Sidang Korupsi Proyek Jalan Sumatera Utara, Hakim Perintahkan Jaksa KPK Hadirkan Bobby Nasution

"Pasti Pak Jaksa setelah sidang ini akan membuat laporan. Misalkan ada permintaan, ya kita tinggal menindaklanjuti," imbuhnya.

Editor: Faisal Zamzami
Rahmat Utomo/Kompas.com
Gubernur Sumut, Bobby Nasution saat diwawancarai wartawan di Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan, Selasa (15/4/2025). 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan meminta jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghadirkan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dalam sidang lanjutan kasus korupsi proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut. 

Permintaan ini muncul setelah terungkap adanya pergeseran anggaran melalui Peraturan Gubernur (Pergub) dalam sidang yang digelar pada Rabu, 24 September 2025.

Menanggapi permintaan tersebut, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu laporan resmi dari tim jaksa yang bertugas di Medan.

 
"Kami juga sedang menunggu timnya masih ada di sana. Biasanya nanti sidang itu satu minggu, terus nanti kembali ke sini," ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/9/2025). 

"Pasti Pak Jaksa setelah sidang ini akan membuat laporan. Misalkan ada permintaan, ya kita tinggal menindaklanjuti," imbuhnya.

Baca juga: Perbakin Tanggapi Pistol di Rumah Topan Ginting yang Disita KPK: Senjata yang Disita itu Legal

Pergeseran Anggaran Lewat Pergub Terungkap di Sidang

Permintaan untuk menghadirkan Bobby Nasution disampaikan oleh ketua majelis hakim, Khamozaro Waruwu, setelah mendengar keterangan saksi Muhammad Haldun, Sekretaris Dinas PUPR Sumut. 

Haldun mengakui bahwa anggaran untuk dua proyek jalan yang menjadi objek korupsi, yakni ruas Sipiongot–Batas Labuhan Batu dan Sipiongot–Hutaimbaru di Padang Lawas Utara dengan total nilai Rp165 miliar, tidak dialokasikan dalam APBD murni 2025. 

Anggaran tersebut muncul dari pergeseran dana sejumlah dinas yang dilegalkan melalui Pergub.

"Kalau ada risiko terhadap pergeseran anggaran, siapa yang bertanggung jawab? Ketika mekanisme pergeseran anggaran tidak berjalan, maka gubernur harus bertanggung jawab," kata hakim Khamozaro Waruwu dalam persidangan.

Selain Bobby, hakim juga meminta jaksa menghadirkan Pj Sekretaris Daerah Sumut saat itu, Effendy Pohan, untuk dimintai keterangan mengenai dasar hukum Pergub yang disebut telah diubah hingga enam kali.

Baca juga: Geledah Rumah Tersangka Korupsi Topan Ginting, KPK Sita Uang Rp 2,8 Miliar dan 2 Pucuk Senjata Api

KPK Siap Tindak Lanjuti Permintaan Hakim

Asep Guntur menjelaskan bahwa permintaan hakim untuk menghadirkan saksi di persidangan, termasuk pejabat tinggi atau bahkan penyidik, adalah hal yang lumrah untuk menggali kebenaran materiil. 

KPK akan mendiskusikan permintaan ini dengan pimpinan setelah menerima laporan lengkap dari JPU.

"Nanti akan dijelaskan oleh Pak JPU-nya kepada kami. Dan setelah itu ya tentunya kami juga akan diskusikan ini dengan pimpinan untuk sidang di minggu depan," kata Asep.

Jika permintaan tersebut dipenuhi, Asep memastikan Bobby Nasution akan memberikan kesaksian langsung di Pengadilan Tipikor Medan, bukan diperiksa terlebih dahulu di Jakarta.

"Tidak, itu langsung biasanya. Karena tahapnya kan sudah di persidangan. Jadi saksi-saksi yang diminta di persidangan itu langsung dihadirkan di persidangan," jelasnya.

Sidang ini mengadili dua terdakwa dari pihak swasta, yaitu Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang, dan Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi. 

Kasus ini juga menjerat mantan Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, yang perkaranya masih belum dilimpahkan ke pengadilan.

Kasus ini terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) dan telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. 

Mereka adalah Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting, PPK Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto, Kepala UPTD Gn. Tua Dinas PUPR Sumut Rasuli Efendi Siregar, serta dua pihak swasta yaitu Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup M. Akhirun Efendi Siregar dan Direktur PT Rona Na Mora M. Rayhan Dulasmi Pilang.

Diduga, telah terjadi praktik permintaan fee sebesar 10 hingga 20 persen, atau sekitar Rp 46 miliar dari total nilai proyek yang mencapai Rp 231,8 miliar. 

 

Berikut ringkasan kasusnya:

Proyek Jalan yang Dikorupsi

-Total nilai proyek: Rp231,8 miliar

-Lokasi proyek: Sipiongot–Batas Labusel dan Hutaimbaru–Sipiongot

-Instansi terkait: Dinas PUPR Sumut dan Satker Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut

Tersangka

-Topan Obaja Putra Ginting – Kepala Dinas PUPR Sumut

-Rasuli Efendi Siregar – Kepala UPTD Gunung Tua & Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

-Heliyanto – PPK Satker PJN Wilayah I Sumut

-M. Akhirun Efendi Siregar – Dirut PT Dalihan Natolu Group

-M. Rayhan Dulasmi Pilang – Direktur PT Rona Na Mora
 
Modus Korupsi

-Perusahaan swasta menyiapkan uang suap Rp2 miliar agar bisa memenangkan tender proyek jalan.

-Kepala Dinas PUPR diduga memerintahkan bawahannya untuk memenangkan perusahaan tertentu dalam proses lelang.

Baca juga: Kemenag Aceh Besar Turunkan Tim Ukur Arah Kiblat Gratis untuk Masjid dan Meunasah

Baca juga: Syech Muharram Siapkan Lahan 11,4 Hektare untuk Pembangunan Sekolah Rakyat di Kota Jantho

Baca juga: Hasil Korea Open 2025: Bungkam Wakil Taiwan, Jojo Susul Alwi Farhan ke Perempat Final

Sumber: Tribunnews.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved