Syamsul Jahidin, Satpam Sekaligus Advokat Gugat UU Polri, Nilai Pelatihan Satpam Terlalu Mahal

Kali ini, ia menggugat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian (UU Polri) karena menilai adanya komersialisasi dalam pengelolaan pengamana

Editor: Mursal Ismail
Dok Mahkamah Konstitusi
SATPAM SYAMSUL JAHIDIN - Syamsul Jahidin dalam sidang di Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pemohon menggugat aturan tunjangan seumur hidup anggota DPR RI. Kini ia menggugat UU Polri yang dinilai memberatkan dalam pelatihan satpam 

 

Ringkasan Berita:Alasan Gugatan:
 
* Menimbulkan komersialisasi pengamanan swakarsa.
 
* Membebani profesi satpam dengan biaya pelatihan tinggi dan sistem pengelolaan yang kapitalistik.
 
* Menyebabkan ketidakpastian hukum dan ketimpangan sosial.

SERAMBINEWS.COM - Syamsul Jahidin, satpam sekaligus advokat asal Mataram yang dikenal sebagai penggugat tunjangan pensiun seumur hidup DPR, kembali mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Kali ini, ia menggugat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian (UU Polri) karena menilai adanya komersialisasi dalam pengelolaan pengamanan swakarsa.

Menurutnya, frasa “dan badan usaha di bidang jasa pengamanan” dalam penjelasan pasal terkait membuka ruang bagi praktik bisnis yang membebani profesi satpam.

Syamsul menyoroti mahalnya biaya pelatihan Gada Pratama hingga Gada Utama yang dinilai tidak sebanding dengan penghasilan satpam.

Ia meminta MK menghapus ketentuan yang dianggap tidak adil tersebut dan menegaskan kembali bahwa pengamanan swakarsa harus didasarkan pada kesadaran masyarakat, bukan kepentingan bisnis.

Gugatan ini memperlihatkan perjuangan Syamsul untuk menegakkan prinsip keadilan sosial dan kepastian hukum bagi profesi satpam di Indonesia.

Baca juga: Gandeng Satbinmas Polres Abdya, RSUD-TP Lakukan Penguatan Satpam

Syamsul yang juga advokat ini sebelumnya menjadi sorotan bersama Lita Linggayani Gading atau dr. Lita Gading menggugat aturan tunjangan pensiun seumur hidup anggota DPR.

Dirinya menilai, tunjangan seumur hidup anggota DPR kurang tepat diberikan untuk anggota dewan yang hanya menjabat selama lima tahun (satu periode).

Berbeda dengan aturan tunjangan pensiun yang diberikan kepada ASN maupun TNI dan Polri yang wajib bekerja minimal puluhan tahun.

Sosok Syamsul Jahidin

Pria asal Mataram ini adalah pengacara konstitusional dan managing partner di ANF Law Firm (terdaftar AHU-0000456-AH.01.22 Tahun 2022).

Saat ini, Syamsul sedang menempuh doktor (Dr. cand.) di Universitas 17 Agustus 1945 (UTA'45), setelah gelar S.I.Kom, S.H, magister hukum militer, dan komunikasi di STHM.

Baca juga: Kepsek SMP Prabumulih Batal Dicopot, Satpam Tak Jadi Dipecat, Wali Kota Arlan Minta Maaf

Sertifikasinya mencakup M.M, CIRP, CCSMS, CCA, dan C.Med, menjadikannya ahli di litigasi, kepailitan, mediasi, serta advokasi konstitusional.

Sebagai anggota Dewan Pengacara Nasional (DPN), ia aktif berbagi ilmu melalui Instagram @syamsul_jahidin, di mana ia membahas kasus-kasus kompleks dan ekspansi firma hukumnya.

Kepada Tribunnews, Syamsul mengungkap masih tercatat sebagai satpam meskipun berprofesi juga sebagai advokat di tengah kesibukannya menjalani kuliah pascasarjana.

"Hingga saat ini saya memegang sertifikasi sebagai assesor atau penguji dan penilai dari Sertifikasi LSP PP Polri, menguji kelayakan personel Satpam," ujarnya dihubungi pada Kamis (30/10/2025).

Sosok Syamsul juga merupakan penggugat tunjangan pensiun seumur hidup bagi mantan anggota DPR.

Gugatan ke MK terdaftar dengan nomor 176/PUU-XXIII/2025 yang diajukan pada 30 September 2025.

Syamsul menargetkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Asas-asas Pemerintahan yang Baik, menyoroti ketidakadilan sistem yang memberikan hak istimewa kepada elite politik sambil merugikan rakyat biasa.

Berdasarkan Surat Menteri Keuangan No. S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, mantan anggota DPR yang menjabat hanya satu periode (lima tahun) berhak atas 60 persen gaji pokok seumur hidup, plus tunjangan hari tua Rp15 juta sekali bayar.

Sejak 1980, sekitar 5.175 penerima telah membebani APBN hingga Rp226 miliar.

Menurutnya, rakyat bekerja 10-35 tahun untuk pensiun, sementara dewan hanya lima tahun menerima tunjangan pensiun seumur hidup bahkan bisa diwariskan.

Syamsul menambahkan bahwa status DPR sebagai Lembaga Tinggi Negara tak boleh jadi alasan hak istimewa, bertentangan dengan asas keadilan sosial UUD 1945.

Gugat UU Polri

Syamsul menilai frasa “dan badan usaha di bidang jasa pengamanan” dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Kepolisian menimbulkan komersialisasi yang terjadi dalam pengelolaan pengamanan swakarsa dan tidak mengenal batasan dalam pengelolaannya.

“Ketentuan norma pasal a quo jelas telah digunakan untuk membenarkan tindakan-tindakan para pejabat Polri untuk menjadi pengusaha aktif terorganisir,” ujar Syamsul dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perkara 195/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang MK, Jakarta, Rabu (29/10/2025).

Syamsul menegaskan dirinya berhak memperoleh kepastian hukum dan terbebas dari praktik komersialisasi yang membebani profesi satpam.
 
Ia menilai, pekerjaan yang seharusnya menjamin penghidupan layak justru dipenuhi unsur kapitalistik.

Pria yang juga berprofesi sebagai advokat itu merasa memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan prinsip hukum ditegakkan.

Ia menuturkan, sebelum bekerja sebagai satpam, dirinya diwajibkan mengikuti pendidikan Gada Pratama dengan biaya sekitar Rp 4 juta.
 
Sementara untuk naik jenjang menjadi chief, danru, atau manajer, ia harus menempuh pelatihan Gada Utama yang biayanya mencapai Rp 13,5 juta.

Menurut Syamsul, besarnya biaya tersebut tidak sebanding dengan kewenangan maupun penghasilan satpam. Sehingga menimbulkan ketimpangan dan mengaburkan kepastian hukum.

Ia mengaku telah mendaftar melalui Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP) Pelatihan, sementara penyelenggara pelatihan bertindak sebagai fasilitator, dan ijazah serta Kartu Tanda Anggota (KTA) satpam diterbitkan oleh Polri.

Syamsul menilai mekanisme pelatihan ini berpotensi dibatalkan oleh pejabat Polri karena berada dalam ruang lingkup kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Polri.

Dalam petitumnya, Syamsul meminta MK menyatakan bahwa frasa “dan badan usaha di bidang jasa pengamanan” serta “pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan kewenangan Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Polri bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Syamsul ingin MK memaknai pasal tersebut menjadi:
 
"Yang dimaksud dengan "bentuk-bentuk pengamanan swakarsa" adalah suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti satuan pengamanan lingkungan.

Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki kewenangan kepolisian terbatas dalam "lingkungan kuasa tempat" (teritoir gebied/ruimte gebied) meliputi lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan pendidikan.

Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan di pemukiman, satuan pengamanan pada kawasan perkantoran atau satuan pengamanan pada pertokoan.”

Sidang perkara ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra selaku Ketua Majelis Panel, dengan anggota Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani.
 
Dalam sesi nasihat perbaikan permohonan, Arsul Sani menyoroti fakta bahwa KTA satpam milik Syamsul telah kedaluwarsa sejak 2021.
 
Meski begitu, Syamsul mengaku masih aktif bekerja sebagai satpam.
 
Arsul pun menekankan, status profesi tersebut perlu dipastikan karena berkaitan langsung dengan kedudukan hukum atau legal standing Syamsul sebagai pemohon dalam perkara ini.

“Karena itu sedikit banyak akan menentukan apakah Pak Jahidin bukan sebagai advokat tetapi sebagai Pemohon lah yang memiliki legal standing atau tidak, jadi menurut saya perlu juga dilampirkan (bukti profesi satpam),” kata Arsul. (Tribunnews.com/ Chrysnha, Mario Christian)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sosok Satpam Gugat UU Kepolisian, Syamsul Jahidin Sebut Biaya Pendidikan Tak Sebanding Hasil

Berita lainnya terkait satpam

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved