Buntut Bangunan Ambruk Tewaskan Puluhan Santri, Ponpes Al Khoziny Dibangun Ulang Gunakan APBN
Menteri PU Dody Hanggodo optimistis, pembangunan tersebut cukup hanya menggunakan anggaran negara.
Dia menjelaskan, banyak pesantren yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam membangun sekolah di seluruh wilayah Indonesia.
Oleh karena itu, menurut Marwan, wajar jika pemerintah dituntut untuk turut membantu perizinan pembangunan fasilitas pesantren.
“Pesantren ini mau tidak mau, atau diakui tidak diakui, real ini mencerdaskan anak bangsa. Nah, kalau masyarakat sudah memberikan dharma baktinya, tinggal memandu IMB, ya apa salahnya? Kami akan mengajukan itu,” ungkap Marwan.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini menilai, insiden ambruknya bangunan di Ponpes Al Khoziny menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan masyarakat mengenai pentingnya standar keamanan bangunan.
Dia pun mendorong agar setiap pembangunan di lingkungan pendidikan keagamaan dilakukan oleh pihak yang memiliki keahlian dan diawasi secara ketat.
“Kalau dalam penilaian dan kajian teknik sipil tidak memadai, segera dibenahi. Kami tentu berharap pemerintah juga mengawasi dan memberikan dukungan terhadap pesantren,” kata Marwan.
Dalam kesempatan itu, Marwan juga menanggapi minimnya jumlah pesantren yang telah memiliki IMB atau persetujuan bangunan gedung (PBG).
Dia menduga, sulitnya proses pengurusan menjadi salah satu penyebab utama banyaknya pesantren yang belum memiliki atau bahkan tidak mengurus izin resmi.
“Pesantren itu dalam catatan Kementerian Agama sekitar 42.000-an sampai 44.000-an. Kalau misalnya setengahnya yang punya IMB, setengah lagi tidak. Pertanyaannya kan kenapa? Satu, jangan-jangan, ini jangan-jangan lho ya, mendapatkan IMB tidak mudah, berbelit,” ungkap Marwan.
Menurut dia, panjangnya prosedur pengurusan izin kerap membuat pengelola pesantren memilih membangun sendiri tanpa izin resmi.
Oleh karena itu, ia menilai regulasi perizinan perlu disederhanakan agar tidak lagi menyulitkan lembaga keagamaan seperti pesantren.
“Jadi mungkin saja pihak pesantren ini karena merasa itu tidak mudah mendapatkan izin mendirikan bangunan, akhirnya dikerjakan sendiri. Dan bahkan mungkin merasa tidak perlu di situ,” kata Marwan.
Baca juga: Pusat Anggarkan Rp 26 Miliar Untuk Penguatan Tebing Sungai Krueng Aceh
Baca juga: Wamendukbangga Perkenalkan Sekolah Garuda Transformasi di Banda Aceh
Baca juga: Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi: 7 Trik Licik Pemain Saudi Harus Diwaspadai Skuad Garuda
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Sikapi Usulan Wilayah Pertambangan Pidie, Alkautsar: WPR Multiplier Effect, Harus Segera Disahkan |
![]() |
---|
Pusat Anggarkan Rp 26 Miliar Untuk Penguatan Tebing Sungai Krueng Aceh |
![]() |
---|
Wamendukbangga Perkenalkan Sekolah Garuda Transformasi di Banda Aceh |
![]() |
---|
Harga iPhone 17 Series dan iPhone Air Mulai Rp16 Jutaan, Stok Siap 17 Oktober 2025 di Indonesia |
![]() |
---|
Pelebaran Jalan Krueng Cut-Kajhu dan Jembatan Pango Terkendala Pembebasan Lahan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.