Konflik Palestina vs Israel
Prabowo Usulkan "Two State Solution" untuk Damaikan Israel dan Palestina, Berikut Penjelasannya
Selain mendesak Israel meredam serangan ke Palestina, kedua kepala negara itu juga meminta agar akses penuh bantuan kemanusiaan
SERAMBINEWS.COM - Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden Prancis Emmanuel Macron sempat membahas tentang dukungan perdamaian antara Israel dengan Palestina.
Dari pertemuan di Istana Negara pada Rabu (28/5/2025), Indonesia dan Perancis mendesak agar Israel berhenti melancarkan operasi militer di Gaza.
Selain mendesak Israel meredam serangan ke Palestina, kedua kepala negara itu juga meminta agar akses penuh bantuan kemanusiaan secara penuh.
Dalam pernyataannya, Prabowo menyebutkan tentang two state solution.
"Kami juga mendukung rencana Perancis dan Arab Saudi untuk menyelenggarakan KTT, konferensi tingkat tinggi, pada bulan Juni mendatang guna mendorong penyelesaian two state solution (solusi dua negara) dan mewujudkan perdamaian di kawasan Timur Tengah," kata Prabowo, dikutip dari Kompas.com, Rabu (28/5/2025).
Sebelumnya, Prabowo juga sempat menyarankan two state solution sebagai jalan keluar agar perdamaian antara Palestina dan Israel terwujud.
"Ya kita bahas itu (Gaza), saya tetap menyarankan two state solution, sebenarnya mereka juga setuju," ujar Prabowo dalam video unggahan saluran YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (14/11/2024) lalu.
"Kita bekerja, kita berharap untuk gencatan senjata segera," tambahnya.
Pernyataan tersebut dibuat usai Prabowo bertemu dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin yang saat itu menjabat.
Baca juga: 7 Poin Penting Pidato Prabowo di KTT PBB: Indonesia akan Akui Israel jika Palestina Merdeka
Lantas, apa itu two state solution? Bagaimana awal mula usulan itu terbentuk?
Apa itu two state solution yang diusulkan untuk dua negara?
Dilansir dari Britannica, two state solution merupakan kerangka untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina dengan mendirikan dua negara untuk dua bangsa.
Solusi ini diusulkan dalam Perjanjian Oslo setelah Palestina dan Israel mengalami serangkaian peristiwa sejarah pasca Kekaisaran Ottoman runtuh hingga Perang Dunia I.
Selama beberapa dekade hingga 1947, gelombang imigrasi Yahudi ke Palestina meningkat atas campur tangan Inggris.
Kemudian saat Inggris bersiap mundur dari wilayah tersebut, PBB berusaha membagi Palestina untuk Yahudi dan penduduk aslinya.
Rencana itu pun menuai penolakan dari penduduk setempat hingga memicu perang pertama pada tahun 1948-1949.
Di akhir perang, Israel merebut wilayah tambahan dan Transyordania (sekarang Yordania) menempati West Bank dan Mesir menguasai Jalur Gaza.
Akibatnya, ratusan ribu warga Palestina melarikan diri dan diusir serta berakhir sebagai pengungsi tanpa kewarganegaraan.
Di sisi lain ratusan ribu orang Yahudi melarikan diri atau diusir dari negara-negara Arab lalu menetap di Israel.
Kemudian, orang Palestina membentuk kelompok untuk memperjuangkan nasionalisme dan kemudian tergabung dalam Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada 1964.
Pada 1967, Perang Enam Hari membawa konflik antara Israel dan negara-negara Arab ke babak baru.
Setelah pasukan Mesir dan Yordania mundur, Israel menguasai Jalur Gaza dan West Bank, termasuk Yerusalem Timur. Mereka juga merebut Semenanjung Sinai yang tidak diklaim oleh Palestina.
Pada 1979, wilayah itu dikembalikan kepada Mesir dalam perjanjian damai Camp David. Perjanjian itu mengokohkan prinsip "tanah untuk perdamaian" dan menjadi dasar two state solution.
Di bawah pendudukan Israel, Palestina melakukan pemberontakan yang dikenal dengan nama "intifada" pertama pada 1987.
Kala itu, Menteri Pertahanan Israel Yitzhak Rabin akan memberikan tindakan keras, tetapi semangat Palestina meyakinkan bahwa perdamaian tidak akan tercapai tanpa pengakuan dan negosiasi kedua belah pihak.
Baca juga: VIDEO Detik-detik Suara Presiden Prabowo Hilang dalam Saluran Streaming PBB
Proses perdamaian Oslo
Pada tahun 1990-an, perjanjian antara pemimpin Israel dan Palestina di Oslo melalui proses menuju two state solution secara bertahap.
Pada awalnya, mereka berencana menyelesaikan semua negosiasi dan menerapkan usulan itu sebelum masuk ke era 2000-an.
Kendati awalnya menjanjikan, ketidakpuasan dan minimnya rasa percaya menyebabkan prosesnya tertunda hingga akhirnya mandek.
Pada tahun 1993, Israel dan PLO menandatangani Deklarasi Prinsip (Oslo Accords).
Perdana Menteri Palestina pada saat itu mengakui hak Israel eksis dan menerima Resolusi PBB 242 dan 338 (yang menyerukan perdamaian abadi dengan penarikan Israel ke batas pra-1967), serta menolak kekerasan dan terorisme.
Dalam lima tahun, mereka merencanakan pemerintahan Palestina yang berdiri sendiri. Isu-isu seperti Yerusalem, perbatasan, pemukiman Yahudi, dan pengungsi Palestina akan dibahas kemudian hari.
Kemudian pada Perjanjian Lanjutan tahun 1995 (Oslo II) wilayah West Bank dan Jalur Gaza dibagi menjadi tiga, yakni:
-Area A: Di bawah kendali penuh Palestina
-Area B: Pemerintahan sipil Palestina, keamanan bersama
-Area C: Kendali penuh Israel
Meskipun perundingan berjalan, sebagian pihak Israel dan Palesitna menolak two state solution. Sejumlah pihak berpendapat, tanah suci tidak boleh dikompromikan.
Selain itu terdapat beberapa gangguan seperti:
-Baruch Goldstein (ekstremis Yahudi) menembaki jamaah Muslim di Hebron (1994).
-Hamas (kelompok militan Palestina) melakukan bom bunuh diri.
-Yitzhak Rabin, PM Israel, dibunuh oleh ekstremis Yahudi (1995).
Setelahnya, kekerasan pecah dan memperparah keadaan kedua pihak sejak tahun 2000. Proses perdamaia pun nyaris berhenti total setelah tahun 2008.
Baca juga: VIDEO Mikrofon Prabowo Sempat Mati Saat Bahas Palestina, Kemenlu Ungkap Kejadiannya
Kegagalan negosiasi dan proposal 2020
Pada 2009, Benjamin Netanyahu kembali menjabat sebagai perdana menteri. Mahmoud Abbas menuntut pembangunan permukiman Yahudi sebagai syarat negosiasi.
Di bawah tekanan AS, Netanyahu membekukan permukiman di West Bank dari November 2009 hingga September 2010.
Karena lingkungan Yahudi di Yerusalem Timur, Abbas menolak bertemu dengan Netanyahu hingga beberapa minggu terakhir pembekuan.
Ketika pembekuan berakhir, negosiasi antara kedua belah pihak berakhir. Selanjutnya tidak ada pembicaraan hingga bertahun-tahun.
Kemudian, pemerintahan Presiden Donald Trump mengumumkan niat menghidupkan proses perdamaian kembali pada 2017 lalu.
Namun pengakuan AS atau Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan pemindaan kedutaan pada 2018 mengundang kecaman Palestina.
AS pun menghentikan bantuan PA dan menutup kantor PLO di Washington.
Pada 2020, AS merilis "Deal of the Century" yang mengusulkan:
-Israel tetap menguasai hampir semua permukiman di Tepi Barat dan Lembah Yordan
-Yerusalem tetap menjadi ibu kota Israel yang tak dibagi lagi
-Palestina mendapat pemerintahan sendiri yang didemiliterisasi di wilayah yang lebih kecil
Usulan tersebut disambut positif oleh Israel, tetapi Palestina menolak mentah-mentah.
Pada 2021, Presiden AS saat itu, Joe Biden, mulai memulihkan bantuan kepada Palestina dan berjanji membuka lagi kantor PLO.
Israel Balas Ancam Aneksasi Tepi Barat Usai Negara Barat Ramai-Ramai Akui Negara Palestina |
![]() |
---|
Inggris, Australia, Kanada, dan Portugal Resmi Akui Negara Palestina, Israel Murka Kian Terpojok |
![]() |
---|
PBB Sebut Israel Lakukan Genosida di Gaza, Ini 7 Hal yang Perlu Diketahui |
![]() |
---|
PBB Sebut Netanyahu Dalang Genosida di Gaza, Israel Tegaskan Temuan Tersebut Fitnah |
![]() |
---|
Penyelidik PBB Nyatakan Israel Lakukan Genosida di Gaza: Zionis Sudah Hancurkan Warga Palestina |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.