percontohan adat di setiap kabupaten/kota,

Merevitaslasi Lembaga-lembaga Adat yang ada di Aceh

Memfasilitasi penyusunan qanun MAA di Kabupaten/Kota 

Menghidupan kembali tradisi adat istiadat di daerah-daerah sebagai media pendidikan adab berbasis syariat Islam.

Peningkatan hubungan kinerja MAA dengan MAA Perwakilan yang ada di luar Aceh

Penggunaan pakaian Adat Aceh bagi pegawai pemerintah dan pelajar satu hari dalam sepekan,

Memfungsikan Meunasah sebagai media pendidikan Adat dan Adab bagi remaja dan anak-anak

Peningkatan Pembinaan keluarga Meuadab bagi ibu-ibu dan bagi calon ibu secara berkala di Kabupaten/Kota,

Peningkatan Pelatihan Peradilan Adat di seluruh kemukinam yang ada di Aceh,

Peningkatan program Polmas di seluruh Aceh

Pembentukan Tim Pendampingan Qanun Adat untuk memperkuat regulasi adat,

Melakukan digitalisasi dan kodefikasi Adat, adat istiadat, dan budaya Aceh,

Langkah digitalisasi adat dipandang sebagai terobosan penting agar kekayaan adat Aceh tidak hilang ditelan waktu. Dokumentasi digital diharapkan dapat menjadi referensi generasi muda, peneliti, maupun pemerintah dalam menyusun kebijakan.

Advokasi Dana Otsus untuk Adat 

Salah satu poin yang menjadi perhatian besar raker adalah upaya advokasi bersama agar Dana Otonomi Khusus Aceh dapat dialokasikan secara tetap untuk pembinaan adat. Menurut MAA, selama ini porsi dukungan anggaran untuk penguatan adat dan Adat Istiadat masih belum proporsional dibandingkan kebutuhan di lapangan.

Selain itu, raker juga merekomendasikan revisi Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2019 tentang Majelis Adat Aceh. Revisi dianggap perlu untuk memperkuat kelembagaan MAA agar lebih adaptif, responsif, dan berdaya dalam menghadapi tantangan sosial kultur masyarakat Aceh modern.

Nilai-Nilai Adat untuk Pejabat Publik

Rekomendasi terakhir menyangkut pentingnya pemahaman nilai-nilai Adat dan Adat Istiadat bagi pejabat publik yang bertugas di Aceh. Hal ini tentunya berkaitan dengan Aceh sebagai daerah istimewa dan daerah khusus.  MAA menekankan bahwa pejabat pemerintah di Aceh memahami Adat dan Adat Istiadat dan dapat mempertimbangkan nilai-nilai adat saat menjalankan kebijakannya. Bagi MAA, pendekatan ini bertujuan memastikan pejabat yang dipilih memahami dan menghormati keistimewaan Aceh, terutama aspek adat-istiadat.

Raker MAA 2025 menjadi penanda bahwa lembaga adat Aceh semakin mengambil peran signifikan dalam merawat identitas masyarakat Aceh. Di tengah modernisasi yang terus bergerak cepat, upaya meneguhkan adat bukanlah upaya mundur ke masa lalu, melainkan langkah strategis untuk memastikan nilai-nilai kearifan lokal tetap menjadi rujukan dalam merawat harmoni kehidupan sosial Aceh menuju masa depan.

Dengan rumusan rekomendasi yang komprehensif ini, masyarakat Aceh menaruh harapan besar agar pemerintah Aceh, Wali Nanggroe, serta seluruh elemen adat dapat berjalan seiring untuk menjaga warisan luhur Aceh agar terus hidup dan relevan bagi generasi yang akan datang. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved