Pembantaian di Sudan

Pasukan RSF Bantai Ribuan Warga Sipil di Sudan Tertangkap Satelit, Pengungsi: Anak-anak Ditembak

Citra satelit terbaru mengindikasikan pembunuhan massal masih terjadi di dalam dan sekitar Kota El Fasher, Sudan. 

Editor: Faisal Zamzami
X/@HRL_YaleSPH
Citra satelit yang dikumpulkan di wilayah Daraja Oula, EL-Fasher, pada 28 Oktober 2025 menunjukkan gugusan objek dan perubahan warna tanah menjadi kemerahan. Objek-objek dalam gugusan ini memiliki panjang antara 1,2-1,8 meter. Objek-objek ini tidak terlihat dalam citra satelit yang dikumpulkan pada 26 Oktober 2025, dan kemunculannya bertepatan dengan laporan bahwa warga sipil terbunuh dalam operasi pembersihan rumah dari rumah ke rumah oleh RSF. 

Tentara Sudan menyebut sekitar 2.000 orang tewas hingga Rabu (29/10/2025), sementara Jaringan Dokter Sudan (Sudan Doctors Network) memperkirakan korban mencapai 1.500 orang.

Selain itu, lebih dari dari 36.000 warga telah melarikan diri dari kota itu sejak Minggu, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).

 Namun, nasib sekitar 200.000 orang lainnya yang masih terjebak di El-Fasher masih belum diketahui.

Kelompok hak asasi manusia sejak lama khawatir penguasaan El-Fasher oleh RSF dapat memicu pembantaian sebagai balas dendam.  

Para pengungsi melaporkan adanya eksekusi di tempat terhadap warga sipil.

Laporan Reuters dan lembaga hak asasi lain juga menuduh RSF dan milisi sekutunya melakukan pembersihan etnis di Darfur.  

El-Fasher merupakan pertahanan terakhir militer Sudan di wilayah barat Darfur, yang menjadi pusat konflik sejak perang meletus pada April 2023.

Baca juga: VIDEO 2000 Warga Sipil Dibantai Pasukan RSF di Sudan, El-Fasher Jatuh

Siapakah RSF?

Kelompok paramiliter ini awalnya dibentuk sebagai "Janjaweed", yakni kelompok bersenjata suku nomaden yang mendukung Presiden Omar Al Bashir.

Kemudian pada 2013, Bashir meresmikan Janjaweed menjadi paramiliter Rapid Support Force dengan anggota saat itu 100.000 orang.

 Empat tahun berselang, Sudan mengeluarkan undang-undang yang memberi kelompok itu banyak wewenang sebagai pasukan keamanan independen.

Lalu pada 2019, Sudan dilanda pemberontakan. RSF malah memanfaatkan kesempatan dan terlibat menggulingkan pemerintahan Al Bashir. 

Dua tahun setelah itu, mereka bersekutu dengan SAD untuk melengserkan Perdana Menteri sipil Abdalla Hamdok.

Namun, keduanya mulai tegang. RSF menuntut untuk terintegrasi dengan angkatan bersenjata nasional.

Tuntutan tersebut tak kunjung terlaksana. Mereka juga ribut siapa yang berhak memimpin negara. Kemudian pada 2023, perang sipil di Sudan pecah.

Pemimpin RSF Mohammed Hamdan Hemedeti Dagolo mengatakan kelompok ini ingin memimpin Sudan, menyusul tindakan mereka mengepung wilayah-wilayah.

"Demi menciptakan perdamaian sejati," kata Hemedeti, dikutip Al Jazeera.

RSF juga terus merebut wilayah-wilayah strategis di Sudan. Selama itu pula, mereka kerap melakukan kekerasan hingga pembunuhan.

Dalam dua hari terakhir, lebih dari 26.000 orang mengungsi, sebagian besar jalan kaki menuju Tawila.

Sementara itu, sekitar 177.000 warga masih terjebak di Kota El Fasher.

Baca juga: Harga Emas di Abdya Bertahan, Segini Pasarannya per 2 November 2025

Baca juga: Bocah 6 Tahun di Bekasi Meninggal Disengat Tawon, Satu Korban Lain Masih Dirawat

Baca juga: Pengakuan Suami Bunuh Sahabat Usai Paksa Istrinya Layani Nafsu Korban, Pernah Berhubungan Sejenis

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved