Berita Regional

Gawat! Pelajar SMP di Yogya Terjerat Judol & Pinjol, Kini Takut ke Sekolah

Akibat tekanan mental dan rasa takut, siswa tersebut dilaporkan tidak masuk sekolah selama hampir satu bulan.

Editor: Saifullah
KOLASE SERAMBINEWS.COM
PELAJAR TERJERAT PINJOL - Ilustrasi pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol). Seorang pelajar SMP di Kulon Projo, Yogyakarta terjerat judol dan pinjol sehingga takut pergi ke sekolah. 

Akibat tekanan mental dan rasa takut, siswa tersebut dilaporkan tidak masuk sekolah selama hampir satu bulan.

SERAMBINEWS.COM, YOGYAKARTA - Kasus mengejutkan terjadi di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pasalnya, seorang pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VIII terjerat praktik judi online (judol) yang berujung pada pinjaman online (pinjol).

Akibat tekanan mental dan rasa takut, siswa tersebut dilaporkan tidak masuk sekolah selama hampir satu bulan.

Menurut keterangan dari Sekretaris Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kulon Progo, Nur Hadiyanto, kasus ini bermula dari kebiasaan siswa bermain game online.

Tanpa disadari, aktivitas tersebut berkembang menjadi keterlibatan dalam judi online.

Baca juga: Mahasiswa Bawa Kabur 6 Mayam Emas Calon Tunangan, Uang Habis Dipakai Judol

Untuk memenuhi kebutuhannya dalam bermain, siswa tersebut mulai meminjam uang, termasuk dari teman-temannya.

“Anaknya takut ke sekolah, akhirnya tidak berangkat. Ini yang kami khawatirkan, jangan sampai anak ini putus sekolah,” ujar Nur.

Utang yang awalnya kecil terus menumpuk hingga mencapai sekitar Rp 4 juta.

Ketidakmampuan untuk membayar kembali membuat siswa tersebut mengalami tekanan psikologis yang berat.

Hasil pengecekan lapangan menunjukkan bahwa siswa tersebut tinggal bersama ibunya, sementara sang ayah bekerja di Kalimantan.

Baca juga: Profil Adrian Gunadi, Bos Pinjol Bangkrut Ditangkap di Qatar, Rugikan Masyarakat Rp 2,75 Triliun

Kondisi ekonomi keluarga tergolong kurang mampu, yang semakin memperparah situasi.

Disdikpora Kulon Progo kini tengah berupaya agar siswa tersebut tetap mendapatkan hak pendidikannya.

Beberapa opsi yang dipertimbangkan antara lain:

·       Pemindahan ke sekolah lain jika siswa merasa malu untuk kembali ke sekolah asal.

·       Program kejar paket B sebagai alternatif pendidikan non-formal.

“Kami sudah komunikasi dengan pihak sekolah dan guru BK,” terang dia.

“Kalau anaknya malu, kami bantu pindahkan. Kalau tidak memungkinkan, bisa lewat kejar paket,” tambah Nur.

Baca juga: Komdigi Bekukan Sementara TikTok, Terkait Demo Agustus hingga Aktivitas Judol jadi Penyebab

Pendampingan Psikologis

Disdikpora bekerja sama dengan Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk memberikan pendampingan psikologis kepada siswa tersebut.

Tujuannya adalah membantu proses pemulihan dari kecanduan judi online dan mengembalikan kepercayaan dirinya.

Dinsos PPPA Kulon Progo melalui Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Pengarusutamaan Gender, Siti Sholikhah menyatakan, bahwa dua psikolog klinis telah disiapkan untuk mendampingi siswa dan keluarganya.

Pendampingan dilakukan melalui:

·       Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga)

·       UPT Perlindungan Anak

Selain itu, Dinsos juga akan menggandeng Dinas Kominfo untuk membatasi akses anak-anak terhadap situs dan aplikasi judi online.

“Yang terpenting adalah menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak, serta memastikan mereka terlindungi dari paparan judi online dan pinjol,” tegas Siti.

Siti menekankan, bahwa pengawasan dari keluarga menjadi kunci utama dalam mencegah kasus serupa.

Anak-anak bisa saja mengakses situs judi online di luar jam sekolah tanpa sepengetahuan orang tua.

Baca juga: VIDEO - 84 Pengaduan Investasi Bodong dan Pinjol Ilegal di Aceh, Ini Pesan OJK

“Hal seperti ini menjadi perhatian untuk kita semua. Kami akan memperkuat edukasi, terutama kepada orang tua dan sekolah,” ujarnya.

Kasus pelajar SMP di Kulon Progo yang terjerat judol dan pinjol menjadi peringatan serius akan bahaya dunia digital bagi anak-anak.

Pemerintah daerah kini bergerak cepat untuk menyelamatkan masa depan siswa tersebut dan mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.

Kolaborasi lintas instansi dan peran aktif keluarga menjadi kunci utama dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi generasi muda.(*)

 

Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved